1 Prolog

"Nona Lux, tuan besar memanggil anda."

"Kenapa? Tidak biasanya beliau memanggilku untuk bicara langsung seperti ini," ucapku pelan sembari menunggu jawaban dari pelayan tersebut.

"Beliau berkata bahwa hal ini perlu dirundingkan secara langsung karena akan mempengaruhi masa depan anda."

Terdiam sejenak, aku akhirnya berjalan menuju ruang kerja Papa dengan perasaan khawatir. Jantungku berdegup kencang dan nafasku rasanya tercekat.

Meskipun beliau adalah orangtuaku sendiri, hubungan kami bahkan tidak dapat disebut sebagai hubungan antara orang tua dan anaknya karena kami memiliki kesibukan masing-masing.

Seorang pengawal dengan tubuh tinggi tegap melihatku sebelum membukakan pintu dan mempersilahkan ku masuk.

Memasuki ruangan dengan pelan, aku sadar bahwa ia sedang memperhatikan setiap gerakan ku. Menunggu aku membuat kesalahan sebelum akhirnya menambah luka di tubuhku.

"Lux, mendekat lah."

Tap, tap, tap

Entah mengapa, bahkan suara ketukan sepatuku membuat diriku takut dan hanya ingin meringkuk di balik selimut.

Setiap detak jantungku terdengar sangat keras, seolah itu bisa saja meloncat keluar dari dadaku.

Aku bisa merasakan bagaimana keringat dingin mulai bercucuran di kening dan telapak tanganku.

"Angkat kepalamu."

Aku menaikkan sedikit daguku. Memastikan bahwa ia setidaknya dapat melihat mataku.

Ah, betapa mengerikannya aura yang dapat dikeluarkan oleh dirinya, baik dalam rumah maupun luar rumah. Seolah ia telah terbiasa diatas semua orang, merasa bahwa dirinya adalah yang terbaik.

"Apakah kamu tau mengapa aku memanggilmu ke sini?"

Aku menggeleng pelan.

"Jeno adalah anak dari salah satu temanku. Kami sempat berdiskusi tentang bagaimana kalian akan menikah."

Tunggu, apa? Menikah?

"Ia sekitar 12 tahun lebih tua dari kamu. Bukan masalah kan?"

Aku menggelengkan kepalaku sekali lagi.

"Kalau begitu, kau bisa menandatangani kontrak ini."

Sambil membaca surat kontrak tersebut, aku tidak menemukan kejanggalan selain tanda tangan di bawah nama Jeno dan persyaratan yang terkesan cukup sederhana di mataku.

"Kau boleh pergi sekarang."

Tidak lama setelah aku memasuki kamarku, lutut terasa seolah mereka tidak kuat lagi untuk menopang tubuhku.

Aku langsung terbaring di atas kasur dengan perasaan yang tidak karuan.

Bagaimana tidak? Aku baru saja menjual kebebasanku untuk menemukan pasangan yang akan menemani sisa hidupku.

"Semoga saja ini tidak membuatku menyesal seumur hidup."

===

Jam menunjukkan pukul 9 malam dan pemandangan malam Incheon adalah salah satu yang akan akan aku rindukan sebelum akhirnya aku pergi ke negara calon istriku berada.

Lux Ferre Weissmann, calon pewaris tunggal pemilik Weissmann Group, yang juga akan menjadi istriku kelak.

Ia memiliki penampilan yang sangat menarik dan rupawan, meskipun memiliki tinggi tubuh yang tidak semampai dan lumayan kecil untuk anak-anak seumurnya.

Bentuk mata almond besar sempurna yang terlihat sayu dan dalam. Kadang dapat berubah menjadi bentuk bulan sabit saat tertawa atau tersenyum cukup lebar.

Dihiasi oleh bulu mata yang tebal dan lentik untuk melindungi manik hazel yang terlihat emas kehijauan saat terpantul cahaya.

Bibir merah merona secara alami, berbentuk seperti hati dengan lekukan atas bibir yang lembut. Membuat penampilannya terkesan polos dan senyumannya dapat dengan mudah dikenali.

Rambut panjang bergelombang hingga mencapai lutut, biasanya ia kuncir kuda tinggi atau dikepang samping.

Jika sedang beruntung, saat ia berada dibawah sinar mentari, rambutnya akan terlihat kemerahan dengan beberapa helai berwarna pirang.

Tubuhnya ramping dan langsing dikarenakan diet yang telah ditentukan oleh ayahnya dan nutrisionis pribadinya.

Membuat dirinya persis seperti boneka hidup. Mulai cari penampilan hingga tutur kata dan tingkah lakunya.

"Aku harap ia tidak membenciku karena saat kita berjumpa nanti."

Gumam ku pelan sebelum akhirnya beristirahat untuk kepergian diriku esok harinya.

avataravatar
Next chapter