4 BAB 4 - TITIK AWAL

"El… kita balik lagi?" tanya Anna sembari menatap El tak percaya.

El balik menatap Anna tak percaya, "Tenang, oke? Mungkin karena ini udah malem jadi gue gak konsen."

Sebenarnya El merasa khawatir dan tak tau akan apa yang telah terjadi. Akan tetapi El harus menyembunyikan semua ketakutannya dari Anna.

"Berhenti ngeyakinin gue, gue tau segalanya. Bukan lo yang gak konsen tapi emang pada dasarnya kita balik lagi ke tempat semula tanpa kita sadari," tutur Anna mencoba merasakan apa yang El rasakan.

"Kita sembunyiin ini dari anak-anak," kata El meyakinkan Anna. Bukan tanpa alasan El mengatakan itu pada Anna.

"Lo serius? Lo pi--

"Mereka gak akan percaya sama kita!" tukas El membuat Anna diam. Memang pada dasarnya mereka semua tak akan percaya pada El dan juga Anna. Atau lebih tepatnya Serli akan merasa tersinggung dengan apa yang mereka bicarakan.

El berbalik menatap Anna, memegang kedua pundak Anna sembari menatapnya begitu dalam, "Sekarang kita masuk, gue janji gue bakal selalu jagain lo… Gue gak bakal biarin lo kenapa-napa, oke?"

Cup!

Setelah mengecup singkat kening Anna, El beralih membuka sabuk pengaman di tubuh Anna. Setelah itu El keluar dari mobil dan sedikit berlari membukakan pintu penumpang untuk Anna.

"Lo gakpapa kan? Setidaknya sampe besok siang?" tanya El yang dapat diangguki oleh Anna. El merasa lega saat menyadari anggukan dari Anna.

***

Di taman belakang, semua orang tengah tertawa bahagia dengan gurauan yang mereka buat. Seolah dunia hanya milik mereka, mereka melakukan semuanya semau mereka saja.

"El? Anna? Kalian kok disini?" tanya Serli merasa heran dengan kehadiran Anna dan juga El yang sebelumnya menyampaikan maaf karena kembali ke kota tanpa menginap terlebih dahulu.

"Udah malem, gue takut gak konsentrasi di jalan," kata El masih merangkul Anna yang tersenyum ke arah mereka.

"Nah gitu dong bro, gue kan semangat kalo ada lo," timpal Reno.

"Lo tidur bareng gue aja, di lantai dasar," ajak Radit. Namun bukannya mengiyakan, El menatap Anna terlebih dahulu.

Radit yang menyadari kekhawatiran El kembali buka suara, "Samping kamar yang gue tempatin ada kamar tamu, Anna bisa tidur disana."

"Anna lo berani tidur sendiri?" tanya Serli yang mulai ikut khawatir, karena tak mungkin mereka tidur bertiga diatas tempat tidur yang sama. Dan lagi, Serli pikir Feby tak akan mau tidur sendirian.

"Gue berani kok, lagian kamar El sama Reno ada di sebelah gue kan? Jadi kalo ada apa-apa gue tinggal teriak aja," kekeh Anna diiringi gelak tawa dari semuanya.

"Gak bakal ada apa-apa kok neng Anna, paling aa Reno masuk kamar neng," timpal Reno membuat semua orang memutar bola matanya malas. Sedangkan Anna hanya tersenyum menanggapi, dirinya tau jika Reno hanya tengah bergurau bersama mereka.

"Berani macem-macem sama Anna, habis lo sama gue," kesal El sembari menatap Reno tajam. Bukannya takut, Reno malah menampilkan deretan gigi rapinya pada El.

"Ngomong-ngomong, Risa kenapa? Kok diem aja daritadi?" bisik Anna pada Serli, El, Radit dan juga Reno. Tak seperti biasanya, Anna pikir Risa akan melontarkan berbagai makian pada dirinya saat melihat Anna dan juga El tengah berduaan.

"Tadi di toilet ada kecoa, mungkin dia masih shyok, makanya dia kaya orang kesurupan gitu," celetuk Reno yang mendapat pukulan ringan di tangannya dari Serli.

