1 Permulaan

Apakah seseorang pernah merasakan kejadian aneh seperti yang saat ini sedang aku alami?

De Ja Vu?

Bukan, ini benar-benar bukan De Ja Vu.

Tapi kenapa aku merasa ini seperti De Ja Vu?

Seolah-olah, perasaanku pernah mengalami kejadian yang lalu padahal aku belum pernah mengalaminya.

Jika De Ja Vu hanya berlangsung sementara saja, itu semua tidak dengan yang kurasakan. Aku, bisa mengetahui kejadian setelahnya. Semua itu kudapatkan melalui perasaan aneh yang tiba-tiba muncul dan menyakiti hatiku.

Jika tidak kuhentikan, jika tidak aku ubah, dan jika kubiarkan saja, kejadian tersebut akan menyakitiku terus-menerus. Aku bahkan tidak akan sanggup menahannya lalu berakhir tak sadarkan diri.

Tapi sungguh,

Ini hanyalah sebuah perasaan. Aku bahkan tidak bisa melihat kejadian yang sesungguhnya meskipun hanya di dalam mimpi saja. Dan lagi, Aku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

Apakah aku memiliki indera keenam?

Mungkinkah aku bisa melihat masa depan?

Tidak,

Bukan itu yang kumiliki.

Tetapi sepertinya aku memang bisa melihat masa depan, hanya saja tidak sejelas dengan kejadian yang sesungguhnya.

Perasaan yang kualami secara tiba-tiba ini dan aku tidak mengetahui maksud darinya, aku yakin dan sangat yakin bahwa karena bertemu dengannyalah maka ini semua terjadi.

**************

Aku menabraknya.

Laki-laki itu terbaring lemah, dia yang bertubuh kurus terlihat mengerang kesakitan. Wajahnya pucat, darahnya juga mengalir keluar dari dahi kepala.

Aku kesal, hari itu sangat kesal karena dia sangat menggangguku yang harus terburu-buru mengunjungi acara pelantikan penerimaan jabatan Direktur utama dari laki-laki yang kucintai.

Karena tidak ingin datang terlambat, aku memanggil bawahan ayahku dan menyuruhnya untuk menyelesaikan masalah serta memberikan uang kepada laki-laki yang berjalan tidak waspada itu, lalu pergi meninggalkannya.

Beberapa jam setelah kejadian itu, perasaan aneh ini tiba-tiba menimpaku.

Aku, bisa mengetahui bahaya yang akan terjadi pada laki-laki yang telah kucari tahu tentangnya itu.

Laki-laki itu adalah seorang laki-laki sederhana, bukan, mungkin bisa dikatakan sulit, karena memiliki hutang yang sangat banyak. Bahkan para penagih hutang selalu datang lalu menggedor pintu rumahnya.

Nama laki-laki itu adalah Arkas. Tubuhnya kurus sekali meskipun begitu dia terlihat sangat tinggi. Rambutnya selalu tampak rapi tetapi kulitnya tidak terlalu putih. Bola matanya coklat, dan alisnya panjang melengkung. Dia tampan bahkan terlihat memiliki kharisma sendiri sebagai seorang laki-laki sejati.

Arkas adalah anak pertama yang memiliki dua orang saudara perempuan. Kedua saudara perempuannya sudah bekerja tetapi tidak satupun dari mereka yang mudah diatur dan justru karena terlalu bebas, mereka berdua tidak pernah pulang ke rumah. Begitulah kira-kira kata tetangga yang sudah bertahun-tahun mengenal mereka.

Laki-laki itu selalu berganti pekerjaan. Mulai dari Montir bengkel, Pelayan restoran, Pengantar galon air mineral, bahkan ia selalu menyempatkan waktu untuk melamar pekerjaan di perusahaan besar tetapi tidak ada satupun perusahaan besar yang mau menerimanya. Lebih tepatnya, Laki-laki itu selalu berada dalam kesialan. Dan nasib sial yang lainnya adalah ayahnya pergi entah kemana dan menjadi penyebab banyaknya hutang yang harus ia lunasi.

Saat ini hanya ibunyalah satu-satunya keluarga yang masih bersamanya tetapi sayang, Ibunya terkena penyakit stroke dan dia tidak bisa bangun dari tidurnya atau bahkan berbicara sekalipun.

Semua, Semua karena hari sial itu, kini aku harus berurusan dengannya.

"Ehmm." Suara laki-laki di depanku, kudengar. Ia mendehem karena bosan.

Ah, iya.

Aku belum memperkenalkan diri.

