17 --Chapter 16--

"LEPAS!!" Amel memberontak ketika dengan mudah Gavin menariknya keluar dari mobil yang dikendarai Gavin. Gavin yang sudah capek dengan aksi berontak Amel, memilih memanggul Amel seperti karung beras di pundaknya.

"GAVIN!!!" Amel memberontak dengan cara menendang nendang asal ke arah tubuh Gavin. Gavin tidak merasakan sakit, namun malah terkekeh kecil.

"Tenaga kamu ga ada apa apanya sama aku sayang..." Amel mendengus kasar. "Bodo amat!". Amel benar benar tidak tau dia dibawa kemana.

Bruk

"Aish!" Amel meringis ketika tubuhnya di letakan di kasur empuk yang berbalut selimut tebal. Amel dengan spontan memundurkan tubuhnya ketika Gavin naik ke arah kasur.

"Loh? Kenapa?" Amel menyipitkan matanya sambil menunjuk Gavin dengan jari telunjuknya. "Aku mau kita bercerai," ucap Amel. Gavin langsung menarik kaki kanan Amel yang membuat Amel spontan tertidur kembali.

"Kamu pikir aku mau bercerai sama kamu?" Amel membulatkan matanya dengan tatapan yang membuat Gavin gemas. "Ish! Kita tuh udah ga saling cinta." Gavin tertawa kecil, selanjutnya Gavin menyium kening Amel dan menarik Amel kedalam pelukannya.

"Aku itu cuman lupa wajah istri aku, bukan perasaan aku apalagi memori kita." Amel menegangkan tubuhnya. Amel harus bisa menahan diri untuk tidak mengulang kesalahan yang bisa membuat hidup Amel berantakan.

"Tapi aku udah ga cinta sama kamu," ucap Amel. Gavin mengeratkan pelukan mereka dan Gavin menurunkan tubuhnya biar dia sejajar dengan Amel.

"Ulangin." Amel menelan salivanya dengan susah payah.

"Aku, udah ga ada rasa sama kamu."

SREEET!!!

"GAVIN!"

***

"Kabarnya dia bagaimana?" Ana menoleh ke arah Akbar dengan wajah polos. "Dia?" Akbar ikut menoleh ke arah Ana dan meletakan tangannya di atas perut Ana.

"Anak kita."

Blush.

Ana menyembunyikan rona pipinya dan senyumnya dengan cara menunduk. "Ekhem, dia baik baik aja koo." Akbar mengambil tangan Ana dan meletakannya di atas pahanya. Ana menatap Akbar yang memang sedang menatapnya.

"Aku mau, kamu sama aku sebutannya jadi kita, dia jadi anak kita. Bisa?" Ana yang mengangguk anggukan kepalanya dengan polos.

"Yaudah, tadi mau jajan apa?" Ana tersenyum girang dan dengan spontan menyebut makanan kesukaan Amel. "YUPI!" Akbar melirik sekilas Ana dan tertawa kecil.

"Let's goo kita beli Yupi buat kamu." Ana mengangguk anggukan kepalanya semangat.

***

"Ck."

"Kenapa sayang? Dari tadi berdecak mulu, ga cape?" Amel melirik sinis ke arah Gavin dan kembali fokus dengan apa yang dia kerjakan.

"Kalau ga mau bantuin ya gapapa, aku pulang begini juga jadi." Amel melirik sinis tubuh polos Gavin. "Aku ga mau ya ngerokin kamu." Gavin tertawa dengan lepas.

"Lagian ngadi ngadi aja sih," gumam Amel.

"Ga sengaja itu!" Amel memutar bola matanya dengan mimik kesal. "Biar ngapa ngerobekin kaos sendiri, biar ngapa?" Tanya Amel dengan nada kesal.

"Biar aku bisa panggil warga trus aku bilang diperkosa kamu, trus kita dinikahin deh." Amel melempar kaos hitam polos milik Gavin ke arah Gavin.

