4 --Chapter 3--

Ana menatap Papinya dengan tatapan kecewa. "Pi, aku masih sekolah, masa aku harus nikah!" Ucap Ana. Sepulangnya, dia mendengat kalau Papinya ini dirinya menikah dengan sahabat lama papinya.

"Nak, papi hidup sendiri, papi gabisa terus terus bareng kamu, kamu harus ada yang jaga." Penjelasan dari Edwin selaku papinya Ana membuat Ana menggeram.

"Aku bakal terus sama ayah!" Ana berlalu dengan muka menahan tangis, dia memang sudah ditinggal ibunya sejak lahir. Menjadi seorang Aliana itu tidak enak.

Edwin menghela nafas lelah, dengan segera dia mengambil ponselnya dan menelfon sahabatnya. "Halo!" Sapa Edwin.

"Gimana Ed?" Tanya seseorang di seberang telfon.

"Ana benar benar ga mau," ungkap Edwin.

"Anak-ku juga," balas orang diseberang telfon.

"Ndo, aku harap anakmu dapat pendamping menggantikan Ana ya," jelas Edwin Seseorang disebrang sana terkekeh dan mengaminkan. Edwin tau kalau sahabatnya yang bernama Ando Al-Agam ini sedang berusaha memaksa anak keduanya untuk menikah.

Edwin tau, kalau anaknya yang bernama Gavin itu harus segera dinikahkan, tingkah lakunya tidak mencerminkan laki laki dewasa pada umumnya. Memang caranya sedikit egois, tapi Edwin tau kalau Ando berharap ketika sudah menikahkan seorang gadis dia akan berubah untuk menjadi lebih dewasa dan mengurangi sifat keras kepalanya.

***

Dilain tempat, Ando tersenyum membaca pesan dari teman semasa kecilnya dulu. Ayahnya dengan Ayah si pengirim pesan sahabatan hingga memiliki seorang anak.

Kelvin

Kelvin : Ando, masih ingat surat perjodohan kala itu kan?

Kali ini Ando akan memaksa Gavin untuk menikahi anak gadis dari keluarga Kelvin. Ando melakukan ini semata mata untuk Gavin, bukan dirinya. Semoga saja jalannya dipermudah.

***

"TAPI GAVIN GAK MAU PAPA!" Gavin begitu marah. Setelah makan malam Gavin dan kedua orang tuanya membicarakan perjodohan yang sempat dia tolak.

"Gak bisa, kamu harus menikahi gadis itu. Kamu udah nolak yang pertama, jadi kamu menerima yang kedua!" Tegas Ando.

"Enggak begitu konsepnya papa, aku bener bener ga mau nikah, aku udah punya orang yang aku suka!" Seakan tuli, Ando memilih menarik istrinya yang diam saja.

"Ayok sayang." Ando berlalu begitu saja. Ando tidak percaya dengan omongan Gavin, Gavin tidak bisa dipercaya, mana bisa playboy macam Gavin khilaf begitu cepat.

"Ish! Kesurupan apasih papa itu," guman Gavin kesal.

***

Besokannya, Gavin diseret untuk mengikuti pertemuan perjodohan ini. Diseret dalam arti dipaksa bukan benar benar diseret. Ando bahkan hampir mau menerbangkan dan meletakan anaknya di planet terjauh.

Gavin benar benar keras, lihat lah sekarang. Gavin mengoceh dengan ngarang, bahkan ocehannya itu bisa membuat yang mendengar terkekeh.

"Pah! Aku gamau di jodihin ya plissssss"

"Nanti kalo dia jelek gimana?"

"Aku ga bisa nafkahin gimana?"

"Atau dia janda?"

"Tante tante?"

"Ya Allah! Gapin gamau pirallll!!!"

"Pah, banyak penipuan tau, siapa tau dia mau mutilasi aku trus-"

"Mutilasi aja, biar jadi LEGO pajangan rumah," saut Ando.

Gavin rasanya mau menabok mulut papanya dengan sepatu yang dia pakai. Gemasss sekali, Gavin sudah lelah membujuk papanya yang sama kerasnya dengan dirinya. Gavin melihat Mamanya yang diam sambil memjamkan matanya. Mungkin mamanya sangat lelah menghadapi dirinya.

***

Gavin menatap tajam gadis yang cengengesan didepannya ini. Jadi dia benar benar dijodohin sama muridnya sendiri, dan dia itu Amel. Gavin bawaanya pengen gigit muridnya dengan gemas.

