webnovel

Menyelamatkan

Kamus:

Jiejie: kakak (perempuan)

Zhongyi: pakaian bagian dalam, biasanya berwarna putih.

.

.

Tanggal lima belas bulan delapan, hari di mana orang-orang merayakan Festival Pertengahan Musim Gugur. Sehari, bahkan beberapa hari sebelumnya, orang-orang sibuk mempersiapkan berbagai keperluan untuk merayakannya. Pasar di Kota Xian juga lebih ramai daripada biasanya.

"Chen jie!"

Mendengar ada yang berseru memanggilnya, Yun Mengchen pun menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar enam atau tujuh tahun, bertubuh gemuk, berwajah bulat berisi, hampir menyerupai bola melambaikan tangan padanya. Yun Mengchen tersenyum dan berjalan ke arahnya.

"Ada apa, A-Bao?" Tanya Yun Mengchen kepada anak laki-laki berpakaian hijau yang memegang bakpao di kedua tangannya.

"Jiejie, nenek mengundangmu untuk merayakan Festival Pertengahan Musim Gugur bersama kami. Kau mau datang, kan?" Tanya A-Bao penuh harap.

Alis Yun Mengchen terangkat. Ini pertama kalinya ada yang mengundangnya merayakan Festival Pertengahan Musim Gugur. Biasanya, setiap tahun dia tidak melakukan apa-apa untuk merayakannya, cukup berdoa agar panen tahun ini lebih baik daripada tahun lalu dan panen tahun depan lebih baik daripada tahun ini. Hidupnya sangat tergantung dengan hasil panen tanaman yang dia tanam. Karena tahun ini dia tinggal di Kota Xian, tak ada salahnya ikut merayakan festival itu. Apa lagi dia diundang oleh nenek Wang, tidak sopan kalau menolak niat baiknya.

"Baiklah. Katakan pada nenek Wang, aku akan datang. Jangan lupa sampaikan terima kasihku padanya." Yun Mengchen tersenyum manis.

A-Bao pun tersenyum. Dia sangat menyukai Yun Mengchen karena memiliki senyum manis, wajah cantik, kerakternya lemah lembut dan tidak cerewet seperti ibunya yang galak. Anak itu juga sudah bertekat kalau besar nanti dia akan menikahi Yun Mengchen.

Tangan Yun Mengchen gatal, dia pun mencubit pipi A-Bao yang menggemaskan.

"S-sakit jiejie. Jangan cubit pipi A-Bao seperti itu." Kata A-Bao sambil mengelus pipinya.

"Hahaha. Maaf, jiejie benar-benar gemas dengan pipimu. Kau juga harus segera pulang. Bibi Wang akan mencarimu kalau kau main terus." A-Bao mengangguk dan dia bergegas pulang ke rumahnya yang tidak begitu jauh dari pasar.

Karena besok Yun Mengchen akan datang ke rumah keluarga Wang, dia tidak langsung pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk memetik satu keranjang buah kesemak yang tumbuh di hutan untuk diberikan kepada nenek Wang dan keluarganya.

"Nenek, Chen jiejie sudah datang!" Seru A-Bao kegirangan saat melihat Yun Mengchen datang.

Mata A-Bao hanya tertuju pada Yun Mengchen. Biasanya Yun Mengchen hanya memakai pakaian polos sederhana dengan rambut diikat pita, tapi kali ini jiejie yang dia kagumi datang dengan memakai pakaian berwarna peach dan rambut panjanganya ditata indah dengan hiasan giok berbentuk bunga. Meskipun tidak memakai riasan, penampilan Yun Mengchen yang tidak biasa sudah memukau A-Bao.

"A-Bao, kenapa kau diam di situ? Ajak Chen jiejie masuk." Kata nyonya Wang, ibu A-Bao setelah melihat anaknya hanya bengong di depan pintu.

"Ah, jiejie masuklah."

Yun Mengchen hanya terkikik saat melihat tingkah A-Bao. Dia pun segera masuk ke dalam rumah.

"Aiya, Chen-er hari ini tampil berbeda!" Seru nenek Wang yang melihat penampilan Yun Mengchen.

"Ibu benar. Chen-er hari ini berdandan." Goda nyonya Wang.

"Nenek, bibi, jangan menggodaku begitu." Balas Yun Mengchen dengan pipi bersemu merah. Dia tidak biasa digoda orang yang akrab dengannya dan sebenarnya dia juga tidak terlalu percaya diri tampil seperti itu. Dia segera menyerahkan sekeranjang buah kesemak pada nyonya Wang. Nenek Wang sebenarnya enggan menerimanya. Dia tahu kalau buah-buahan itu dia petik dari hutan dan biasanya dijual ke pasar. Kalau dia memberikannya secara cuma-cuma, itu akan membuat Yun Mengchen kehilangan beberapa keping uang. Namun, dia juga tidak sampai hati menolak niat baik gadis itu.

