webnovel

Dorothy Perkins

"Bi-Bibi... Pelan-pelan.... Luk-Lukaku belum sembuh..."

"Tenang sedikit. Jika banyak bergerak lukamu makin parah."

Aku sedang memandikan keponakanku. Dia begitu kotor. Aku sudah lupa kapan terakhir kali memandikannya—Tidak, bukan aku. Aku tidak tahu kapan terakhir kali pemilik tubuh ini, Dorothy Perkins, memandikan keponakannya sendiri. Sehari sudah setelah aku berada di tubuh orang yang bernama Dorothy Perkins ini. Aku pun mewarisi ingatan Dorothy dengan sangat jelas.

Anak ini bernama Hyacinth Perkins, keponakannya Dorothy Perkins. Dia sudah bersama Dorothy sejak berumur 3 tahun. Hyacinth diserahkan kepada Dorothy oleh seorang misterius dengan jubah hitam saat terjadi badai pada malam hari 4 tahun yang lalu. Dari ingatan Dorothy, dia adalah anak dari satu-satunya adiknya, Camelia Perkins. Rambut panjang bergelombang yang berwarna putih perak Hyacinth sangat mirip dengan Camelia. Karena itu Dorothy yakin dia anak Camelia.

Dorothy telah menyiksa Hyacinth selama bertahun-tahun. Jarang memberi makan dan ketika memberi makan Hyacinth pasti makanan basi. Selalu mencabuti gigi Hyacinth karena ingin melihat Hyacinth terlihat jelek, dan suka mempecut Hyachint setiap sore.

Aku yang memiliki ingatan Dorothy ingin mencekik Dorothy dengan kedua tanganku sendiri. Ingatan Dorothy membuatku teringat akan sifat bajingan ayah setan itu.

"Bi-Bibi, apakah aku melakukan kesalahan?".

Aku mengeringkan rambut Hyacinth dengan sedikit kasar karena rambutnya yang kusut dan lepek hingga susah dikeringkan. Tidak ada seperti hair dryer atau alat pengering. Bukan karena Dorothy miskin tapi ditempat aku tinggal, tidak, di dunia yang aku tinggali sekarang berbeda 360 derajat dengan duniaku sebelumnya. Dunia ini seperti era kerajaan abad ke-15. Rumah kayu, pakaian kuno, dan hanya ada buku sebagai hiburan. Aku yakin sedang berada di dunia lain karena saat aku melihat buku-buku di ruang baca yang Dorothy miliki banyak nama cendikiawan asing. Lalu ada buku tentang sihir di rak buku milik Dorothy.

Setelah badan Hyacinth bersih dan tidak ada kotoran di tubuhnya lagi aku mengobati lukanya dengan salep hijau yang aku beli di pasar. Setelahnya aku memakaikan baju yang baru aku beli untuknya. Dorothy tidak miskin tapi dia gila harta. Jadinya dia lebih mementingkan perhiasan di tubuhnya ketimbang mengurus keponakannya. Aku menjual permata delima milik Dorothy dan menggunakan semua uangnya demi membeli baju untuk Hyacinth.

"Aku tidak pantas menggunakan ini...," ucap Hyacinth.

"Aku sudah membelikan ini untukmu. Mahal itu. Gunakan atau kubakar."

Masalah utama sekarang, sifat dan mulut jahanamnya Dorothy terkadang aku tiru. Tapi tidak berlebihan seperti Dorothy dahulu. Seperti tubuhnya tidak ingin kehilangan semua janahamnya Dorothy.

Aku menggendong Hyacinth dan membawanya ke kamarku. Aku tahu dia gemetaran saat aku membawanya ke kamarku. Dorothy suka mempecut Hyachint di kamarnya sambil tertawa. Cegil, tidak, Dorothy Perkins itu sakit jiwa.

Aku menaruh Hyacinth di atas kasur lalu membuka isi belanjaanku untuk mencari sisir anak, ikat rambut, dan pita rambut. Saatnya membuat keponakan baruku menjadi menawan dan cantik rupawan!

