Di tengah hutan berkabut, tersembunyi sebuah kerajaan yang tak ada di peta.
Orang-orang hanya mengenalnya dari cerita, dongeng, dan bisik-bisik malam hari.
Di sanalah tinggal seorang ratu... Ratu Vaelira yang cantik namun penuh teka-teki.
Orang bilang, ia bisa membaca hati hanya dari tatapan mata.
Tapi tak ada yang tahu... di balik tahtanya yang tinggi,
Ratu Vaelira menyimpan satu rahasia sebuah luka lama yang belum sembuh.
Suatu hari, langit di atas kerajaannya berubah warna.
Cahaya ungu muncul dari rimba, dan seseorang asing muncul dari kabut.
Ratu Vaelira melangkah pelan, gaunnya menyapu tanah lembut berselimut embun.
Suasana hening, hanya suara dedaunan berdesir dan jantungnya yang tiba-tiba berdegup lebih cepat.
Sosok asing itu berdiri tegak, jubahnya berwarna kelam, tapi matanya.
menyala seperti bintang jatuh penuh luka, tapi jujur.
Ratu Vaelira berkata dengan suara tenang tapi penuh wibawa:
"Siapa kau, yang berani menembus kabut dan datang ke tanah yang tak boleh dijamah?"
Orang asing itu menunduk, lalu menjawab:
"Aku datang bukan untuk merebut atau menganggu tahta Ratu, aku datang untuk mengingatkan akan siapa dirimu sebenarnya, Ratu Vaelira..."
Perkataan orang asing tersebut malah membuat sang Ratu murka
Matanya berkilat, suaranya menggetarkan pepohonan di sekeliling.
Langit tiba-tiba menderu pelan, seolah merespon amarah dalam hatinya.
Sosok asing itu terdiam sejenak. Ia tidak melawan...
Tapi malah berlutut, tangannya membuka jubahnya perlahan, memperlihatkan sebuah liontin berukir lambang kerajaan Vaelira
yang hanya dimiliki oleh bangsawan terdahulu.
"Ratu Vaelira....aku bukan pembunuh. Aku pernah jadi bagian dari hidupmu. Dulu, sebelum takdir memisahkan kita"
Hening menyelimuti hutan kabut saat Ratu Vaelira menatap wajah lelaki itu….
Matanya perlahan menyipit, mencoba menerka kenangan yang samar.
Wajah itu… seolah pernah hadir dalam mimpi-mimpinya yang paling sunyi.
Ada sesuatu yang bergetar dalam dadanya, tapi ia menahan. Ratu tidak boleh lemah.
Namun hatinya berbisik...
"Liontin itu milik kakakku… satu-satunya orang yang menghilang saat kerajaan diserang.... Tapi dia telah tiada atau… .belum?"
Dengan suara gemetar tapi tetap berwibawa, Ratu Vaelira berkata:
"Jika kau memang berasal dari masa laluku, buktikan siapa nama ibu ku?".
Sosok itu terdiam sesaat, matanya berkedip cepat seolah menggali ingatan.
Lalu dengan suara pelan, ia berkata:
"Nama ibu yang mulia... adalah Ratu Lirienna..."
Ratu Vaelira langsung memicingkan mata.
Kesalahan fatal.
"Bukan itu...." gumamnya lirih, tapi tajam.
"Ibuku bernama Ratu Elvara."
Angin seketika menderu lebih kencang, kabut memutar di sekeliling mereka, seolah kerajaan pun murka bersama ratunya.
Dengan satu gerakan tangannya, Vaelira memanggil penjaga bayangan dari balik pepohonan makhluk hitam berwujud asap yang setia padanya.
"Kau berani bawa kebohongan ke dalam tanah suci ini... Kau siapa sebenarnya?"
Suara Vaelira kini bukan sekadar ancaman, tapi keputusan seorang penguasa.
Saat penjaga bayangan bergerak, sosok asing itu tiba-tiba menjatuhkan diri ke tanah dan berteriak:
"Tunggu! Dengarkan aku! Aku memang bukan bangsawan... tapi aku membawa pesan dari mereka yang berusaha bangkit dari bawah tanah!"
Ratu Vaelira mengerutkan alisnya.
"Kekuatan gelap sedang bangkit kembali... dari reruntuhan kerajaan lama yang pernah kau hancurkan. Mereka tidak menginginkan tahta... mereka menginginkan dirimu, Ratu Vaelira. Hatimu. Darahmu. Kekuatanmu."
Vaelira masih menatapnya dengan hati penuh tanya.
"Mengapa aku harus percaya padamu?"
Lelaki itu menarik napas panjang, membuka lengan bajunya, dan menunjukkan tanda hitam seperti luka terbakar di bahunya.
Tanda kutukan, yang hanya muncul jika seseorang pernah berhadapan langsung dengan sihir gelap kuno.
"Karena aku sudah menjadi korban pertama mereka".
Ratu Vaelira menatap lelaki itu lama, lalu mengangguk pelan.
"Bawa dia ke ruang bawah tanah. Jaga sihir pengunci tetap aktif. Jangan biarkan siapa pun mendekat tanpa perintahku."
Penjaga bayangan bergerak cepat, membungkus tubuh lelaki itu dengan bayangan yang mendingin seperti kabut beku.
Sebelum dibawa pergi, lelaki itu berbisik dengan nada penuh luka:
"Aku harap... kau segera sadar siapa musuhmu yang sebenarnya, Vaelira."
Setelah itu, hening lagi.
Ratu Vaelira berdiri sendiri di tepi hutan kerajaannya. Angin malam membawa bisikan masa lalu. Dan jauh di dalam tanah…
sesuatu telah mulai bergerak.