"Aiya, apakah itu Chen-er?" Seorang pria berperawakan gemuk muncul. Dia tidak lain adalah tuan Wang, ayah A-Bao. Dia memiliki toko untuk menggadaikan berbagai barang.

"Kau juga terkejut, kan?" Kata nyonya Wang kepada suaminya.

"Bagaimana kalau kita mengagumi kecantikan Chen jiejie sambil duduk dan makan? Aku sudah lapar." Kata A-Bao sambil mengelus perut buncitnya.

"Kau benar. Duduklah, duduklah." Ajak nenek Wang.

Di meja makan sudah tersaji berbagai hidangan dan kue. Hidangan utamanya adalah bebek goreng berkulit renyah andalan nyonya Wang. Yun Mengchen mengakui kalau wanita itu memang ahli dalam mengolah bebek. Keluarga Lin, keluarga asal nyonya Wang memiliki peternakan bebek dan rumah makan bebek yang terkenal di Xian. Terima kasih kepada A-Bao, karena tanpa sengaja Yun Mengchen menyelamatkannya saat tercebur di sungai, ibu dan neneknya datang mengunjunginya dan membawakan hidangan itu. Kejadian itu terjadi beberapa hari setelah di pindah ke Kota Xian.

Nenek, tuan dan nyonya Wang, Yun Mengchen serta A-Bao sudah duduk mengelilingi meja makan. Di temani indahnya bulan purnama, mereka pun mulai menikmati hidangan. Tawa dan canda menghiasa makan malam mereka. Yun Mengchen bersyukur karena keluarga Wang memperlakukannya seperti keluarga sendiri.

Setelah selesai, Yun Mengchen berpamitan untuk pulang. Rumahnya agak jauh dari rumah keluarga Wang, kalau dia tidak segera pulang, jalanan akan semakin sepi. Sebenarnya dia tidak takut, tapi dia tidak ingin nenek Wang khawatir.

Dia melewati jalan pintas yang lebih sepi agar segera sampai rumah. Saat sudah sampai dekat area rumahnya, Yun Mengchen tiba-tiba berhenti. Dia sedikit terkejut saat mengamati sesuatu di bawah pohon. Dia tidak yakin, dan akhirnya memutuskan untuk mendekati pohon itu.

Benar saja, yang ada di bawah pohon itu orang, seorang laki-laki. Orang itu tergeletak tak berdaya dengan pakaian bersimbah darah. Yun Mengchen pun langsung memeriksa kondisinya. Orang itu tidak sadar, tapi dia tidak tahu apakah masih hidup atau sudah mati.

Dia memeriksa denyut nadi dan napasnya. Ternyata orang itu masih hidup, tapi denyut nadinya begitu lemah, begitupun napasnya. Kalau tidak peka, mungkin orang itu dikira sudah mati.

Tanpa pikir panjang, Yun Mengchen segera membawanya ke rumah. Namun, karena ukuran tubuh mereka berbeda jauh, dia pun kerepotan.

Setelah berusaha keras, akhirnya dia bisa membaringkan orang itu di tempat tidur. Yun Mengchen merasa heran, bagaimana bisa baju laki-laki basah padahal tidak hujan. Satu-satunya hal yang mungkin terjadi adalah sebelumnya dia tercebur di sungai kecil yang tidak jauh dari situ. Kondisinya semakin parah karena tubuhnya basah.

Yun Mengchen pergi ke dapur untuk memasak air. Selanjutnya dia masuk ke dalam kamar lagi. Setelah mempertimbangkan dengan matang, dia melepas pakaian basah orang itu. Pakaiannya basah semua sampai bagain paling dalam. Mau tidak mau dia menelanjanginya dengan wajah bersemu merah. Bagaimanapun dia seorang gadis yang belum menikah. Sekalipun menyakinkan diri kalau yang dia lakukan hanya untuk menyelamatkan orang itu layaknya dokter profesional, tetap saja ini pertama kalinya dia melihat seorang pria tanpa busana di depan matanya.

