17 BAB 17 - Lima jalur

"Maaf Ke, saya buru-buru," kata Rachel sopan sembari berjalan meninggalkan kakek tua itu.

"Tunggu!!!" sentak Kakek tua itu. Rachel tak tau apa yang harus dirinya lakukan. Keringat dingin seolah menuntutnya untuk terus merasa ketakutan. Kakinya sulit digerakkan.

"Lari Rachel lari!"

Suara Anna mampu membuat Rachel berlari meninggalkan kakek tua itu.

***

Dan terakhir, pada jalur kelima. Ada Risa yang tengah berjalan sembari menatap kanan kirinya. Tampak seperti hutan, namun tak jauh darinya berada ada sebuah gedung rumah sakit yang sudah sangat usang. Namun, disana masih banyak orang-orang yang tengah sibuk dengan aktivitas mereka sendiri. Risa tak mengerti mengapa masih ada orang yang mau melakukan aktivitasnya di gedung tua seperti ini. Namun tak lama Risa sadar jika mereka bukanlah hal yang nyata. Risa pun tak boleh percaya pada siapapun disini, dirinya harus bergegas mencari keberadaan kunci itu. Tak hanya itu, Risa harus berhati-hati dengan mereka semua.

Risa terus berjalan hingga dirinya sampai di depan pintu masuk gedung tersebut. Semua orang fokus pada aktivitas mereka masing-masing, seolah menghiraukan kehadiran Risa. Yakinlah jika itu mampu membuat Risa sedikit tenang karena tidak menjadi pusat perhatian.

Risa mencoba melirik sebuah benda pipih yang Anna berikan padanya, masih ada banyak waktu hingga jarum jam menunjukan simbol x. Risa terus meyakinkan diri agar dirinya tidak merasa takut, Risa pun memberanikan diri untuk membuka satu persatu pintu yang ternyata isinya hanyalah kosong, ya semua ruangan kosong. Lantas, sedang apa mereka? Tak ada yang tau. Yang Risa butuhkan saat ini hanyalah kunci. Entah itu berada disini atau tidak Risa tetap harus mencarinya.

"Apa kau mencari kunci?" Tanya seseorang membuat Risa tersontak kaget.

"Magsud saya kunci ruangan 6, bukankah kau pasien ruangan 6?" tanyanya lagi membuat Risa mengagguk spontan. Dirinya hanya penasaran, apa kunci itu yang Anna magsud. Namun bukankah Risa tak boleh mempercayai siapapun?

"Mag-- magsud aku tidak," ucap Risa membenarkan.

"Saya permisi," sambung Risa sembari pergi meninggalkan seorang dokter yang tampak sudah berumur itu.

***

Kembali lagi dimana El tengah berusaha mencari dimana letak kunci itu berada. Kali ini seorang nenek tua yang tengah duduk disebuah gubuk yang dirinya lewati tiba-tiba saja menariknya untuk duduk bersamanya. Awalnya El tersontak namun dirinya berusaha menetralkan nafasnya saat melihat sebuah kunci yang tergeletak begitu saja di gubuk yang nenek tua itu tempati. El ikut duduk karena tak mungkin dirinya merebut paksa kunci yang ada di gubuk tua itu dan berlari kencang. Lagipula benda pipih yang Anna beri masih belum menunjukan simbol x membuat dirinya sedikit tenang.

"Nenek tau kamu kelelahan, nenek akan ambil minum buat kamu," ucapnya sembari pergi meninggalkan El sendiri. Setelah dirasa Nenek tua itu pergi, El melirik kunci itu, meraihnya dan dilihatnya memang benar kunci itu sesuai apa yang Anna katakan.

Ting! El melirik benda pipih itu, sudah menunjukan simbol x. El segera berlari sekuat tenaga, yang dirinya pikirkan hanyalah berlari lurus ke depan. Tiba-tiba saja pandangan mereka semua terpaku pada El. El dapat melihat gerbang di hadapannya hampir tertutup, El tak tau sejak kapan gerbang itu ada. Semuanya tampak memburu El, namun El tak pantang menyerah dengan terus berlari secepat yang ia bisa.

