16 Ch. 16 Rumah

Bukan hanya Petra saja yang terkejut saat bertemu dengan ibu Chia. Wanita cantik itu ternyata adalah kakak perempuan Lyon. Tetapi juga dengan Lyon pun ikut terkejut dan ada dibelakang mereka, yang keberadaannya entah sejak kapan sudah berdiri dibelakang ibu Chia. Ada jarak sekitar tiga meter antara Lyon dengan Petra. Melihat Lyon yang muncul Chia langsung saja berlari kearah dimana Lyon berdiri.

Lyon sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan Lisa di klub golf hari ini. Karena pada hari ini biasanya Lisa tidak pernah pergi bermain golf di hari Kamis yang diguyur hujan seperti sekarang ini. Atau mungkin Lyon yang sudah lupa ingatan? Atau kakak perempuan Lyon saja yang tiba-tiba keluar jalur dari kebiasaannya tersebut?

"Kenapa kakak kemari?" tanya Lyon jelas tidak senang. Kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana, tatapan sinis tajam seakan melihat musuh bebuyutan kontras dengan suasana kafetaria yang ceria, seperti malaikat maut salah kostum di pesta ulang tahun.

"Begini sapaanmu kepada kakak sendiri yang sudah lama tidak bertemu, Lyn?" ucap Lisa dengan nada sarkas. Berpaling dari hadapan Petra lalu berjalan mendekat kearah Lyon berada.

"Sepertinya kakak salah minum obat atau kerasukan sesuatu ya... Bukankah baru hari Minggu kemarin kita bertemu dan sempat makan malam bersama. Apa kakak lupa soal itu?" balas Lyon dengan nasa sarkas yang sama dengan Lisa. Kilatan tajam dari dua mata Lyon menunjukkan kalau dirinya benar-benar tidak suka.

"Oh..iya benar. Aku lupa soal mimpi buruk itu. Jadi, sekarang saatnya kamu pulang ke rumah. Mari makam malam bersama." kata Lisa dengan penuh penekanan pada setiap kata-kata.

Lisa menggandeng tangan mungil Chia. Menatap Lyon dengan penuh kekesalan yang jelas terlihat. Seolah sedang berkata 'ayo cepat ikut aku, kalau tidak akan ku bunuh kau'.

"Maaf aku tidak bisa. Bukankah kamu bisa lihat aku sedang sibuk saat ini?" jelas Lyon tanpa basa basi, lalu berniat pergi meninggalkan kafetaria.

"Tidak untuk hari ini. Tidak bisa Lyn. Tidak boleh, setelah apa yang telah kamu katakan tentang calon istri. Tidak Lyn, karena kelakuan konyolmu itu membuatku sakit kepala setelah apa yang tadi malam ibu katakan lewat telepon." cerita Lisa. Berkata seperti itu sambil menatap tajam kearah Lyon yang bersiap melangkah pergi.

Ucapan Lisa tersebut berhasil menghentikan langkah kaki Lyon untuk menjauh. Memaksa Lyon kembali berbalik arah dan menatap kakak perempuan didepannya itu dengan penuh makna. Dan Petra yang berdiri tidak jauh dari Lisa hanya bisa melihat adegan tersebut. Dalam hati Petra bertanya-tanya apa gerangan yang ibu Lyon ceritakan tentangnya kepada Lisa sampai membuat wanita cantik dengan satu anak itu terlihat tidak senang. Atau sangat marah, kalau boleh dibilang.

"Kenapa juga kakak repot-repot ikut campur?" ujar Lyon dengan santai, menatap heran kepada Lisa. Memiringkan kepala dan tersenyum sinis. Melihat Lyon tersenyum seperti itu mengingatkan Petra akan senyum Lyon yang sama pada hari sebelum-sebelumnya dan Petra baru menyadari makna dari senyum Lyon tersebut adalah ketidaksenangan.

"Repot-repot katamu? Justru karena dirimu yang tidak tahu diri itulah yang telah menyeretku kedalam masalah baru yang sekarang kamu ciptakan. Pulang. Sekarang juga!" desis Lisa dengan suara sedikit meninggi karena rasa kesal yang ia rasakan sepertinya telah mencapai puncak. Dan, mungkin saja akan meledak kalau mereka tidak sedang di tempat umum.