Setelah sukses melepas seluruh pakaian laki-laki itu, Yun Mengchen segera menyelimuti tubuh bagian bawah, sampai bawah perutnya dengan kain katun putih. Kemudian dia membasahi handuk dengan air panas dan mengusapkannya untuk membersihkan darah dari wajah dan tubuh laki-laki itu. Dia berhati-hati agar air tidak mengenai luka pada bagian dada dan perutnya. Yun Mengchen berhati-hati saat membersihkan bagian kaki laki-laki itu. Dia tidak ingin melihat "sesuatu" yang membuat matanya ternoda, hingga dia merasa menjadi gadis mesum yang penuh dosa.

Yun Mengchen sudah selesai membersehikan seluruh tubuh laki-laki itu. Sekarang saatnya dia mengurusi luka pada bagian dada dan perutnya. Kelihatannya itu adalah luka tusukan. Darah masih mengalir dari kedua luka itu sehingga hal pertama yang Yun Mengchen lakukan adalah menghentikan perdarahan itu.

Yun Mengchen mengambil beberapa obat dari kotak penyimpanannya. Dia menaburkan bubuk putih pada luka yang telah dibersihkan, lalu mengoleskan cairan bening kehijauan pada luka itu. Dia juga meminumkan satu sendok cairan itu, untuk mempercepat penyembuhan. Cukup sulit memang, dia tidak sadarkan diri sehingga agak susah membuka mulutnya dan membuatnya menelan cairan itu. Namun, itu harus dilakukan guna menyelamatkan nyawanya. Meskipun pedang yang digunakan untuk menusuk laki-laki itu beracun, cairan bening itu bisa menghilangkan racunnya, jadi dia tidak perlu repot mencari penawar racun. Setelah itu, dia membalut luka itu dengan kain bersih.

Yun Mengchen beranjak dari tempat tidur dan mengambil zhongyi dari lemari. Beruntung dia memiliki satu set pakaian pria. Entah kenapa, saat di Gushan dia membeli pakaian pria. Namun, sekarang itu berguna. Mengganti pakaian laki-laki itu juga sangat sulit dan menguras tenaga, tapi akhirnya selesai. Dia menyelimutinya dan memeriksa denyut nadinya. Ternyata masih belum begitu stabil, tapi lebih baik daripada sebelumnya.

Malam sudah semakin larut, tapi Yun Mengchen tetap memutuskan untuk mandi karena tubuhnya berkeringat. Setelah selesai, dia memeriksa kondisi laki-laki itu. Dia tahu kalau laki-laki itu akan mengalami demam, hanya saja dia tidak menyangka kalau demamnya setinggi itu. Yun Mengchen hanya bisa menghela napas. Mungkin malam ini dia tidak akan tidur. Sesuai dugaannya, semalaman dia tidak tidur. Dia berulang kali mengompres dahi laki-laki itu dengan handuk panas. Demamnya baru agak turun setelah matahari terbit.

Pagi itu, Yun Mengchen memutuskan untuk tidak pergi dari rumah. Dia lelah dan perlu istirahat karena tidak tidur semalaman. Laki-laki yang dia selamatkan masih belum sadar. Wajahnya masih pucat dan demamnya belum hilang.

Yun Mengchen mempertimbangkan untuk tidur, tapi tidak ada tempat tidur lain. Akhirnya dia berbaring di samping laki-laki itu. Tempat tidur itu cukup luas untuk mereka berdua. Dia memejamkan mata dan segera terlelap.

Saat siang, Yun Mengchen bangun karena merasa lapar. Dia segera bangkit dan memeriksa laki-laki itu. Kondisinya tidak jauh berbeda dari pagi tadi, tapi sejauh ini tidak ada masalah. Kemudian, dia keluar kamar dan pergi ke dapur untuk memasak.

Setelah makan, dia kembali lagi ke kamar untuk berganti pakaian dan mulai mengurusi kebun. Dia melihat kentang dan sawi serta beberapa sayur lain yang siap dipanen. Matanya langsung berbinar. Mungkin besok atau lusa dia bisa menjualnya ke pasar.

Setidaknya dua malam terakhir Yun Mengchen sibuk merawat laki-laki yang dia selamatkan. Mulai dari memeriksa kondisi fisiknya, membersihkan tubuhnya dan mengoleskan obat. Sama seperti malam ini, dia mengusap wajah dan tangan laki-laki itu dengan handuk basah. Kondisinya sudah semakin baik sehingga dia pun lega.

