2 Go go go

Saat Danar dan Disa keluar rumah, Disa terkagum melihat keindahan alam dan sekitar halaman rumahnya. Disa tidak pernah keluar satu kalipun karena dia hanya bermain di dalam rumah besarnya. Sedangkan Danar walaupun sudah biasa melihat pemandangan ini berulang kali tapi Danar selalu merasa bangga dan senang di saat melihat pemandangan alam yang indah mempesona.

"Disa coba lihat, di depan kita adalah Gunung Sindoro indahkan... Juga lihat, lihat dek... disebelah kiri itu Gunung Bismo"

Disa terdiam dan terkagum-kagum saat melihatnya.

"Dek Disa lihatlah yang disana itu adalah Gunung tertinggi kedua.... Gunung Sumbing"

Sambil menunjuk ke arah gunung-gunung dan juga menolehkan wajah adik kecilnya menghadap ke arah gunung yang ditunjukknya.

"Kakak itu luar biasaaaa"

Disa merasa senang dan gembira saat melihat apa yang ditunjuk Kakaknya. Rumah dari keluarga ini berada di kaki Gunung Bismo dimana bagian belakang rumah adalah hutan pribadi dan masing-masing samping rumah juga hutan pribadi. Untuk bagian samping posisi hutan lebih rendag dari posisi rumah dan halaman, sehingga bisa melihat pemandangan dengan jelas. Bagian depan juga sama seperti yang ada disamping sisi selain posisi tanah lebih rendah dari posisi rumah besar yang dibangun. Bagian depan dari sepanjang pos 1 hingga ke pos penjagaan 2 disamping jalan adalah kebun yang dimiliki keluarga Ibu Amanda. Kebun pertanian itu di kelola oleh penduduk sekitar deng menyewa. Sebagian lahan kebun didekat rumah dikelola secara pribadi dimana Ibu Amanda menjadi kepala kebun dan beberapa wanita tua dan perempuan muda yang tidak tamat pendidikan SLTA yang dipekerjakan Ibu Amanda.

Ibu Amanda melihat anaknya yang terlamun dengan keindahan alam disekitar rumah tidak berani berucap dan mengganggu anaknya.

"Mba Linda hubungi Bu Ira dan katakan kalau kami akan datang sedikit terlambat".

"Baik Nyonya"

Linda mengambil ponsel dan mengubungi bu Ira.

"Disa setelah pulang nanti, ayo kita bermain di halaman rumah disana ada tempat yang bagus. Kamu bisa melihat bunga warna warni yang mekar dan di sampingnya ada ikan mas yang berwarna cantik dan keemasan disungai kecil itu..."

Disa hanya mengerti dengan bunga warna warni tapi belum paham tentang apa itu ikan. Karena Disa biasa mendapatkan bunga dari kakaknya. Kakaknya biasa memetik bunga setelah pulang dari TK untuk adiknya.

"Benarkah kak?, Disa sangat suka bunga"

Sambil tersenyum dan wajahnya seperti bersinar-sinar. Kulit wajah Disa berkilau terkena sinar matahari pagi sesuai dengan ekspresinya yang tersenyum indah. Ibu Amanda dan Kakak Danar seakan terhipnotis melihat pancaran wajah mempesona Disa. Tak lama Danar mulai menyadari bahwa dia sudah terlena dengan percakapan adiknya dan tentu saja eksprei adiknya yang mengagumkan.

"Kakak baru sadar dek..."

"Sadar kenapa kak?"

"Kita sudah telaaaaat"

Danar teriak sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya.

"Kak tenang kak"

Si adek, Disa memegang tangan kakaknya untuk menghentikan teriakan kakaknya.

"Agh maaf, telat ya... bagi kakak tidak masalah, Hahaha".

Si kakak, Danar tertawa dengan ekspresi yang berlawanan dengan ucapannya. Bagi Danar kata telat itu hal yang paling buruk, karena dia percaya superhero itu bodoh karena datangnya selalu terlambat. Karena itu Danar selalu ingin tepat waktu dan menjadi superhero yang jauh lebih baik dari superhero lain.

"Kak Danar, kalau begitu ayo kita berangkat"

"Ayo, Go go go..."

Ucap Danar dengan penuh semangat. Ibu Amanda yang tadi terlamun melihat kedua anaknya mulai sadar.

"Danar, Disa ayo masuk mobil"

Rombongan itu menuju ke mobil hitam itu. Pak Hasyiem dengan sigap membuka pintu mobil dan Danar dan Disa masuk diikuti Nyonya Amanda. Setelah ketiga orang penting bagi Pak Hasyiem masuk ke mobil, Pak Hasyiem menutup pintu dengan hati-hati. Linda masuk dan duduk dikursi depan disamping pak Hasyiem.

"Pak Hasyiem jalannya tidak perlu terburu-buru kita santai saja, karena Mba Linda sudah memberi kabar pada Bu Ira".

