10 BAB 10 - Pentunjuk 2 (17+)

"El, kalo lo masukin gue, apa Lo bakal tanggung jawab?" tanya Anna saat El sudah melepaskan tangannya dari payudara Anna.

"Lo gak percaya sama gue?" tanya El membuat Anna mengedikkan bahunya.

"Alesan gue selalu nolak cewek yang dateng menurut Lo itu cuma-cuma?" tanya El lagi membuat Anna terkekeh geli. Memang pada dasarnya Anna tau El selalu menolak perempuan yang datang hanya karena dirinya.

"Gini aja--" kata Anna menggantung ucapannya. El masih memeluk Anna yang juga telanjang. Anna yang hanya memakai CD begitu pula dengan El.

"Kalo gue virgin, Lo harus tanggung jawab dan serius sama gue, tapi kalo gue gak virgin Lo bebas ninggalin gue," sambung Anna.

El menatap Anna tajam, "Sekalipun gue nemu kekurangan Lo, gue gak akan pernah tinggalin Lo. Inget itu!"

Anna terkekeh geli mendengar apa yang El lontarkan.

El kembali menindih Anna, mendekatkan bibirnya dengan bibir Anna, tak percaya jika keduanya akan berakhir bercinta malam ini.

"Elhhhhh..." desahnya kala El semakin gencar meremas payudaranya. El benar-benar bergairah malam ini, mungkin ini pertama kali untuk keduanya. Dengan gerakan cepat, El menarik CD Anna hingga melorot, terpampanglah sebuah vagina pink tanpa bulu yang begitu menggiurkan.

"Siap sayanghhhh?" tanya El pada Anna.

Anna mengagguk dengan mata sayu, "Masukhlahannnn Elhhhh, cephattt mmmmhhh..."

El merobek celana dalam miliknya, wajah Anna memerah sempurna kala menatap kelamin El yang begitu besar. Bagaimana caranya benda itu dapat masuk ke dalam vaginanya jiga ukurannya sebesar dan sepanjang itu. Akan tetapi, membayangkannya saja pun sudah terasa kenikmatan yang akan Anna terima.

"Mendesahlah untuku sayang," kata El sebelum juniornya benar-benar masuk kedalam vagina Anna.

Perlahan namun pasti, dirinya memasukan juniornya ke dalam vagina Anna. Seketika air mata Anna mengalir begitu saja, bercak darah terpampang di kain putih yang menjadi seprai mereka malam ini. Terbukti bahwa Anna benar-benar perawan saat ini.

"Ellhhh sakhittt!!!" Jeritnya bersamaan dengan desahan yang menyertainya.

El diam sejenak, membiarkan lubang vagina Anna terbiasa dengan juniornya.

Cup!

"Ini tak akan lama sayang," kata El sembari terus menciumi wajah Anna.

Hingga tak lama setelah itu, Anna dapat menikmatinya, ia dapat merasakan rasa nikmat yang tak pernah dirinya rasakan semasa hidupnya.

"Gerakhinnn Elhhh,," desah Anna.

PLOK! PLOK! PLOK! PLOK!!!

"Ahhhhh sayanghhhh, kenapahhh semphithhhhh, ahhhhh nikmat..." desah El sembari menghantam tubuh Anna dengan gencar. Anna bahkan kehabisan kata-kata untuk ini.

PRANK!!!! PRANK!!

"El... suara apa?" tanya Anna pada El.

***

"Jadi dulu disini ada pembunuhan, tapi jasadnya tertulis tidak ditemukan," terang Reno membuat Radit mengernyitkan dahinya bingung.

Radit masih mencoba mendengarkan apa yang akan Reno ucapkan lagi. Pasalnya dirinya pun tak mengerti mengapa ada pembunuhan disini.

"Yang dibunuh cewek, masih virgin..." sambung Reno membuat Radit mengalihkan arah pandangnya.

"Apa gunanya Lo bilang dia masih virgin. Gak usah disebutin apa salahnya, belum tentu juga!" jawab Radit merasa kesal dengan informasi yang tak dapat Radit percaya. Anehnya lagi, kenapa mereka tau jika perempuan itu masih virgin. Padahal jasadnya tak dapat ditemukan dan semua orang pasti tak tau apa pembunuh itu melakukan pelecehan atau tidak.