Mungkin baru malam ini Yun Mengchen benar-benar mengamati penampilan laki-laki itu. Wajahnya ternyata bisa dikatakan sangat tampan, setidaknya dia laki-laki tertampan yang pernah dia temui. Alisnya hitam dan memiliki lengkung tajam yang indah, hidungnya mancung, ukuran bibirnya juga sempurna. Entah seperti apa matanya, tapi bulu matanya cukup panjang. Tubuhnya juga bagus. Otot-otot pada perutnya tampak menggoda. Sayangnya banyak bekas luka pada bagian dada dan perutnya. Kemungkinan dia juga menguasai bela diri. Namun, hal itu memunculkan berbagai pertanyaan dalam benaknya seperti, siapa dia, apakah dia orang jahat, dan kenapa dia bisa terluka separah itu. Meskipun begitu, dia tidak terlalu memusingkannya. Dia hanya ingin menyelamatkannya. Kalau ternyata laki-laki itu orang jahat, dia akan membawanya ke pengadilan.

.

.

.

Yun Mengchen bersenandung di kebun kecil miliknya sambil memetik beberapa buah tomat dan lobak. Dia ingin memasak sup ayam dan jamur serta tumisan sayur.

Setelah selesai dengan urusan kebunnya, dia pergi ke dapur untuk memasak. Beberapa saat di dapur, aroma sedap pun mulai tercium. Setelah masakannya matang, dia menyajikannya dia meja yang ada di sudut ruang utama lalu mulai menyantapnya. Hatinya begitu senang karena besok dia bisa menjual kentang-kentangnya.

Setelah mencuci peralatan makannya, dia kembali ke kebun untuk mengurusi kentangnya. Tak terasa sudah mulai senja. Dia pun beranjak dari kebun, mencuci tangan lalu masuk ke dalam dapur untuk memasak bubur. Entah kenapa dia ingin makan bubur bernutrisi untuk makan malam. Dia juga membuat makanan sampingan berbahan lobak dan menyeduh teh.

Setelah masakannya matang, dia memanaskan air untuk mandi. Dia mandi sambil bersenandung dan menikmati indahnya rembulan dari celah angin-angin.

Masih dengan bersenandung dia masuk kamar dan seperti biasanya, berganti pakaian. Dia melepas baju mandinya lalu berniat memakai zhongyi dan pakaian harian yang baru dia ambil dari dalam lemari. Namun, sebelum memakai zhongyi, dia merasa punggungnya membeku. Entah dari mana hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia cukup peka sehingga bisa merasakan kalau ada orang yang mengamatinya. Dia menoleh ke belakang dan melihat laki-laki yang berbaring di tempat tidur menatapnya dengan begitu tajam.

"Ahhhh!!!"

Yun Mengchen tidak bisa menahan jeritannya. Dia begitu terkejut. Entah sejak kapan laki-laki itu sadar, tapi dia yakin pria itu melihatnya saat melepas pakaian karena kelambu yang mulanya tertutup, sekarang terbuka. Siapa lagi yang membukanya selain laki-laki itu.

Setelah mendengar jeritan Yun Mengchen, laki-laki itu mengalihkan pandangannya. Yun Mengchen segera tersadar dari keterkejutannya dan bergegas mengenakan pakaiannya dengan benar.

"T-tuan, kau sudah sadar?" Tanya Yun Mengchen dengan canggung.

Laki-laki itu menatapnya dengan dingin dan seolah jijik melihatnya. Tiba-tiba, Yun Mengchen merasa kesal dengan tatapannya itu. Dia sudah repot-repot menyelamatkannya, tapi ditatap seperti itu. Namun, mau bagaimana lagi, dia hanya bisa mengutuk kecerobohannya karena berganti baju sembarangan. Seharusnya dia berganti di balik papan kayu pembatas.

Kaki Yun Mengchen terasa berat untuk melangkah mendekati tempat tidur. Dia berusaha mengabaikan tatapan dingin laki-laki itu dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa suhu tubuhnya. Demamnya sudah hilang, tapi wajahnya masih pucat. Mungkin karena dia sudah kehilangan banyak darah.

"Kau sudah tidak demam. Bagaimana yang kau rasakan? Apa kau merasa pusing? Selain luka pada dada dan perutmu, apa ada bagian tubuh lain yang terasa sakit atau tidak nyaman?" Tanya Yun Mengchen secara beruntun. Dia mencoba untuk biasa, seolah insiden sebelumnya tidak pernah terjadi. Namun, laki-laki itu masih menatapnya dengan dingin dan tajam. Yun Mengchen merasa terpojok dengan tatapan itu.

"Maaf untuk insiden sebelumnya. Itu kecerobohanku. Aku biasa berganti pakaian seperti itu, dan tidak memikirkan keberadaanmu." Kata Yun Mengchen.