Butuh 15-30 menit untuk membuat Hyacinth seperti anak-anak di usianya... Setidaknya ini standarku sendiri karena refrensiku tentang anak-anak di usia Hyacinth dari dunia lain. Tapi aku terpesona oleh kecantikan dan keimutan Hyacinth. Dia seperti malaikat yang diturunkan untuk aku rawat!

Walaupun aku bukan Dorothy Perkins yang sesungguhnya, tapi sekarang aku adalah bibinya. Dorothy Perkins yang dahulu sudah menghilang. Aku akan membayar dosa-dosa Dorothy kepada Hyacinth selama ini.

"Akhirnya kau terlihat seperti manusia," ucapku judes.

Ini bukan keinginanku. Mulut dan nada bicara Dorothy memang kurang ajar. Aku mengambil kaca dan memberikannya kepada Hyacinth. Dia melihat dirinya sendiri di kaca dan terpukau oleh kecantikan dan keimutannya sendiri.

Ingin ku peluk, namun tidak bisa. Luka Hyacinth kepada Dorothy masih terlalu dalam dan masih lama untuk menyembuhkannya. Jelas dia tidak akan percaya kepadaku secepat itu.

"Hyacinth, ke ruang makan. Aku lapar."

Hyacinth melihatku dengan ketakutan. Dia menaruh kacanya di atas kasur dan segera berangkat menuju ruang makan. Ini semua karena jalang Dorothy Perkins. Setiap Hyacinth disuruh Dorothy ke ruang makan itu artinya Hyacinth harus memasak untuk Dorothy dan jika tidak Dorothy akan menjambak rambut Hyacinth.

Aku segera menyusul Hyacinth ke ruang makan. Dia seperti terburu-buru menyalakan api. Aku menarik tangannya dan mengambil pemantik api.

"Tidak perlu. Aku sudah beli makanan," ucapku lalu menggendongnya lagi secara perlahan dan menaruhnya di kursi makan. "Mulai sekarang kita akan makan bersama. Jangan pernah lagi memasak, aku yang akan memasak kedepannya. Kamu tinggal nikmati dan kenyang saja."

Datar dan tidak memiliki aura kemanusiaan sekali Dorothy. Awalnya aku membenci jiwanya, sekarang aku membenci tubuhnya yang aku rasuki. Tubuhnya tidak lupa pemilik awalnya.

"T-Tapi jika tidak bibi akan memukulku."

"Tidak lagi. Aku sudah bosan. Sekarang kamu ikuti saja apa yang aku bilang."

"B-Baik..."

Aku duduk di kursi dan menghadap Hyacinth. Aku mulai makan namun Hyacinth tidak. Dia hanya mengamati aku sedang makan. Teringat lagi kelakukan Dorothy si Jalang yang tidak memperbolehkan Hyacinth makan bersamanya.

"Jangan melihat aku, makan saja. Nikmati apa yang di piringmu. Jika kurang katakan saja, jangan sampai kamu kelaparan."

Hyacinth terperanjat. Dia melihatku sambil ketakutan. Perlahan dia menyentuh makanan yang ada di piring. Saat sesuap, terlihat wajahnya yang seperti mengatakan jika makanan yang dia makan sangat nikmat. Tanpa pikir panjang, dia makan semua yang ada dipiringnya. Aku senang melihatnya makan dengan lahap.

Setelah makan aku membiarkan Hyacinth bermain di luar besama temannya. Yang sedikit tidak terduga adalah sifat waspada teman Hyacinth.

"Apa yang kau lakukan kepada Cint?".

Aku melihat teman Hyacinth yang sedang memeluk Hyacinth dengan erat. Mukanya menunjukkan permusuhan kepadaku.

"Jangan terlalu sore bermainnya. Jika ada yang menggangu kalian, berteriak lah. Aku akan datang dan menolong kalian," ucapku.

"Jangan sok seperti malaikat. Aku dan Hyacinth tidak akan tertipu oleh ucapan manismu."

Kemudian dia menyeret Hyacinth pergi dari rumah. Imutnya. Aku senang Hyacinth memiliki teman yang sangat peduli padanya.

Ngomong-ngomong... Panggilan Hyacinth itu Cint? Imut juga.