"GA NYAMBUNG!" Teriak Amel. Gavin tersenyum dan segera memakai kaos yang sudah di jahit oleh Amel. Kaosnya terlihat Aneh, tapi tidak masalah.

"Untung ada mesin jahit sama bahan, kalo kaga tu orang bisa masuk angin terus nyari alesan ini itu, emang modusnya bisa banget!" Gerutuan Amel membuat Gavin yang mendengar terkekeh kecil.

"Ini rumah mama sama papa dulu, mama dulu penjahit, jadi ga heran kalau ada mesin jahit dan beberapa kain." Amel menoleh ke arah Gavin.

"Lah? Kok di Singapur?" Tanya Amel.

"Rumah ini sebelum ada aku, jadi pas mama aku ada kerjaan di Indonesia dan papa juga ada perjalanan bisnis ke Indonesia mama hamil aku, jadi ketahan di Indonesia deh, sampe aku punya kamu." Amel memasang mimik geli dan aneh.

"Asal kamu tau, Gavin tuh ga suka gombal kaya kamu. Siapa sih ini? Makhluk dari mana?" Amel dengan spontan memegang lengan Gavin dan memutarkannya ke kanan dan ke kiri.

"Makhluk dari Mars, ada misi di bumi." Amel memberhentikan aksinya dan memilih menatap Gavin. "Misinya apa?" Gavin memegang pundak Amel dan membungkukan kepalanya lalu berbisik dengan lirih.

"Buat jadiin kamu istri aku untuk yang kedua kalinya." Amel memukul lengan Gavin dengan kesal. "Jadi kamu setuju kalau kita cerai?" Tanya Amel. Gavin menggelengkan kepalanya dengan lucu.

"Engga. Aku emang mau jadiin kamu istri aku selama lama lama lama lamanya..." Amel mendengus kesal. "Alay!" Gavin terkekeh. "Gapapa Alay, tapi kamu suka kan" Amel menoleh ke arah Gavin.

"Engga."

"Boong ah boong!"

"Dibilang engga"

"Boong huuu"

Akhirnya, mereka keluar dengan perdebatan antara kata 'Engga' dan kata 'Bohong'. Perasaan ga bisa di bohongi, ditutupi seperti apapun, tingkah laku bisa menjawa itu semua, apalagu sorotan mata.

Lisan bisa berbohong, tapi sorot mata dan hati tidak bisa berbohong. Semuanya akan terjawab jika dibicarakan dari hati ke hati.

***

"Pokoknya aku mau cerai Gavin." Perdebatan itu masih berlanjut di dalam mobil. Gavin tidak benar benar membuat Amel hamil, karena sesuatu hal yang dipaksakan berakhir buruk.

"Oke gini gini. Aku mau satu minggu ngelayanin aku, siapa tau aku inget kamu secara sepenuhnya, walaupun kondisi sekarang aku udah yakin kalau kamu istri aku." Amel menggeleng.

"Kamu gak akan pernah bisa inget sama aku." Gavin mendengus kesal. "Kenapa? Kok kamu yakin banget aku ga bakal inget sama wajah istri aku sendiri?" Amel menoleh ke arah Gavin yang sedang fokus menyetir mobilnya.

"Karena, kita udah berpisah empat tahun, dan empat tahun itu yang nemenin kamu adalah Ana sahabat aku." Gavin tersenyum kecil. "Aku janji bakal inget sama kamu dalam waktu kurang dari satu minggu." Amel tampak mengangguk anggukan kepalanya dengan pelan.

"Oke, tapi kalau kamu ga bisa bener bener inget wajah aku sebagai istri kamu, aku harus kembali ke jerman." Gavin mengekerutkan keningnya heran. "Kenapa?" Amel melirik sekilas Gavin dan tersenyum kecil "Urusan aku bukan ini aja, banyak orang yang menunggu aku."