Sebenarnya laki-laki itu juga terkejut. Namun, keterkejutannya langsung berubah menjadi kekesalan karena dia merasa "dipaksa" menjadi orang mesum yang melihat gadis berganti pakaian, padahal dia tidak berniat begitu. Untung saja Yun Mengchen tahu diri.

Yun Mengchen bisa melihat tatapan laki-laki itu sedikit melembut, tapi tetap tajam. Dia tersenyum tipis dan hendak meraih pergelangan tangan laki-laki itu. Namun, laki-laki itu tampak menolak. Yun Mengchen menatapnya penuh tanya seolah bertanya kenapa tidak mau.

"Aku hanya ingin memeriksa denyut nadimu dan memastikan kondisimu sudah stabil atau belum." Terang Yun Mengchen.

Kalau saja Yun Mengchen tahu laki-laki itu tidak sudak melakukan kontak fisik dengan orang lain, apalagi orang asing, mungkin dia tidak akan menyentuhnya begitu saja. Entah apa yang akan terjadi kalau laki-laki itu tahu Yun Mengchen telah menelanjanginya dan menyentuh hampir seluruh tubuhnya.

Setelah hening beberapa saat, laki-laki itu terlihat bersedia diperiksa Yun Mengchen. Yun Mengchen tersenyum dan memeriksa denyut nadinya. Dia mengangguk puas.

"Kondisimu sudah stabil, tuan. Apa kau ingin minum air, apa kau merasa lapar? Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan makanan untukmu."

Tanpa menunggu jawaban dari laki-laki itu, Yun Mengchen bergegas keluar kamar dan mengambil bubur dan air di dapur. Dia hanya berpikir kalau laki-laki itu pasti lapar karena beberapa hari tidak makan, jadi dia membawa seporsi besar bubur.

Yun Mengchen meletakkan mangkuk bubur dan air di atas meja kecil di dekat tempat tidur. Dia membantu laki-laki itu duduk dan menyandarkan punggungnya pada bantal yang sudah dia siapkan.

Kening laki-laki itu tampak mengernyit saat Yun Mengchen membantunya duduk. Dia menyentuh dadanya yang terluka.

"Apa sakit? Lukanya memang belum sembuh." Kata Yun Mengchen dengan nada khawatir. Laki-laki itu menatapnya cukup lama tapi tidak mengatakan apa pun.

Yun Mengchen segera mengambil cangkir berisi air hangat dan membantunya untuk minum lalu menyuapinya. Bubur yang dia masak beraroma sangat sedap dan menggugah selera. Kerutan pada dahi laki-laki itu tampak memudar dan dia menurut ketika Yun Mengchen menyuapinya. Mungkin karena kelaparan, laki-laki itu menghabiskan satu mangkuk besar bubur yang dibuat Yun Mengchen.

Setelah selesai makan, Yun Mengchen mengusap sisa bubur pada sudut bibir laki-laki itu dan membantunya untuk minum air lagi. Laki-laki itu tetap menurut sampai Yun Mengchen hendak melepas zhongyi yang ia kenakan.

"Aku hanya ingin mengoleskan obat pada lukamu." Kata Yun Mengchen. Setelah mendengarnya, laki-laki itu menurut.

Yun Mengchen mengoleskan obat dengan hati-hati. Sensasi dingin terasa setelah obat itu dioleskan. Dia juga mengganti kain perban yang membalut luka itu. Seluruh proses dilakukan Yun Mengchen dengan hati-hati karena tidak ingin membuat laki-laki itu merasa sakit.

Yun Mengchen membantunya untuk berbaring lagi. Laki-laki itu memejamkan mata, tampak tidak ingin mengatakan apa pun padanya.

Yun Mengchen segera keluar kamar dan bergegas ke dapur karena dia sendiri juga sudah lapar. Selesai makan, dia kembali masuk kamar. Kali ini dia berganti di balik papan kayu pembatas. Hanya dengan memakai zhongyi, dia naik ke tempat tidur berbaring di samping laki-laki itu.

"K-kenapa kau berbaring di sini?"

Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan laki-laki itu.

Yun Mengchen yang sudah berbaring di sampingnya menoleh dengan tatapan bingung.

"Aku setiap malam juga tidur di sini. Kau tidak perlu khawatir, tuan." Kata Yun Mengchen meyakinkan.

Tidak khawatir? Yang benar saja?!

Laki-laki itu masih belum tersadar dari keterkejutannya. Bagaimana bisa gadis itu dengan santai berbaring satu ranjang dengannya? Mungkinkah telah terjadi sesuatu di antara mereka?

Ketika Yun Mengchen telah terlelap, laki-laki itu tidak bisa memejamkan mata.

Next chapter