20 Sakit & Perih

Dua bulan telah terlewat, dimana Richi mengatasi obat-obat di dalam tubuhnya. Sekarang dirinya telah tak berdaya menjalani pengobatan.

Dion terus memberinya semangat padanya. Setiap rasa yang didapat oleh Richi harus menahan rasa sakit luar biasa di bagiannya. Emosi secara berlebihan gejala di bagiannya kehilangan emosi dan diam diri.

Dion, Arga, Izan, Hans duduk di salah satu kafe menikmati kopi di tempat ini.

"Bagaimana keadaan Richi, sampai mana pengobatannya?" tanya Hans.

"Masih belum sempurna, tahapnya masih dalam penanganan. Dia sering mengalami rasa kejang dan sakit di kepalanya," jawab Dion

"Bagaimana keadaan Sisi, apa dia baik-baik saja?" Kali ini Dion menanyakan kabar Sisi.

****

Sisi sedang mengurus beberapa butiknya karena kesibukannya hampir lupa waktu untuk makan dan tidur. Demi mengejar deadline ia rela lembur mencapai target.

"Mbak makan dulu. Dari tadi belum makan apa - apa, pekerjaannya nanti baru dilanjutkan," tegur Rista.

Rista adalah karyawan baru di butik milik Sisi. Untuk butik di Surabaya sudah dia lepas, sejak kejadian setahun lalu, Sisi batalkan pertunangan dengan Arga. Lebih memilih untuk mengecewakan kedua kalinya, selama Richi meminta bertemu terakhir akan hari tunangannya.

Sisi tidak ada rasa untuk Arga, dia lakukan itu hanya untuk lari dari kenyataan, namun semua terjadi ketika bertemu dengan Richi kembali, rasa itu semakin lama, semakin terasa bahwa dirinya memiliki rasa untuk memperjuangkan kembali. Walaupun sudah lama berpisah.

Janji - janji yang telah mereka lewati bersama tetap akan ada sedikit kenangan di dalam Sisi. Sisi kembali ke kota yang dibesarkan bersama Richi, Sisi memang berencana berjumpa dengan Richi menggunakan nama keluarga angkatnya.

Jika tidak, Richi tidak akan datang menemuinya. Dion sudah banyak membantunya. Sehingga terjadi sebuah jalin cinta di antara mereka berdua. Sisi menerima Richi apa adanya sebaliknya Richi menerima dirinya apa adanya.

"Nanti saja, sedikit lagi selesai. Kalau kamu mau makan dulu. Makan saja, nanti akan saya makan jika sudah selesai semua," ucap Sisi tanpa menoleh pada karyawannya.

"Tapi, mbak. Mbak sudah tiga kali berturut-turut tidak makan siang. Kalau mbak sakit bagaimana? Nanti saya dimarahi sama Pak Arga lagi," sergah Rista

"Baiklah, mana bekalnya." Sisi akhirnya menuruti, ia tidak melanjutkan lagi pekerjaan.

Rista tersenyum, cukup ampuh hanya sebutan nama Arga saja sudah lembek. Sebenarnya Rista kasihan sama Sisi, kalau bukan karena permintaan Arga untuk menjaga Sisi. Mungkin Rista tidak akan ada di sini.

Kejadian dua bulan lalu itu memang buat Rista ikut membantu Sisi. Karena apa, Sisi terpuruk saat suaminya pergi begitu saja tanpa memberikan kejelasan. Alasan Arga meminta Rista membantu dirinya usaha butik agar Sisi tidak terlalu banyak memikirkan keadaan suaminya yang sedang dalam pengobatan penyakit kanker nya.

Rista sendiri heran, kenapa tidak beritahukan kepada Sisi kalau suaminya mengidap penyakit kanker otak. Kalau di beritahukan kemungkinan dapat memberi dorongan pada suaminya dan istrinya juga. Alasan dari Arga sih, suaminya tidak ingin menambah beban Sisi untuk yang kedua kalinya. Cukup Richi menanggung semua beban yang ada di dalam dirinya.