Namaku Aria Anderston. Aku adalah Putri satu-satunya dari putra pendiri salah perusahaan manufaktur ternama di negaraku dan memiliki beberapa cabang perusahaan hingga sampai ke benua Asia.

Saat ini, aku sedang duduk di hadapan tunanganku. Memutar-mutar pipet minuman di dalam gelas dan sesekali aku mengangkatnya.

"Sekali lagi, aku katakan bahwa aku tidak berniat menikah denganmu." Ahhh, terjadi lagi. Kali ini aku yang mengatakannya. Dia terlihat terkejut, mungkin dia tidak menyangka bahwa aku akan mengatakan hal yang seharusnya dia katakan itu, "begitu bukan, maksudmu?" dia memandang aku tampak sangat tidak menyenangi.

Aku bisa berbicara seperti itu karena perasaan yang kualami setelah bertemu dengan Arkas. Aku bisa mengetahui masa depanku dan juga masa-masa kesialan yang akan terjadi pada Arkas. Tetapi hanya itu saja yang kuketahui dan belum mengetahui apa yang akan terjadi kepadaku untuk selanjutnya.

"Kalau kau sudah paham, Hm, harusnya kau jangan mengajakku bertemu. Aria, bisakah kau tidak membuang-buang waktu?" Tunanganku, Huh, aku sampai menghela nafas berat karena menahan rasa sakit di dalam hati. Tunanganku, dia sangat membenciku padahal kami adalah teman dari dulu.

Sejak masih kecil, Aku sangat menyukainya tetapi, sayang, cintaku tidak pernah terbalaskan. Meskipun demikian, dia tidak pernah dekat dengan wanita manapun, karenanya aku masih memiliki harapan.

Sebenarnya bukan karena tidak mau dekat dengan wanita lain, hanya saja, mungkin dia tidak berniat untuk dekat dengan mereka.

Mungkin juga itu semua karena aku.

Tunanganku adalah Suan Dikintama. Dia adalah sosok sempurna bagiku. Aku selalu mengikuti dimanapun ia belajar di masa lalu. Tubuhnya tinggi karenanya aku berusaha keras untuk meninggikan tubuhku agar bisa sempurna menjadipasangannya. Wajahnya begitu tampan, dia sering menurunkan poninya tetapi jika sedang bekerja, poninya ia angkat dan sisir dengan rapi. Suan memiliki bola mata berwarna hitam yang sangat lekat, alisnya juga lumayan tebal. wajahnya yang sangat menawan membuatku tergila-gila padanya sejak dari pertama kami bertemu.

Suan, dia merupakan Putra pertama dari pemilik perusahaan software terkenal yang telah lama berteman dengan ayahku. Dia memiliki saudara dan saudaranya sangat dekat denganku bahkan di masa lalu kami bertiga selalu bermain bersama.

Tetapi lama kelamaan Suan mulai berubah, terlebih lagi ketika dia telah mengambil alih kendali perusahaan keluarganya.

Suan, demi mengendalikan perusahaan keluarganya, ia menyetujui pertunangan kami dan akhir tahun ini kami akan segera menikah.

Aku sangat bahagia, aku tidak peduli jika dia tidak pernah mencintaiku, meskipun harus membuat perjanjian bahwa pernikahan kami hanyalah pernikahan sesaat saja dan dia juga membebaskanku untuk menyukai siapapun yang aku mau serta aku tidak boleh sedikitpun ikut campur dalam urusannya.

Tidak masalah, bagiku tidak masalah, Sungguh.

Menyedihkan bukan?, Aku ini.

Jika aku keberatan, dia akan menolak pernikahan kami dan lebih memilih untuk mengambil alih cabang perusahaannya yang lain lalu pergi dari negara ini.

Bagiku, dekat dengan Suan walau hanya sebentar saja, sudah sangat membuat hatiku bahagia. Aku akan berusaha membuat Suan mencintaiku setelah menikah nanti, Sungguh, aku tidak akan pernah menyerah.

Ah benar.

Aku sudah menyadarinya. Alasan aku bertemu Suan hari ini karena wanita dari kalangan biasa yang baru saja bekerja di perusahaannya, akan menghancurkan pernikahan kami di masa depan. Aku mengetahui masa depanku, aku mengetahui bahwa wanita tersebut akan menjadi sekretarisnya lalu setelah Suan menikah denganku nanti, wanita itu akan menjadi wanita simpanan Suan hingga kami berpisah dan mereka hidup bahagia bersama.

Tidak akan kubiarkan.

Meskipun aku belum pernah melihat wajah wanita itu, aku tidak peduli. Yang harus aku lakukan sekarang adalah menghentikannya sebelum dia berhasil menjadi sekretaris Suan.