"Kalo ngomong jangan sompral!" kesal Serli pada Reno yang gemar memperburuk suasana dengan gurauannya.

Anna mengalihkan pandangannya pada El, "Gue coba samperin Risa ya?"

El mengagguk dan membiarkan Anna pergi menghampiri Risa, namun dirinya tak ingin Anna pergi sendiri hingga mengikutinya secara diam-diam pula. Reno kembali fokus pada gitarnya, Radit memilih untuk memainkan ponselnya. Serli berada di depan api unggung sedangkan Rachel dan Febby tengah membakar barbeku di sebuah panggangan yang sudah di siapkan.

Anna duduk di samping Risa yang tengah menunduk.

"Risa," panggil Anna, perlahan Risa mendongakan kepalanya dalam sekejap mata Risa melirik Anna yang ada disebelahnya.

Anna sontak berdiri dengan perasaan tak karuan dan nafas yang tak dapat ia stabilkan. Risa kembali menunduk.

"Anna, kenapa?" tanya El pada Anna.

"Itu bukan Risa," bisiknya menarik El untuk meninggalkan Risa sendiri. El masih tak mengerti dengan apa yang Anna katakan. Namun ia tetap mencoba tenang, membiarkan Anna menarik dirinya menuju ke sebuah kursi kosong.

Anna membawa El untuk duduk, "Lo tau gue bisa liat makhluk selain kita?"

"Magsud lo nyamuk?" gurau El mencoba mencairkan suasana agar tidak terlalu mencengkram.

Anna memutar bola matanya malas, dirinya melipatkan kedua tangannya di dada tanpa ingin mengatakan apapun pada El. Pikir Anna percuma saja dirinya berbicara panjang lebar jika El tak akan mengaggapnya serius.

"Gue tau tanpa lo kasih tau, dari cara lo yang sering ngomong sendiri, keanehan yang lo tunjukin pada saat kita sampe villa dan saat lo nyamperin Risa aja gue udah tau," tutur El tak ingin membuat Anna marah.

"Pulang dari sini gue janji, gue bakal ceritain tentang Olivia sama lo," kata Anna.

"Olivia?" tanya El heran namun Anna tak menjawab apa yang El tanyakan.

Akhirnya El pasrah dengan apa yang Anna katakan, dirinya tak ingin banyak bicara. Lagipula akan sangat menyebalkan jika El terus memaksakan. Biarkan saja Anna bercerita dengan sendirinya.

Disisi lain, Febby dan Rachel yang tengah memanggang daging---

"Lo yakin mau tidur bareng si Risa?" tanya Febby pada Rachel.

Rachel memandang Feby tak suka, "Ya lo pikir apa? Dia temen gue, gak mungkin gue tinggalin dia terus tidur bareng si Anna, ogah!"

"Magsud gue, lo gaktakut apa? Gimana kalo apa yang dibilang Reno bener? Gimana kalo ternyata Risa emang kerasukan?" tanya Feby pelan takut ada yang mendengar.

Rachel tampak mempertimbangkan sesuatu, memikirkan bagaimana jika memang benar apa yang dikatakan Reno dan Feby benar adanya. Dipandangnya Risa dari kejauhan yang tengah duduk seorang diri tanpa mengatakan apapun. Mungkinkah? Karena memang Risa terlihat sangat aneh, kosong dan hampa.

"Udah deh ya Feb! Gak usah cuci otak gue. Lagian Risa gak kenapa-napa kok, dia cuman syok aja liat kecoa di toilet, secara kan dia takut banget sama serangga," ucap Rachel membuang semua pikiran buruknya.

"Yaudah terserah lo aja, gue cuman ngingetin Lo... siapa tau kan lo berubah pikiran," kata Feby sembari pergi meninggalkan Rachel. Percuma saja dirinya berbicara pada Rachel. Mungkin karena Rachel benar-benar seseorang yang mampu menjadi satu-satunya sahabat terbaik untuk siapapun hingga menolak untuk meninggalkan Risa.

avataravatar
Next chapter