Gavin mengangguk, dia yakin kalau dirinya sudah bisa mengingat wajah asli istrinya. "Jadi satu minggu ini, kita harus bisa seperti pasangan suami istri lainnya. Bangunin aku, buatin aku sarapan dan lain lain." Amel mengangguk anggukan kepalanya dengan malas.

***

"APAA!!!" Amel membulatkan matanya dengan lucu. "Wah kacau lu, KACAU ANJIM!" Akbar menggaruk garuk pipinya dengan wajah serba salah.

"Ya gimana? Waktu itu nekat aja gitu." Amel menarik rambut Akbar dan memutarkan kepalanya. "AKBAR JAHAT! NIKAHIN ANA GA BILANG BILANG AMEL! AKBAR JAHAT!!!!" Gavin terkekeh dan menarik Amel.

"Udah sayang, itu si Akbar kesakitan." Ana sedari tadi hanya menduduk, tidak berani membuka suara.

Ana, Akbar, Gavin dan Amel sedang di taman belakang rumah orang tua Gavin. Akbar mengungkapkan kalau dirinya menikah dengan Ana saat ada perjalanan bisnis.

—FLASHBACK—

"Kita nikah," ucap Akbar dengan spontan. Ana menoleh ke arah Akbar.

"Tapi-"

"Lo mau bebas dan ga mau dihantui rasa bersalah sama Amel kan? Gua bakal buat lo jatuh cinta, karena dari dulu gua cinta sama lo!" Balas Akbar. Ana semakin terkejut.

"Gua pikir lo suka sama Amel, makanya gua ngerelain lo buat Amel dan ngubur perasaan gua buat lo." Akbar menatap Ana dengan terkejut.

"Kenapa?" Ana memainkan jarinya dengan gelisah.

"Yaa, kaya yang gua bilang. Lo keliatan suka sama Amel." Akbar mengambil tangan Ana dan meremasnya pelan.

"Gua sayang sama dia sebagai adik sendiri, gua dari dulu malah cinta sama lo, sampe sekarang." Ana menatap mata Akbar yang tidak ada sorot kebohongan dan itu membuat Ana tersenyum tipis.

"Jadi, lo mau kan?" Ana mengangguk anggukan kecil.

Pernikahan mereka dilaksanakan secara sederhana, orang tua Ana dan Akbar saja, karena ini salah satu misi Akbar. Dari awal memang sudah di rencanakan Akbar semenjak dirinya bertemu dengan Ana.

Apalagi Ana berucap kalau dirinya sebenarnya mulai dihantui rasa bersalah terhadap almarhum Amel, paldahal Amel belum meninggal. Akbar sengaja menyembunyikan itu, dia bekerja sama oleh orang tuanya dan Papanya Ana sendiri.

Ana memang hamil, tapi bukan di luar nikah. Amel mengandung setelah sebulan menikah dengan Akbar. Akbar sendiri senang, dan dia mencoba memberi pengertian kepada Ana untuk tetap mengaku dirinya Amel dengan alibi dia akan membantu Ana untuk mengungkapkan jati dirinya di depan Gavin.

—FLASHBACK—

"Maaf yaa Amel, gua ngerasa bersalah sama lo." Amel berdiri dan duduk di sebelah Ana lalu memeluk Ana dengan gemas.

"Gapapa bumil, seneng banget kalau ternyata ini bukan hasil zina."

Plak

Akbar memukul lengan Amel dengan gemas. "Gua ga sebrengsek itu ya," ucap Akbar. Amel mendengus "Iya iya maap."

Kebenaran sudah terungkap, tinggal menunggu Gavin ingat atau tidaknga terhadap wajah istrinya. Lalu Amel akan turun ke Indonesia untuk menemui orang tua angkatnya.

Ada beberapa kejanggalan dan hanya Amel yang tau kejanggalan itu.

***

avataravatar
Next chapter