Reno tak menanggapi kekesalan yang Radit lontarkan itu, dirinya sedang ada dalam mode serius kali ini.

"Namanya Ratna," sambung Reno membuat Radit menatap Reno dengan tatapan serius.

"Gue mau tidur, terserah lo percaya atau enggak! Kita liat besok aja!" kesal Reno sembari menarik selimut dan mulai memejamkan matanya untuk tertidur.

Radit membuka nakas yang ada di kamarnya itu, sembari mencari beberapa koran, surat kabar dan hal-hal lainnya yang dapat menunjukkan insiden yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu di villa yang tengah dirinya tempati tersebut. Ada jejeran berita disampul halaman utama beberapa tahun yang lalu di villa ini pula, tentunya Radit tak tinggal diam. Dirinya meraih koran yang Reno magsud, syukurlah ternyata masih ada di kamarnya pula.

Saat Radit selesai membaca koran tersebut, tangannya tak tinggal diam, mencoba mencari kembali di tumpukan koran yang terlihat usang, hingga Radit meraih koran yang ada di jejeran ke tiga antara koran lainnya. Radit mencoba membaca dengan saksama hingga--

"Sial!" gumamnya sembari memejamkan matanya perlahan.

***

Di pagi hari yang cerah ini, secerah Risa yang memang tak mengetahui apapun. El dan Anna yang mendengar suara di malam hari, Radit yang tau sesuatu di artikel, Reno yang tau prihal kematian seseorang di villa ini, Rachel dan Feby yang tak tenang karena waktu tak dapat diubah hingga Serli yang tak dapat menghubungi om dan tantenya. Bukankah itu semua janggal?

"Kok kalian gak makan?" tanya Risa. Tak ada yang berani menjawab. Mereka semua benar-benar diam tanpa sepatah katapun. Mungkin disini hanya Risa yang tak mengetahui apapun. Bahkan mereka tak mengerti mengapa Risa dapat berfikir dengan jernih, mereka tak tau apa makanan yang tersedia di lemari es sungguh makanan atau hanya ilusinasi mereka semata.

"Kamu bawa snack kan?" bisik El pada Anna yang dapat Anna angguki.

"Makan snack aja, jangan makan makanan lain," sambung El membuat Anna mengagguk.

Risa masih asik dengan makanan yang ada dihadapannya itu. Radit yang sedari tadi diam mulai buka suara, "Lo sadar gak si kalo kita lagi dalam situasi gak jelas!?"

Risa mengalihkan pandangannya pada Radit yang terlihat murka, namun tak lama setelah itu Risa tampak memutar bola matanya malas sembari mengedikkan bahunya saja dan kembali melanjutkan acara makannya.

BRAK!!

"Villa ini udah gak ada!!!" kata Radit membuat semua orang mengalihkan pandangannya pada dirinya sendiri. Apalagi Anna yang tampak sangat antusias dengan apa yang Radit katakan. Anna bangkit menghampiri Radit.

"Magsud Lo? Lo gak lagi becanda kan Dit?" tanya Anna pada Radit.

"Gue punya bukti!" kata Radit sembari beranjak memasuki ruangan yang menjadi kamar miliknya di villa ini. Selagi mereka menunggu, Risa tetap asik dengan makanan yang dirinya ambil. Selagi tidak ada bukti Risa tak akan percaya dengan itu semua. Toh, Risa tau jika Radit membencinya, Risa pikir Radit tengah menakutinya.

Radit keluar, dengan membawa beberapa tumpukan koran.

BRAK!!

Saat setelah Radit membanting tumpukan koran itu, mereka semua berkumpul mencoba membaca dengan teliti dan saksama.

"Jadi villa ini udah hangus terbakar tiga tahun lalu?" tanya Feby yang dapat diangguki oleh Radit. Sontak Risa menjatuhkan sendok dan garpu yang ada di tangannya. Risa berlari, menghampiri teman-temannya yang tengah dalam situasi kalut. Risa membaca koran itu dengan perasaan campur aduk.

"Feby, Rachel... gue gak mau mati disini," lirih Risa pada Rachel dan juga Feby namun tidak mereka dengar karena suara Risa terlalu pelan.

"Gue pernah belajar ritual, keluar dari lingkaran setan," kata Anna membuat mereka mengalihkan pandangannya pada Anna.

avataravatar
Next chapter