***

Radit menatap sebuah kunci yang ada di hadapannya itu. Namun, kakek tua yang sempat mengajak dirinya untuk ikut bersamanya tampak menatap Radit dengan mata yang memerah.

Bunyi pelan dari benda pipih yang dirinya dapatkan dari Anna membuatnya tersontak karena jarum jam yang ada di benda itu sudah menunjuk pada simbol x. Tanpa berfikir panjang lagi Radit meraih kunci yang ada dihadapannya itu dan berlari sekuat yang ia bisa. Kakek tua itu berubah menjadi lebih menyeramkan. Berteriak marah karena Radit sudah membawa kunci itu, Radit tak peduli dirinya terus berlari menghiraukan ranting-ranting yang menggores setiap kulitnya. Yang Radit pikirkan kali ini hanyalah berlari lurus dan sampai ke tujuan. Radit tak tau apa ini akan berhasil atau tidak yang jelas kakek tua itu terlihat sangat bergairah mengejar dirinya.

"BERHENTI! BERHENTI! BERHENTI!" teriak Kakek tua itu. Namun sungguh tak ada niat Radit untuk berhenti mengikuti instruksi kakek tua itu, yang Radit inginkan adalah segera sampai karena menurut Anna dirinya tidak dapat percaya pada siapapun selain dirinya dan teman-temannya, Radit pikir mereka semua tak dapat merubah sosok menjadi seperti teman-temannya, mungkin ada konsekuensinya tersendiri, tidak seperti apa yang dilihatnya pada saat pertama kali sampai di Villa, ketika sosok lain berubah menjadi Risa.

Radit berharap dirinya dapat segera pulang ke rumah, dirinya merindukan keluarganya dan rumah, sungguh! Memang pada dasarnya Radit tida menyukai keramaian, Radit lebih menyukai kesunyian, namun jika keadaannya begini tentu saja dirinya tak akan memilih, bayangkan saja hidup dengan sosok lain yang terus mengganggu nya itu semua sangatlah sulit. Apakah Radit menyesal telah datang ke sini? Jawabannya, tidak! Karena dirinya bukan tipekal orang yang selalu menyesal dengan keputusannya sendiri.

***

Di tempat lain, Reno dapat mendengar bunyi dari benda pipih yang dirinya bawa, ternyata sudah menunjukan simbol x. Namun dirinya masih belum menemukan kunci yang Anna magsud, mengingat seluruh tatapan selalu terpaku pada dirinya. Dengan sekuat tenaga dan keberanian yang besar, Reno membalikan tubuhnya dan segera berlari meninggalkan area pasar. Semua sosok yang tadi tampak normal kini berubah menjadi menyeramkan. Sesekali Reno melirik ke arah belakang, sungguh bahkan seolah tak sanggup menatap mereka semua yang sangat menyeramkan Reno tersebut berlari kencang, mereka semua tak berhenti mengejar dan tentu saja Reno tidak akan menyerah, dirinya benar-benar ingin pulang, dirinya tidak ingin mati disini, dirinya tidak ingin tinggal di sini, tempat yang sungguh tak jelas dan tidak seharusnya dirinya ada di sini, Reno terus berlari sekuat tenaga, masa bodoh dengan kunci yang Anna maksud, karena Reno pikir salah satu diantara temannya sudah menemukan kunci itu.

Reno yakin dan Reno bertekad dalam hatinya jika dirinya dapat keluar dari tempat ini, dirinya akan kembali beraktivitas seperti biasanya di dunia dirinya sendiri bukan di dunia ini. Tanpa disadari air mata Reno mengalir begitu saja. Bukan prihal sesuatu yang menyangkut jenis kelamin melainkan rasa takut yang tak dapat dibendungnya lagi, bayangkan saja, seperti dikejar ribuan zombi yang tampak seperti ingin memakannya hidup-hidup. Sungguh Reno ketakutan kali ini.

Membayangkan wajah kedua orangtuanya yang sangat ia rindukan membuatnya terus berusaha berlari sekuat tenaga. Mungkin Reno tak sekuat Radit dan juga El, namun yakinlah jika ini sungguh hal yang amat sulit.

avataravatar
Next chapter