Lihat, dia sedari tadi tersenyum sangat manis. Gavin akui, kalau Amel cantik sekali, bahkan mungkin melebihi Ana. Tapi, keanggunannya di hancurkan oleh sikap bar barnya, parahnya lagi orang tuanya biasa saja, dan ternyata orang tuanya sangat senang.

"Jadi? Kalian sudah tau kan tujuan pertemuan ini?" Pertanyaan dari Ando membuat keduanya menganggukan kepalanya.

"Kalian benar benar siap sama pernikahan yang akan kalian jalani?" Pertanyaan Ando membuat Gavin ingin menyangkal, tapi jawaban dari Amel membuat Gavin melotot.

"Siap, bahkan Pak Gavin sendiri mengiyakan," ucap Amel. Bohong, mana ada dia mengiyakan perjodohan gila ini. Gavin pasrah, Amel benar benar gila pikir Gavin.

Setelah pertemuan itu dan berakhir tukar cincin sebagai tanda bukti kalau Amel milik Gavin, dan Gavin milkk Amel. Amel pulang dengan di antar Gavin, keadaan yang sunyi, Amel sibik senyam senyum, Gavin sibuk memikirkan pujaan hatinya.

Ya, Aliana Zeline.

***

Amel menatap kesal Ana yang sedang berbicara dengan Gavin atau lebih tepatnya calon suaminya. Sekarang sedang jam istirahat, lagi lagi Ana dideketin Gavin yang membuat Amel kesel.

Amel tau, kalau Ana sahabatnya, Amel juga ga ada niatan buat jahat atau merebut Gavin dari Ana sekalipun. Tapi Amel pengen Ana ngalah dengan dirinya untuk kali ini aja, sudah berapa kali Amel gagal jatuh cinta dan harus membunuh perasaanya demi laki laki yang Ana cintai. Paldahal jelas jelas Ana tau kalau Amel juga mencintainya.

"Mel, ayo!" Ajakan Ana membuat Amel menatap Ana.

"Na, gua pengen ngomong di taman sama lo, ini serius!" Ana menatap Amel aneh. Tumben pikir Ana.

Setelah di taman, Amel menatap Ana dengan mata berkaca kaca. Sakit sekali rasanya, dia tidak pernah menyalahkan perasaan Ana atau Ananya langsung. Tapi bisakah kali ini saja Ana mengalah? Amel suka mengorbankan perasaan cintanya berkali kali demi Ana, demi pertemanannya.

"Na, lo bisa tau gua bagaiman perasaanya‐kan? Lo tau kalau gua ada rasa sama Pak Gavin kan? Tau kan Na?" Amel berusaha bicara meski air matanya sudah luruh. Ana hanya diam terpaku, dia benar benar terkejut, baru kali ini Ana melihat Amel menangis dengan tatapan kecewa, terluka dan memohon.

"Pliss, kali ini aja lo ngalah sama gue, sisanya gua bakal ngalah sama lo, lo juga tau kan kalau gua dijodohin? Orang yang dijodohin sama gua itu Pak Gavin Na, gua terima perjodohan itu, gua ngerasa ada sesuatu yang kembali dari diri gua, dan gua mohon banget, ikhlasin Pak Gavin buat gua. Gua usah capek liat lo bareng sama Gavin, capek, sakit, plis Na." Ana menatap Amel dengan tersenyum getir.

"Gua ikhlasin Gavin, tapi dengan syarat." Ucapan Ana membuat Amel menatap Ana dengan lebih serius.

"Setelahnya lo janji bakal ngalah." Amel hanya mengangguk dan memeluk Ana erat seraya bergumam terima kasih.

Amel ga tau kalau kata kata mengalah bisa dalam suatu hal yang akan merubah dirinya, Amel benar benar dibutakan pertemanan mereka, dan Gavin melihat itu sendiri.

Tiba tiba hati Gavin bergerak untuk terus bersama Amel, melindungi Amel, mencintai Amel dan selamanya dia ingin seperti itu.

Amel adalah gadis yang berbeda, keras kepala namun unik secara bersamaan. Kadang tingkahnya dapat membuat siapa saja pusing, namun itu yang membuat Amel terlihat berbeda.

Dan Gavin menyukai hal itu, sangat sangat menyukainya.

***

avataravatar
Next chapter