Semua kesalahan yang ada pada Richi dulu memang sudah terjadi saat dirinya mengalami tekanan. Akan tetapi, Rista sangat terharu mendengar penjelasan dari Arga kalau suaminya benar mencintai istrinya. Selama lima belas tahun cinta dari sebuah persahabatan menjadi sebuah rasa cinta amat yang dalam.

Mungkin Sisi juga sebaliknya akan memperjuangkan cinta seperti suaminya. Rista sangat iri sekali sama sepasang suami-istri ini. Kira-kira Rista bisa seperti mereka tidak ya. Rista sendiri tidak tahu arah siapa yang akan meminangnya. Arga suka sama Sisi. Rista cinta bertepuk sebelah tangan, untuk Rista sendiri tidak akan mudah patah hati. Karena dia sendiri tahu perasaan seseorang bagaimana.

Semoga saja Rista benaran dapat jodoh tulus padanya, berkorban untuk dirinya, selalu menerima kebaikan dan kelemahannya. Rista selalu berdoa agar doa itu benar terjadi dan nyata.

****

Richi sedang dalam keadaan mengamuk, rasa sakit di kepalanya cukup menyakitkan. Semua barang yang ada di ruangan rawat tersebut hancur di buatnya. Richi ingin menangis, dirinya tidak tahan menerima ini semua.

Dion segera menanganinya, Hans dan Arga terpaksa memegang kedua tangan dan kaki agar tidak meronta. Obat penenang memang tidak akan bisa membuat dia tenang. Namun, harus bagaimana lagi cara seperti jika di lakukan pasti akan bertambah parah.

"Sampai kapan dia seperti ini? Apa tidak ada cara lain lagi untuk menyembuhkannya?" Arga sangat marah, sahabatnya harus mengidap penyakit yang bahaya.

"Bisa saja, jika dia dioperasi. Kemungkinan kecil 75℅ kalau dirinya bisa bertahan hidup. Kalau kemoterapi mungkin bisa saja. Takut dia akan melupakan memori di dalam ingatannya. Apa kalian yakin bisa menerima nya?" Dion menjelaskan pada Arga.

Melihat kondisi Richi sebenarnya benar sangat memperhatikan, emosinya bisa naik turun apalagi setiap pendengaran, muntah, dan tubuhnya tahap demi tahap akan lumpuh seketika.

"Lakukan saja, asal dia sembuh. Dia harus ada di sisinya Sisi. Apa pun itu, dia harus sembuh." Arga memohon.

Dion menghembus nafasnya panjang, lalu menatap Arga kemudian.

"Aku juga ingin dia sembuh," ucap Dion.

Setelah semua diskusi secara cermat, Dion, Arga, Hans dan sanak keluarga untuk Richi memberikan doa agar Richi bisa sembuh dari penyakitnya.

****

Malam harinya, Sisi duduk di tepi pantai, hembusan angin malam menguliti tubuhnya. Setiap hari duduk di sini sendiri adalah tempat menenangkan hatinya. Seseorang mengaitkan tubuh Sisi dengan jaket hangat.

Sisi menoleh ternyata Arga, Arga ikut duduk di sebelahnya gemeresik suara air laut di malam hari. Sisi tetap diam di sana bulan dan bintang terang menerangi.

"Kamu merindukan dia?" Arga memulai bersuara dari tadi tak ada yang dikeluarkan oleh Sisi.

"Hmm ..." responsnya.

"Aku juga merindukannya, merindukan dirinya yang selalu bikin onar," ucap Harga mengingat memori saat pertama kali bertemu dengan Richi di bangku kuliah.

Sisi tidak merespons lagi, kalau di ingat lagi. Memang ia rindu banget sama Richi. Onar Nya memang bikin orang terus ketawa. Tapi, sekarang dia berbeda, telah berubah.

Arga sendiri semakin bersalah pada Sisi, kalau bukan permintaan Richi terakhir kali dirinya akan pergi menjauh. Mungkin Arga tidak akan mau menurutinya. Yang lebih menyakitkan adalah Sisi sendiri. Richi tega lakukan ini hanya menjaga hati Sisi.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Mungkin kamu bisa memberi dorongan untuknya. Hanya kamu yang bisa menyemangati dirinya," Arga mulai mengatakan sesuatu.

