3 --Chapter 2--

"Hai." Sapaan hangat dari sosok remaja laki laki yang duduk di meja Amel dan ana membuat mereka berdua tersadar dari keterkejutannya.

"AKBAR!!" Pekik Amel dan Ana.

Akbara Renaldi Saputra, teman lama Amel dan Ana yang dulu sempat hilang kontak. Sekarang, Akbar ada di hadapan Amel dan Ana.

"Lo kemana aja," ucap Ana.

"Waktu itu gua pindah, ga sempet pamit, sorry guys," terang Akbar.

"Trus kok muncul kek jelangkung," ucap Amel.

"Gua pulang njirrr, terus iseng aja kesini eh ketemu pembantu lama." Akbar segera menghindar ketika melihat Ana ini menggeplak kepala dirinya.

"Tai nih orang, enak aja pembantu lama!" Semprot Amel.

"Tapi lu seneng kan kalo gua balik," tanya Akbar dengan suara yang menggoda.

"Iyalah, udah lama ga ketemu nyettt nyett!" Balas Amel.

"Dahlah, kita pulang dulu. Kalau mah hubungin, email gua aja masih sama ko," ucap Ana. Akbar mengangguk lalu mengangkat jempolnya.

Setelah pertemuan itu, Amel dan Ana memilih pulang. Ana mengantar Amel sampai rumah dengan selamat. Setelah mengantar Amel pulang, Ana segera membersihkan dirinya sendiri.

***

Ana menatap Email yang sangat asing dimatanya, Ana mulai memutar otaknya, siapa yang memiliki email seperti ini, setaunya hanya keluarganya, Amel serta Akbar yang tau nama Email Ana.

Nama email ini ga jelas, hurufnya terlalu random. Ana membuka dan membulatkan matanya setelah membaca isinya.

Haii, hari ini aku menemukan sesuatu yang aku cari.

Sesuatu yang ada di diri kamu.

—fg

"Jangan jangan gua di teror lagi," gumam Ana.

Tiba tiba muncul notifikasi dari laptopnya, email dari Akbar. Setelah membaca isinya, Ana buru buru mengirim nomor dirinya dan Amel.

Disisi lain, Amel sedang menatap ponsel yang terdapat nomor walas barunya. Amel dapat dari temanya yang sangat pintar mencari tau data seseorang. Temannya ini pastinya meminta sama guru guru lain disekolahnya.

Amel bisa saja melakukannya, tapi dia sedikit segan meminta nomor seperti itu, apalagi Amel tidak memiliki nomer gurunya, kalaupun aja juga dia pastinya segan dan malas untuk meminta nomor walas barunya.

"Gas ajalah," gumam Amel. Amel membuka room chatnya dengan Gavin. Amel tertawa dengan kencang saat dia sesekali menjahili gurunya ini. Amel bawaanya udah gemes banget.

Amel melihat jam, ternyata sudah jam 10 malam, dia memutuskan untuk tidur, takut bangun kesiangan. Besok, dia akan mengejar cinta gurunya lagi, harus lebih semangat.

Iya, dengan penuh semangat!!!

***

Amel menatap guru kesayangannya dengan sahabatnya. Amel menghela nafas lelah. Ini sudah 3 bulan tapi tidak ada tanda tanda kalau Gavin merespon kehadirannya. Apalagi saat ini Amel tau kalau Ana juga sebanrnya tertarik sama Gavin.

"Heh! Bengong aja lu, yuk ke kantin!" Amel membuyarkan lamunannya saat Ana mengagetkannya.

"Eh iya, ayo Na!"

Bel untuk istirahat memang sudah berdering, namun tadi Amel menemani Ana untuk membantu walas mereka—Gavin. Setelahnya mereka akan mencari makan di kantin.

"Penuh nih Mel!" Ana berucap ke Amel denhan toanya. Amel bahkan sampai berjengkit kaget.

"Kambing lu Mel! Kaget gua, ya Allah!" Ucap Amel sambil mengelus dadanya.

"Yeee abisan, bengong mulu!"

"Dah lah, kita gabung aja sama cabe cabean, yuk yuk yuk!" Amel menarik Ana kemeja yang berisi siswi dengan bedak tebal serta begincu merah.

"Gabung ya Cell," ucap Amel. Marcella mengangguk sambil menatap cermin yang dia bawa untuk menambah ketrbalan bibir sexynya. Amel dan Ana hanya bergedik ngeri.