Aku memutuskan untuk pergi ke kota untuk melihat-lihat tata letak dan arsitektur kota lebih lanjut. Tadi pagi saat membeli makanan dan baju untuk Hyacinth, aku tidak bisa fokus pada hal lain. Aku juga berencana untuk pergi ke toko sihir untuk mempelajari lebih lanjut soal sihir.

Sihir loh sihir! Yang bisa mengeluarkan api, angin, dan lain-lain! Aku bisa saja seperti Herman Patter lalu mengalahkan Dalledor! Aku bisa membayangkan aku mengeluarkan api dari tongkat sihir! Aku tidak sabar belajar sihir.

Kesampingkan soal sihir, kota yang aku tinggali ini bernama kota Haronie sekaligus salah satu kota terbesar di Kekaisaran Xamonia. Wilayah Haronie dikuasai seorang Duke muda bernama Duke Kaden Kalister, semua orang di kota sangat menggagumi dia. Terutama para gadis karena Duke Kalister sangat tampan. Aku belum pernah melihat wajahnya tapi semua tentang Duke Kalister aku dapat dari ingatan Dorothy Perkins. Si cegil Dorothy dulu pernah berencana untuk mendapatkan Duke Kalister dan menikahinya namun gagal karena Hyacinth datang di hidupnya.

Arsitektur kota ini seperti era-era medieval Eropa pada abad ke-15. Banyak juga tipe rumah yang hampir mirip seperti rumahku. Pasar tradisional sangat ramai dan banyak makanan yang dijual. Makanan pasar disini unik-unik dan aku tidak pernah melihatnya. Aku ingin mencoba semua makanan disini kecuali sate tikus mata merah. Tikus mata merah adalah pengerat yang hidup di sekitar selokan di kota ini dan jadi makanan favorit warga sekitar. Ini pula jadi makanan favorit Dorothy Perkins, tapi mulai hari ini, sebagai Dorothy Perkins yang baru aku tidak akan pernah lagi makan makanan aneh itu.

Setelah puas melihat-lihat kota, aku berhenti di sebuah toko sihir yang letaknya tidak jauh dari area pasar. Aku memasuki toko sihir itu dan melihat banyak sekali alat-alat serta buku sihir yang biasanya aku lihat di film Herman Patter. Tongkat sihir, topi sihir, rompi sihir, bola sihir, segalanya sihir. Aku jadi semakin tertarik untuk mencoba sihir.

Aku pergi ke sebuah rak yang berisi tongkat sihir. Terbuat dari kayu namun tidak sembarang kayu sepertinya karena tekturnya sangat lembut dan enak untuk digenggam.

"Permisi tuan, berapa harga tongkat sihir ini?," tanya ku sambil memegang tongkat sihir.

"Hmm? Itu? 5 perunggu."

5 perunggu itu sekitar... 50000 rupiah. Hanya ada tiga jenis mata uang di dunia ini: perunggu, perak, dan emas. 1 perunggu itu 10000 ribu, 1 perak itu 100000, 1 emas itu 1000000. Jika ada 10 perunggu bisa ditukar menjadi 1 perak, berlaku ke perak juga dan tidak untuk emas. Aku sedang membawa 10 perunggu dan 1 silver. Aku membawa lumayan banyak uang untuk membeli makan malam dan mainan untuk Hyacinth.

Aku memutuskan untuk membeli tongkat sihir ini. Aku bergegas pergi ke kasir. Tapi tiba-tiba muncul seseorang berbadan besar melewatiku dan berada di depan kasir. Aku terkejut dan diam sesaat.

"Aku mencari sihir untuk menemukan seseorang yang telah hilang selama 4 tahun."

"Ada. Harga 15 emas."

Suara pria. Dia memakai jubah yang menutupi seluruh tubuhnya. Aku tidak bisa melihat wajahnya. Aku akan menegurnya karena telah menyerobot antrian. Tidak peduli apa, siapa, dan kenapa dia menyerobot antrianku.

"Permisi, tuan yang terhormat. Apakah anda tahu apa itu mengantri?," ucapku sambil menepuk pelan punggungnya.

Dia membalikkan badannya. Dia menyingkap tudung kepalanya dan memperlihatkan wajahnya. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?".

Next chapter