1 BAB 1 - HANTU OLIVIA

Kisahku dimulai pada saat usiaku baru menginjak 9 tahun. Itu berarti aku masih duduk di bangku sekolah dasar.

Malam itu di kediaman Oma, pukul dua dini hari saat semua orang tertidur dengan pulas, aku terbangun karena medengar suara yang cukup keras. Aku bangkit dari tidurku, berjalan menuju ruang tamu yang cukup gelap tanpa penerangan sedikitpun. Seketika itu pandanganku teralih pada seorang anak yang tampak seusiaku tengah memeluk boneka sembari tertawa bahagia, berlarian dan sesekali dia bersenandung kecil. Aku masih mengingat dengan sangat jelas, nyanyian yang dia alunkan dengan sangat indah.

"Na… Na… La… La…La… you will be able to see us… look for me! Look for me! Come on look for it!"

"Anna kau dapat melihatku? Tentu saja! HIHIHIHI!" ucapnya diiringi tawa yang begitu menusuk indera pendengaranku.

"OMA!!!" jeritku.

***

Kring… kring… Kring...

Bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa berhamburan menuju gerbang sekolah, berbeda dengan Anna yang tampak bermalas-malasan saat ini. Selama delapan tahun setelah kejadian dimana dirinya menemukan sosok seorang anak berusia sembilan tahun sama sepertinya, dirinya menjadi lebih terbiasa berada disamping anak tak kasat mata itu. Tak ada yang mempercayai Anna. Ayah dan ibunya yang merupakan penggila karir dan Omanya yang sudah meninggal dunia enam tahun lalu membuatnya harus terus bungkam selama delapan tahun ini. Entahlah, namun Anna rasa lebih baik begini daripada harus menyusahkan orang lain dengan hal yang mungkin tidak akan semua orang percaya.

Satu hal aneh yang Anna dapati jika seorang anak ghaib itu tidak tumbuh seperti dirinnya. Tinggi badan, ukuran tubuh dan segala yang pernah Anna lihat delapan tahun lalu tak pernah berubah sama sekali sampai saat ini. Awalnya Anna tak mengerti, namun lewat akal dan pikirannya, tentu saja anak itu hantu yang tak dapat tumbuh seperti manusia pada umumnya.

"Olivia! Jangan!" kesal Anna yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik seorang anak tak kasat mata.

Olivia adalah nama panggilan untuk hantu anak perempuan yang terus mengikuti kemanapun Anna pergi. Akan tetapi, Anna terkadang tak dapat mengendalikan emosinya karena kekacauan yang Olivia buat di sekolahnya. Olivia tidak semenyeramkan seperti pada pertama kali Anna bertemu dengan anak perempuan itu. Justru Olivia merupakan anak yang cantik, namun ia terlihat lebih seperti seorang yang dilahirkan albino. Iris matanya tampak hanya putih dan bibirnya pucat pasi.

"Lo ngomong sendiri lagi, Na?" tanya seorang pria. Anna memandang pria tampan yang ada dihadapannya itu dengan pandangan malas, mengapa El selalu memergokinya seperti ini.

"Lo ngapain si tiba-tiba dateng?" tanya Anna kesal. Olivia sudah membuntuti Anna yang tengah berjalan bersama El. El merangkul pundak Anna. Bahkan, tak sedikit yang menyatakan ketidaksukaan, rasa kesal dan rasa iri pada saat Anna berdekatan dengan El. Tentu saja El merupakan siswa terpopuler yang ada di sekolah.

"Jauh-jauh lo sama gue," ucap Anna. Bukan apa, hanya saja Anna tak pernah merasa tenang jika El ada di sampingnya. Seluruh penghuni sekolah pasti memandangnya dengan tatapan tajam kala Anna tengah bersama El.

"Kalo gue gak mau?" tanya El dengan raut wajah tanpa malunya. Anna berpikir jika jawaban yang El berikan selalu sama, setiap kali Anna meminta El untuk tidak mendekatinya, El bahkan malah semakin dekat dengannya. Itu semua membuat Anna cukup frustasi. Apalagi, mengingat hantu Olivia yang selalu membuat kekacauan bertambah pula beban pikirannya.