"Maafkan aku, Chi. Aku tidak bisa menepati janjimu. Hanya ini yang bisa aku lakukan agar kamu bisa berada di sisinya," batin Arga sebelum dia melanjutkan perkataannya.

"Soal apa?" Sisi bertanya,

"Mungkin aku terlalu jahat pada dirimu soal masalah yang aku sembunyikan. Tapi, aku harap kamu tidak membencinya ataupun segalanya. Karena aku tahu dia sangat tulus padamu hingga rela mempertaruhkan segala siksaan pada dirinya sendiri."

****

Sisi berlari di salah satu rumah sakit ternama. Setelah mendengar semua cerita dari Arga, Sisi sudah yakin bahwa Richi akhir ini bersikap aneh padanya.

"Sebenarnya Richi pergi bukan soal pekerjaan proyek, tapi, dia mengidap penyakit kanker otak. Dia sudah mendiagnosis penyakit saat acara pertunangan kita dulu dilaksanakan. Dia sendiri mengetahui karena setiap kali mendapat rasa sakit di kepala. Dia pergi meninggalkanmu di saat hari pernikahanku di resmi menjadi pasangan suami - istri. Dia sendiri datang menemuiku untuk meminta diriku menjagamu. Tapi, aku tidak bisa menggantikan posisi di mana kamu selalu ada untuk dia. Aku bersalah padamu telah merasakan semua padamu. Aku tidak bisa terus menyembunyikan penderitaan untuk dirimu. Richi membutuhkanmu. Kamu bisa pergi ke rumah sakit dimana Dion bekerja. Kamu bisa menanyakan kondisinya. Aku berharap cara ini dia bisa melawan penyakitnya yang selama ini dia dapatkan."

Sisi berlari tidak memedulikan yang lain tengah meminta dirinya untuk tidak berlari di saat pasien dalam istirahat. Dion baru saja keluar dari kamar pasien pemeriksaan.

"Dion...!" teriak Sisi dari jauhkan, Dion menoleh sesaat mendapatkan Sisi berlari kecil mendekatinya.

Dion bertanya - tanya sedang apa Sisi berada di rumah sakit dirinya bekerja.

"Dion, aku minta kamu jelaskan sejujurnya. Apa benar Richi menderita penyakit kanker otak?" Dion melebar kedua bola matanya siapa yang memberitahukan semua pada Sisi.

"Jawab Dion, apa benar Richi mengidap penyakit kanker otak?!" Sisi kembali bersuara nada sedikit meninggi membuat perawat meminta dirinya untuk tenang. Dion membiarkannya, Dion menutup matanya lalu kembali dibuka kedua matanya.

"Aku akan ceritakan semuanya. Tapi, aku harap kamu tidak mudah emosi. Karena di sini rumah sakit. Ikut aku."

Dion membawa Sisi ke kamar perawat di mana Richi menginap selama dua bulan ini. Sisi masuk ke dalam dan bisa ia lihat saksama Richi dalam keadaan tertidur pulas dengan kondisi tubuh semakin kurus dan wajah semakin pucat.

Dion menjelaskan semua tentang penyakit yang dialami oleh Richie selama berbulan-bulan. Sisi tidak dapat membendung air mata menatap wajah orang yang selama ini perjuangkan jiwa untuk dirinya. Sebegitu kejamkah Tuhan berikan penyakit untuk Richi.

"Maka dari itu, kami ingin membawa Richi ke Singapura untuk penanganan lebih lanjut. Aku berharap penyakit yang dia rasakan bisa disembuhkan. Jika kamu mengizinkannya, aku dan para Tim medis bisa melaksanakannya." ujar Dion kemudian.

Sisi cegukan dalam tangisannya, dia benar kecewa kenapa Richie tega menyimpan semua penderitaan yang dialami. Di elus wajah pucat itu, Richi merasakan sentuhan di kulit wajahnya sudah lama tidak merasakan nya. Richi membuka perlahan matanya di sana sosok orang yang tengah menangisi dirinya.

"Sisi ...." gumamnya menyebutkan nama Sisi.

Satu tangan diangkat menyentuh kepala Sisi yang tertunduk karena menangis. Sisi mengangkat kepalanya melihat Richi tengah menatapnya sendu.

avataravatar
Next chapter