Itulah perasaanku. Sekali lagi kubilang, jika aku tidak menghentikannya maka hal tersebut akan terjadi dan pernah terjadi.

"Terima aku!, Aku ingin bekerja di perusahaanmu." Aku yakin, dengan bekerja di perusahaan Suan, aku pasti bisa menemukan wanita tersebut.

Jika benar sekretaris lama Suan telah diganti, maka sudah pasti, penggantinya adalah wanita belahan jiwa Suan itu.

Dan aku harus menyingkirkannya secepat mungkin.

"Kau bilang apa?"

"Aku ingin bekerja di perusahaanmu." Aku menjawab pertanyaan Suan, dia terlihat sangat terkejut. "Aku janji, aku tidak akan membuat kekacauan dan juga aku pasti akan menyembunyikan identitasku." Aku berusaha meyakinkannya, aku harap dia menerimaku agar aku tidak perlu bersusah payah untuk merayu ayahku karena ayahku pasti tidak akan mungkin mengizinkannya.

"Lebih baik kau bekerja saja di perusahaan ayahmu, Perusahaanku tidak menerima wanita manja sepertimu."

"Aku butuh uang untuk membayar hutang, kalau bekerja di perusahaan ayah, dia tidak akan pernah menambah uang sakuku lagi."

"Hutang?" Suan terlihat terkejut. Setelah ini dia mungkin akan mencari-cari kesalahanku untuk menggagalkan pernikahan kami.

"Benar, jangan bilang ayah, Sekarang kau tahu rahasiaku, bukan?, jadi seharusnya kau tidak perlu khawatir lagi jika aku akan berbuat kekacauan."

"Bagaimana mungkin kau memiliki hutang?"

"Kau bilang kita tidak harus saling ikut campur urusan masing-masing, iyakan?, jadi kau tidak perlu mengetahuinya, hanya..," Aku mencoba sekuat tenaga untuk menyembunyikan kebohonganku,"...biarkan aku bekerja di perusahaanmu saja, Suan." Aku menatapnya.

Aku, merindukannya.

Aku alihkan pandanganku ke arah lain seperti sebelumnya lagi karena aku tidak sanggup menahan perasaan yang sangat menyiksa ini.

Sungguh, Aku sangat mencintainya.

Adakah orang yang dapat memahami perasaan tulusku ini?

Ahhhh..Sekalipun mataku berkaca-kaca, itu percuma saja. Suan, dia tidak akan pernah merasa iba terhadapku karena sedikitpun di dalam hatinya, tidak pernah ada aku di sana.

"Kau memakai narkoba?"

"Mana mungkin aku memakainya." Pertanyaan semacam apa yang dia lontarkan. Berani sekali dia mengatakan bahwa aku memakai barang mengerikan seperti itu, padahal aku telah bersusah payah menjaga diri hanya untuk menjadi wanita sempurna baginya nanti.

"Jadi kenapa kau memiliki hutang?" Suan mulai mengeraskan suaranya. dia marah?, tidak, mengapa dia harus marah?, bukankah dia tidak pernah menyukaiku?, sedikitpun tidak pernah."Suan, ada apa denganmu?, kenapa kau terlihat sangat marah, apa kau mengkhawatirkanku?" aku tanya saja langsung padahal aku tahu, pertanyaanku mungkin tidak berguna.

Wajah Suan mulai berubah, dia memegang dahinya dengan jari-jari tangan, "tidak bisa." lalu menolak permintaanku.

"Aku mohon Suan!" Kenapa Suan selalu seperti itu?, astaga, begitu takutkah dia jika aku mengacaukan hidupnya ataupun ikut campur dalam masalahnya?

Tidak." Suan, dia sungguh sangat menyebalkan, dia bahkan berani pergi meninggalkanku begitu saja.

"Jadi cleaning service sekalipun tidak masalah, asalkan aku bekerja di sana?"

"Aria, apa tujuanmu sebenarnya?"

Hm, benar,

Begitulah Suan, dia tidak pernah percaya denganku. Dia, selalu menganggap aku akan menghancurkan hidupnya.

"Aku hanya ingin mendapatkan uang saja. Suan, Kau mengenalku, bukan?" begitulah cara terakhirku untuk meyakinkannya.

***********

Pagi yang cerah.

Udara kota memang tidak pernah sejuk. Bahkan hanya untuk sekedar menarik nafas saja, terasa hangat.

Mungkin karena Ozon yang semakin hari semakin menipis maka dari itu cahaya matahari terasa semakin panas, dan juga pepohonan di tengah-tengah jalanan kota sepertinya tidak cukup untuk menampung zat karbondioksida yang dikeluarkan dari begitu banyaknya asap berbagai kendaraan.