Anna dan El bersahabat karena kebetulan rumah mereka bersebelahan. Itu berarti, Anna dan El merupakan tetangga dekat bahkan sangat dekat. Namun, meski hubungan keduanya baik bukan berarti Anna mau menceritakan teman hantunya itu pada El. Anna pikir, seperti Ayah dan ibunya yang tak pernah mempercayainya, El pula pasti tak akan mempercayainya.

"Pulang bareng gue ya," pinta El masih setia berjalan bersama Anna sembari merangkul pundak Anna.

"Gak!" ketus Anna menolak.

El membuang nafasnya kasar, bersamaan dengan mereka yang sampai di parkiran.

"Terus kenapa lo ikut gue ke parkiran?" tanya El diiringi dengan kekehannya.

Bahkan, Anna baru menyadari hal yang dirinya lakukan ini, "Ta-- ta-- tapi kan, lo yang bawa gue kesini!"

"Udah Anna ikut aja," kata Olivia menimpali.

"Udah deh mending bareng gue aja, lagian rumah kita kan tetanggan," kata El.

Anna melirik kanan, kiri dan sekitarnya. Untung saja area parkiran sudah terlihat sangat sepi membuatnya merasa lega.

"Ya, udah… Tapi, gue pinjem hoodie lo ya?" pinta Anna.

El tersenyum puas sembari membuka hoodie hitam yang ia gunakan, "Gak minta aja selalu gue kasih."

Anna terkekeh geli melihat raut wajah sebal yang El pancarkan. Anna akui jika El merupakan pria yang sangat amat tampan, friendly dan terkesan senang menghibur. Ya, walaupun hanya menghibur dirinya. Sejauh ini Anna tak pernah melihat El menggoda para gadis cantik yang ada di sekolahnya. Kebetulan yang sangat menyenangkan jika El dan Anna berada di kelas yang sama.

***

"Mau kemana lo?" tanya Anna saat melihat El ikut turun bersamanya.

El tersenyum lebar, "Mau ikut makan."

Anna berjalan meninggalkan El, bahkan Anna melupakan satu kebiasaan yang tak pernah El tinggalkan selama mereka bersahabat.

Pria itu tak tinggal diam, ia tetap mengikuti Anna dari belakang, dengan langkah yang begitu tampan membuatnya selalu percaya diri di setiap detiknya waktu.

Terlalu fokus pada pikiran masing-masing hingga keduanya sudah sampai di meja makan, berbagai hidangan sudah siap santap. Mengingat Anna yang memiliki asisten rumah tangga dan hanya tinggal bersamanya. Tidak, menurut Anna tidak hanya berdua, melainkan bertiga bersama Olivia yang hanya bisa dirinya lihat.

"Lain kali, gue yang makan di rumah lo. Sayang, kalo terus-terusan di rumah gue. Kan gue yang tekor," gurau Anna pada El.

El menyuapkan satu sendok nasi kedalam mulutnya, "Tapi lo yang masak."

"Kok gue?" tanya Anna sembari membalikan piring yang ada dihadapannya itu dilanjutkan dengan meyendokan nasi dan dimasukannya ke dalam piring.

"Lo lupa kalo gue tinggal sendiri? Masakan pembantu gue gak enak," jawab El santai.

Anna melupakan satu hal, dirinya baru mengingat jika El sama seperti dirinya. Ditinggal Ayah dan Ibunya yang merupakan penggila karir.

"By the way, Serli ajak gue nginep di villa om sama tantenya bareng Risa dkk," beber Anna mulai bercerita pada El. Memang pada dasarnya keduanya sering bertukar cerita. Apalagi El yang selalu mendesak Anna agar menceritakan hal sekecil apapun itu. Namun Anna pula tak pernah keberatan dengan apa yang El minta.

Mendengar hal itu, El meletakan sendok dan garpunya sembari menatap Anna tak suka, "Terus?"

avataravatar
Next chapter