"Gua pesan makanan dulu," ucap Ana. Ana tau kalau Amel sangat suka kentang, makanya dia membeki kentang dan segelas susu coklat. Ana sendiri membeli snack sama permen kenyal kesukaannya.

"Nih." Ana meletakan kardus kecil yang berisi kentang goreng dengan bumbu Balado. Amel memakannya dengan lahap, dia sangat penggila kentang.

Setelah selesai, mereka segera berlalu dan memasuki kelas mereka. Setelah duduk dikursi masing masing, mereka memilih menyibukan diri hingga Bel masuk berbunyi.

***

Bel pulang berdering, Gavin segera pulang kerumahnya untuk mengerjakan tugas dari tempat dia belajar. Gavin berjalan dengan santai di sepanjang lorong sekolah milik papanya.

Gavin ingat oleh siswi yang bernama Aliana Zeline, Gavin tersenyum. Menurut Gavin, Ana itu unik, Gavin jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi dia tiba tiba ingat denhan siswi bobroknya, Amel.

Gavin sebenarnya ragu dengan perasaanya akhir akhir ini, hubungannya dengan Ana sudah mulai dekat. Gavin sadar kalau Ana sulit didekati, tapi sekarang hatinya dilema.

Setiap dia sendiri, bayangan Amel yang mengganggunya dengan tingkah konyol timbul dikepalanya, itu membuat Gavin kesal. Namun akhir akhir ini, dia mulai ragu, dia rasa dia tertarik dengan Amel dan menyukau Ana.

"Hah!" Helaan nafas Gavin terdengar kasar. Gavin benar benar bingung, dia menyukai dua wanita, pasti akan ada hati yang tersakiti.

Setibanya dirumah, Gavin melihat papanya sedang mengobrol dengan mamanya. "Assalammualaikum," salam Gavin. Papanya Gavin—Ando dan Mamanya—Mora menoleh.

"Sini, papa mah ngomong!" Gavin segera duduk didepan kedua orang tuanya.

"Papa ingin kamu menikah dengan anak dari sahabat papa." Ando benar benar langsung membicarakan pada intinya, tidak mau basa basi apalagi bertele tele.

"Loh pah, Gavin ini masih kuliah, ga ada penghasilan!" Sanggah Gavin.

"Justru itu! Papa mau kamu mandiri, gadis ini pun sepertinya cocok sama kamu," jelas Ando. Gavin tersenyim miris.

"Terserah! Aku tetap ga mau!" Gavin berlalu dari sana dan menghiraukan teriakan teriakan papanya.

***

Dilain tempat, Amel menundukan kepalanya. Dia benar benar muak, tidak pernah dia segila ini dengan laki laki. Sesampainya rumah, dia memaksa papanya untuk menikahkan dirinya pada wali kelas dirinya.

Amel menjelaskan kalau mereka dari keluarga Agam. Papanya pun mengenal siapa keluarga Agam. Tapi yang membuat mereka terkejut, mengapa Amel begitu kekeh ingin di jodohkan, keluarga Amel dan keluar Gavin memang memiliku wasiat perjodohan, tapi itu tidak terlalu menuntut.

"Kenapa kamu begitu menuntut?" Pertanyaan dari Ayahnya—Kelvin sudah Amel dengan kesekian kalinya.

"Karena aku suka sama Gavin," ucap Amel. Akhirnya dia buka suara alasan dirinya ingin dijodohkan oleh keluarga Agam.

"Hanya suka kan? Kamu masih muda, masih remaja labil," nasihat Klara—ibunya Amel.

"Tapi bu, aku mau nikah sama Gavin, aku cinta sama dia kok, dan aku ga mau mempermainkan pernikahan kita nanti. Yah, bu, plisssss jodohin aku sama pak Gavin," paksa Amel.

Kelvin dan Karly saling tatap. Kelvin menghembuskan nafasnya lalu tersenyum. "Nanti Ayah telfon keluarga Agam ya," ucap Kelvin.

Amel tersenyum girang dan memeluk Ayahnya. Kelvin mana mungkin menolak perminataan putri semata wayangnya. Amel itu sosok anak perempuan yang selalu membuat Kelvin tersenyum akan tingkahnya.

"Makasih Ayah!" Ucap Amel.

***

avataravatar
Next chapter