Saat ini aku sedang duduk di depan Suan dan para karyawan perusahaannya yang ditugaskan untuk mewawancaraiku.

Kemarin, aku berhasil meminta bantuan Suan untuk memberikan pekerjaan kepadaku.

Benar.

Sejujurnya bukan karena uang aku ingin bekerja di sini. Tujuanku sebenarnya adalah untuk mengubah apa yang akan terjadi menurut perasaan yang aku telah alami.

Perasaan aneh ini, Mungkinkah ini keberuntungan ataukah malah sebaliknya?

"Aria!"

Astaga, aku lupa.

Karena memikirkan rencana untuk memisahkan Suan dengan sekretaris barunya yang ntah kapan datang, aku jadi tidak fokus dalam wawancara.

"Bagaimana tadi pertanyaannya?" Aku bertanya, aku sangat yakin bahwa saat ini Suan pasti sedang marah kepadaku. Terlihat sekali dari bola matanya.

Ahhhhhh....

Akkhhh..

" Sakit, Sakit sekali." Aku berteriak, rasanya memang begitu sakit.

Meskipun aku sudah memegang dadaku dan menekannya, tetap saja masih terasa sakit.

"Nona Anderston!" Aku tidak mempedulikan panggilan karyawan Suan.

"Nona, ada apa dengan anda?"

"Direktur, nona Aria..."

"Direktur, kenapa dia malah pergi bukan membantu tunangannya?" Suan meninggalkanku, padahal saat ini aku sedang butuh bantuan.

"Dia hanya berpura-pura. Kebohongannya itu terlihat begitu menjijikan." Dia juga sempat melayangkan hinaan seperti biasanya.

Rasa sakitku semakin bertambah karena ucapannya.

Akkhhh,, Semakin sakit.

Aku tahu kenapa rasa ini bisa terjadi.

Itu semua karena pasti, laki-laki itu sedang dalam bahaya.

Aku, sungguh sangat membenci perasaan menyakitkan ini.

************

Arkas, dia mungkin akan segera mati jika aku tidak menolongnya.

Saat ini aku terus berlari menuju ke mobilku, lalu ketika aku sampai, segera aku mengemudikannya menuju tempat keberadaan Arkas. Aku tahu dimana dia karena perasaan ini yang memberitahukannya.

Arkas, dia ada di Stadion Sepak Bola, pusat kota.

Hm, konyol bukan?

Dan yang lebih konyolnya lagi, rasa sakit ini akan berkurang jika aku memikirkannya.

Perasaan ini telah memberitahukan kepadaku bahwa Arkas tadinya sedang menjual makanan dan minuman di sana lalu penagih hutang datang menghampiri serta memukulinya, dan sekarang aku yang ikut menderita.

Kenapa aku?, kenapa harus aku?

Sudah dekat, haa.. haa.. sakit sekali.

Sekarang aku memakirkan mobilku di tempat yang tidak seharusnya.

Aku melihatnya, bahkan aku tahu posisi dia berada saat ini. Luar biasa perasaan menjijikan ini, Bukan?

Kenapa?

Kenapa tidak ada seorangpun yang berani menolongnya?, kenapa harus aku yang tersakiti?, Sial.

Aku terus berlari hingga datang mendekati.

Paaaaaaakkkkk

Akhhhhh..

"Sakit sekali bodoh." Bentakku keras. Aku marah, aku marah pada salah seorang preman penagih hutang yang akan memukul Arkas dengan Kayu dan aku menahannya.

Salah seorang dari mereka mencoba memegang daguku. Aku mundur perlahan.

Ahhhh...

Tidak bisa.

Arkas sedang tergeletak lemas di belakangku. Bagaimana ini?, aku tidak bisa mundur.

"Apa yang kau lakukan disini, Aria?" Syukurlah, syukurlah dia ada di sini.

Cecilia, Dia adalah adik perempuan Suan.

Tidak diragukan lagi, karena dia adalah penggemar olahraga, sudah pasti dia akan datang ke acara pertandingan sepak bola antar provinsi negara yang saat ini mungkin sedang berlangsung.

"Cecil!"

"Hooooiii, apa yang ingin kalian lakukan pada kakakku?" Cecil marah, dia menghentikan tangan laki-laki besar di hadapanku ini dengan menggenggam pergelangan tangannya. "Jangan sentuh dia!" Baaaakk...

Cecil hebat, Syukurlah.