Tanpa berkata apa-apa lagi Lyon pun pergi mengikuti Lisa dan Chia meninggalkan kafetaria dengan sangat terpaksa, Lyon hanya tidak ingin orang lain melihat singa betina marah ditempat umum karenanya. Tidak bisa, sekesal apapun Lyon terhadap kakaknya dia tidak akan bisa membuat nama keluarga besar Levi tercoreng hanya karena dia tidak bisa menahan diri. Lyon mampu melakukan itu hanya demi Lisa, kakak perempuan satu-satunya. Jauh dilubuk hatinya, lebih dari apapun sebenarnya Lyon sangat menyayangi Lisa.

Mereka meninggalkan Petra sendirian dengan tatapan penuh tanda tanya. Apakah Petra harus bersyukur karena seseorang telah membawa Lyon pergi ataukah Petra harus merasa kesal karena niatan Petra untuk meminta ganti rugi kepada pemuda itu hilang atas apa yang sudah dirinya lakukan kepada Chia yang membuat isi dompet Petra terkuras habis tidak tersisa?

Hujan deras disertai angin yang tadi melanda kini mereda dan berganti dengan gerimis mengiringi mobil hitam yang membawa Lyon serta Lisa pulang ke rumah.

Hari sudah berubah malam ketika Petra akhirnya pergi meninggalkan gedung klub golf tersebut dengan rasa lelah disertai kantuk akibat gerimis yang masih belum mereda. Petra lalu mengutuki diri sendiri atas kebodohannya. Karena makanan mahal di kafetaria salju itu membuat dirinya lupa tidak menyisakan uang untuk ongkos pulang, membuat Petra harus jalan kaki setidaknya selama empat puluh menit lamanya untuk bisa sampai ke rumah.

"Dasar, Lyon sialan." gerutu Petra sepanjang perjalanan.

Petra berhenti sejenak disebuah halte bus untuk meluruskan kaki yang semakin terasa pegal. Dengan pelan Petra memijit kakinya itu, berharap akan membaik sebelum dia meneruskan setengah perjalanannya.

Tidak beberapa lama, sebuah klakson mobil mengagetkan Petra yang setengah melamun. Sontak membuat Petra reflek berdiri tegak, hanya untuk mencari tahu siapa yang iseng membunyikan klakson tersebut.

"Petra, apa yang kamu lakukan malam-malam begini?" tanya sebuah suara dari dalam mobil. Seorang pemuda dengan seragam sekolah SMA Metropol namun usianya lebih tua dari Petra.

"Mengerjakan PR." jawab Petra setengah hati. Dan semakin sebal setelah tahu siapa yang ada dalam mobil. Steven, kakak kelasnya dan juga pengurus intra sekolah.

"Hei, sampai kapan kamu akan marah padaku seperti ini Petra?" ujar pemuda itu, memberikan sebuah senyum kepada Petra.

"Aku tidak marah kok, kak Stev." decit Petra, merasa malu sendiri karena ternyata pemuda yang bernama Steven itu masih berkelakuan sama seperti sebelumnya. Terlalu percaya diri.

"Sungguh... Kalau begitu mau aku beritahu bagaimana kabar Ken saat ini?" ledek Stev masih dengan senyum yang sama. Memandang Petra penuh makna.

Mereka berdua tahu, sama-sama tahu tentang apa yang terjadi lima tahun yang lalu di Finelan antara Petra, Stev dan Ken.

Seperti sebuah cerita dongeng yang terasa baru kemarin mereka alami. Tentang cinta pertama Petra, atau sesuatu seperti itu. Setidaknya itulah yang Petra sendiri yakini selama ini.

Mengingat Ken dan temannya Stev, hanya membuat Petra merindukan rumah. Bukan rumah yang sekarang tempat Petra tinggal, tetapi rumah mereka di Finelan. Rumah dimana Petra hidup bersama paman Jon dan bibi Mia. Rumah yang aromanya selalu Petra rindukan. Rumah dimana pertama kali Petra bertemu Ken secara tidak sengaja.

Lima tahun yang lalu, disebuah musim hujan yang menenangkan sekaligus menyenangkan bagi Petra remaja. Dimana, saat itu...Petra merasa melihat sesosok pangeran dari negeri dongeng datang menghampirinya. Pangeran itu tersesat. Pangeran itu tidak tahu jalan kembali kepada teman-temannya. Dan...membuat Petra seolah menjadi dewi penolong kecil bagi sang pangeran.

-tbc-

avataravatar
Next chapter