17 Doa dan Harapan

Richi bangun tiba - tiba, merasakan kepalanya sangat sakit luar biasa. Sisi sedang tertidur pulas dan nyenyak. Richi segera masuk ke kamar mandi mencoba untuk membersihkan diri.

Namun bukan yang dia lakukan melainkan sesuatu yang benar sangat ingin di hancurkan. Denyutan kepalanya begitu hebat rasa sakit.

Di remas rambutnya sendiri menekan untuk menahan sakitnya di dalam otaknya. Kedua matanya memerah. Dia menatap cermin yang besar di depannya. Dia ingin menghancurkan cermin namun terus dia tahan.

"Aku mohon jangan sekarang! Demi dia Tuhan. Demi dia. Berikan aku waktu untuk bersamanya. Jangan sekarang! Jangan sekarang. Aku belum siap untuk pisah dengannya." Richi terus berdoa untuk tidak pisah dengan Sisi.

Mereka baru saja di pertemukan dengan rasa cinta yang mendalam. Richi tidak tahu harus bagaimana menghadapi rasa sakit ada tubuhnya. Dokter sudah memberitahukan pada Richi untuk setiap bulan mengecek penyakit nya agar tidak semakin parah.

Flashback on

Tiga bulan yang lalu...

Richi datang ke rumah sakit Medika sejahtera harapan. Dimana Dion praktik sekaligus bekerja di sana.

Richi mencoba memeriksa di bagian kepala yang sudah lama ia rasakan.

Dion mencoba memeriksa dan di Scan otaknya ada sesuatu yang membuatnya harus segera ditangani medis. Di bagian otak yang dihasilkan oleh Scan. Richie menderita kanker otak bisa dimainkan tumor otak.

Penyakit nya sangat berbahaya jika tidak segera. Namun, Richi tidak mempercayai jika dia harus mendapatkan penyakit pada dirinya.

"Aku harap kamu segera mengatasinya. Jika tidak penyakit yang ada di dalam otakmu akan menyebar lebih parah lagi. Jika ditangani lebih cepat. Kamu bisa hidup normal namun akan sedikit gangguan pada saraf di tubuhmu." ucap Dion menjelaskan.

"Jika aku tidak ingin di obati, apa aku bisa hidup lebih lama lagi?" Richi bertanya pada Dion.

"Aku tidak yakin, dari hasil pemeriksaan tumor tertanam di otakmu mulai menyebar. Gejala akan terjadi tahap demi tahap, mulai dari mual, sakit kepala, penglihatan kabur, merasa tidak terkontrol pada tubuhmu sendiri, tubuhmu akan semakin lemah dan pengarahan pada tubuhmu tidak akan berfungsi lagi. Bisa disebutkan mati rasa." jawab Dion memberitahukan pada Richi.

Richi sendiri tidak percaya atas jawaban dari Dion.

"Jadi usiaku tidak akan lama lagi?" Richie mulai ngelantur

"Jika kamu ingin hidup lebih lama, kamu bisa kemoterapi. Mungkin rasa itu akan sedikit menyakitkan jika tidak, Maaf aku tidak bisa membantumu hanya cara ini yang bisa aku beritahukan. Aku harap kamu mengerti. Segera tangani jangan sampai parah kamu menyesal." ucap Dion kemudian.

"Aku akan turuti kemauanmu. Tapi, aku mohon jangan beritahukan pada Sisi kalau aku mempunyai penyakit ini. Apa kamu bisa merahasiakannya?" Richi menatap Dion.

Dion mengerti perasaan Richi yang amat dalam untuk Sisi. Tentu dia tidak akan tega membuat Sisi menderita akan hal ini. Mungkin suatu saat nanti Sisi tahu semuanya. Semua yang ada pada diri Richi.

"Kamu tenang saja. Dia tidak akan tahu. Aku akan menunggu kedatanganmu untuk memeriksa penyakitmu."

Flashback Off

Richi terduduk di sudut tembok bawah wastafel. Rasa denyutan di otaknya mulai menghilang sedikit demi sedikit. Air mata terus mengalir, dia benar tidak ingin Sisi mengetahui penyakit yang dia rasakan.

Akan sulit jika dia tahu, mungkin dia tidak akan melepaskan dirinya pergi demi menghadapi cobaan itu.

****

Richi keluar dari kamar mandi, Sisi masih tertidur pulas tanpa ada yang benar mengganggunya.

Richie kembali di atas tempat tidur, mengusapkan rambut kepala Sisi yang wangi sampo miliknya.

"Maafkan aku, aku akan berusaha untuk selalu ada di sisimu. Maafkan aku jika harus menyembunyikan semua darimu. Hanya ini yang bisa aku lakukan. Agar dirimu tidak menangis setelah aku pergi nanti. Aku mengharapkan kita bisa kembali seperti dulu lagi. Aku ingin hidup kita tidak di pisah dengan cobaan yang salah. Aku mencintaimu sampai nafasku berhenti." Doa dari Richi untuk Sisi.

Pelukan hangat untuk Richi untuk Sisi. Sisi merasa hangat itu benar nyata dan takkan pernah terlepas lagi.

avataravatar
Next chapter