Cecil memang ahli dalam hal seni bela diri, saat ini dia bahkan telah berhasil menjatuhkan laki-laki besar di depanku tadi dan mengambil kayu yang aku tahan sebelumnya.

Semakin banyak orang terlihat mengelilingi kami tetapi aku tidak peduli lagi, yang terpenting rasa sakitku telah berkurang dan sekarang aku akan menolong Arkas.

Baaakkkk... bukkkk..

Cecilia, meskipun dia kuat, tetapi tubuhnya sangatlah kurus. Memang dia tinggi tapi tetap saja dia terlihat lemah.

Rambutnya juga pendek sebahu dan dia sering mengikatnya. Meskipun seperti laki-laki, sebenarnya dia lebih menyukai perlengkapan wanita dibandingkan dengan perlengkapan laki-laki.

Aku dan dia sudah berteman sejak kecil.

"Arkas, kau baik-baik saj...?"

"Jangan sentuh aku!"

Haaaaa....

Kenapa dia malah marah denganku?, bukankah aku sudah berbaik hati datang dan menyelamatkannya? "Karena kau, sekarang aku jadi susah bergerak. Pergilah kau, menyusahkanku saja!" Ada apa dengan laki-laki ini, dia bodohkah?, Kesal sekali.

Mungkinkah semua laki-laki seperti ini?, Suan juga begitu. Sial, brengsek.

"Kami tidak akan berhenti sampai dia membayar hutangnya." Laki-laki bertubuh besar yang jatuh itu membuka suara, dia yang kini telah berdiri di hadapan Cecil, memberikan sebuah lembaran kertas kepada sahabatku itu.

"Minggir kau, wanita brengsek!" Arkas menghinaku lagi.

"Kau bilang apa?" Cecil mulai terpancing emosi, dia bergerak cepat menghampiri laki-laki yang telah mendorongku menjauh ini. "Kau tadi bilang apa?" sahabatku ini bahkan sampai menggenggam kerah kemejanya.

Tidak bisa,Aku tidak bisa membiarkannya memukul Arkas karena bisa membuatku merasa kesakitan lagi.

"Tenang Cecil, Tenanglah dulu, memang benar aku yang salah, jadi lepaskan dulu ya!" aku coba menjadi penengah, tapi tetap saja Arkas tidak suka.

Seorang laki-laki bertubuh besar lain tampak masih mencoba untuk meraih kerah kemeja yang Arkas kenakan. "Mau apa?" Arkas melawannya. Wah, laki-laki itu memang sudah gila.

"Kenapa kau malah membelanya, Aria?" Cecil malah membentakku marah. Menyebalkan sekali mereka ini.

"Minggir!"

Haaaaa.... Kenapa Arkas malah menyingkirkan aku yang sedang melindunginya?, Sial. "Pukul saja, ini" dia malah menunjukan pipinya. Pasti, dia ini memang benar-benar gila.

Jangan, jangan dipukul. Aku tidak mau merasakan sakit lagi.

Aku masih ingin menikah dengan Suan.

"Be.. be..berapa?" aku mulai gemetaran, sangat takut, takut sekali, "... be..berapa banyak hutangnya padamu?"

"Wooiii!" Arkas membentak, sepertinya dia tidak menyukai pertanyaanku kepada laki-laki besar ini.

"3 miliyar."

"Ti.. ti.. tiga Miliyar?"

"3 miliyar, total semua hutang dan bunganya adalah 3 miliyar." Ha.. gila, aku bisa gila.

"Aria, kau mau apa?"

Cecil tampaknya sangat mengkhawatirkan aku.

"Ak..aku bayar, " aku tidak peduli lagi, aku hanya tidak ingin mati. "aku.. aku akan bayar 50juta dulu."

"Aria!" tanpa mempedulikan kemarahan Cecil, aku raih ponselku, "Berapa nomor rekeningmu?"

"Aria!"

"Apa yang kau lakukan?" Arkas bahkan ikut bereaksi. Hoi, berpikirlah!, bukankah aku sudah berbaik hati padamu saat ini?, harusnya kau lebih bisa bersikap lembut kepadaku. "Apa yang kau lakukan, wanita merepotkan?" Terserahlah kau mau berbicara apa lagi, aku lelah.

"Sudah kukirim." Yang terpenting hari ini aku tidak mati ataupun menderita.

"Aria!"

"Kau.."

Aku tinggalkan saja mereka semua, aku sudah lemah menahan rasa sakit di dada yang anehnya Sekarang sakit itu malah telah menghilang.

Itulah penderitaanku saat ini. Sungguh, kenapa aku harus menderita seperti ini?

avataravatar
Next chapter