"Baik Nyonya"

Ucap pak Hasyiem, sambil menyalakan mobil dan mobil itu melaju hingga sampai ke pos utama atau pos 1. Di pos 1 sudah ada penjaga/satpam dua orang yang membuka pintu gerbang yang besar dengan menggesernya. Setelah terbuka satpam di kedua sisi berdiri tegap dan menyapa dengan lantang.

"Selamat pagi Nyonya Amanda, semoga perjalanan anda menyenangkan....!".

Ibu Amanda membuka kaca jendela mobilnya dan melambaikan tangan dengan lembut. Jika dilihat ini sudah biasa terjadi dan untuk orang yang baru pertama kali akan melihat seperti prosesi acara.

Mobil hitam itu mulai berjalan kembali dengan membunyikan klakson sebagai tanda selain lambaian tangan Amanda. Mobil itu setelah melewati gerbang akan nampak menghilang jika dilihat dari pintu rumah karena setelah melewati gerbang 1 tanah disekitarnya nya akan semakin turun hingga akhirnya landai setelah melewati jembatan kecil. Jalan disini cukup lebar dan halus permukaanya, dapat dilalui dua mobil jika bersebrangan.

Disamping jalan kanan dan kiri adalah kebun keluarga milik keluarga ini. Di sepanjang jalan hingga menuju pos 2 terlihat para pekerja kebun, mereka semua menyapa mobil ini dengan melambaikan tangan. Mereka terlihat jauh dan ada juga yang sedang berjalan di tepian jalan dengan memikul keranjang anyaman. Di dalam keranjang anyaman itu ada berbagai macam sayuran dan buah carica.

Sebagian kecil hasil pertanian akan dikirim ke rumah kediaman Amanda dan di pakai untuk memenuhi bahan makanan segar dari kediaman itu. Setelah cukup untuk kediaman rumah Ibu Amanda, sebagian akan di berikan kepada para pekerja ladang yang telah mengelola. Untuk para pekerja hasil yang didapatkan lebih banyak dibandingkan yang harus diserahkan. Karena itu semua penduduk yang bekerja di rumah itu selalu menghormati dan menjunjung tinggi perasaan mereka kepada anggota keluarga itu.

"Nyonya Amanda, semoga hari anda menyenangkan..."

"Tuan Danar dan Nona Dinda, semangat belajarnya"

"Putri Dinda bermainlah kerumahku, nenek punya makanan manis..."

Suara orang-orang yang berada di kebun maupun di tepi jalan selalu berteriak seperti itu. Bagi Danar ini adalah sudah menjadi pemandangan yang umum. Bagi Disa ini adalah hal pertama kali dan dia tersenyum juga melambaikan tangannya seperti Ibunya sambil duduk dipangkuan Ibunya. Danar yang sudah membuka jendelanya dari awal keberangkatan membalas sapaan nenek-nenek itu.

"Oiii nenek!, terima kasih dan juga nenek tidak perlu teriak-teriak keras ingatlah usiamu nek....jaga kesehatan nek..."

Mobil itu mulai menjauh dari petani-petani itu dan mulai mendekati hingga pos 2.

Tempat belajar kanak-kanak yang akan mereka singgahi sebagai tempat untuk mencari ilmu, jaraknya tidak terlalu jauh dari pos 2. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit dari pos 2.

"Kak tadi itu siapa yang teriak-teriak manggil nama kita?" .

Disa bertanya dengan penasaran. Sebelum kakaknya menjawab, Ibunya lebih dulu berucap;

"Mereka semua adalah bagian keluarga kita, mereka semua adalah orang yang berharga Dinda...jadi kamu dan kakakmu harus sopan dengan mereka..."

"Begitu ya bu..., tentu saja Aku dan kakak pasti akan sopan dengan mereka"

Disa menunjukan senyumnya lagi. Hingga kakaknya tidak bisa meneruskan perkataan ibunya.

"Disa lihat itu adalah tempat yang kita tuju"

Sambil menunjuk jarinya dan tempat itu sudah terlihat jelas dan tertulis TK Pertiwi Dieng.

"Wah itu ya kak tempatnya, dimana kakak selalu cerita bahwa disana banyak temannya"

"Iya Disa disana banyak teman yang sedang menunggumu"

"Wah Aku sudah tidak sabar kak..."

Mobil hitam ini mulai memasuki gerbang TK ini dan disana Bu Ira sudah menunggu di pintu. Setelah mobil berhenti dan mereka yang didalamnya turun.

"Kak Amanda, lama sekali kakak ini"

"Maaf Ira seperti biasa mengawasi mereka berdua itu tidak mudah seperti yang Aku bayangkan dulu".

"Haha"

Bu Ira tertawa karena percakapan kakaknya. Diwaktu mereka masih belum bersuami mereka selalu curhat dan membayangkan jika mereka punya anak banyak akan seperti apa.

Sekarang Amanda sudah tau rasanya walaupun jumlah anaknya belum sesuai targetnya, tapi itu sudah membuatnya sedikit kuwalahan. Padahal masih dua anak apalagi jika tiga atau bahkan empat.

avataravatar
Next chapter