1 Malam Berdarah

Banyak orang yang percaya kalau manusia hanyalah makhluk biasa yang dikaruniai kecerdasan tinggi. Mereka menyangkal fakta bahwa manusia dapat lebih menyeramkan daripada monster, bukan hanya mengandalkan kecerdasannya, melainkan semuanya.

Kekuatan fisik, kecerdikan, kelicikan, bahkan hal-hal yang bersifat spiritual. Manusia dapat memiliki semuanya.

Pada dasarnya akan selalu ada langit di atas langit, pandangan manusia bukan penentu semuanya, karena beberapa hal memang ditakdirkan untuk tetap menjadi misteri.

Hal-hal yang tidak seharusnya diketahui oleh khalayak umumnya akan membawa marabahaya bagi siapa saja yang berniat menggali lebih dalam tentangnya. Seperti kedalaman Segitiga Bermuda yang sampai sekarang menjadi misteri, tidak ada yang tahu mengapa Segitiga Bermuda adalah tempat keramat yang menelan ribuan korban jiwa.

Suasana di kota Giok terlihat damai pada tahun itu, semua orang beraktifitas di siang hari dan beristirahat di malam hari. Kayaknya kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang pada umumnya.

Sinar mentari menyinari kota, memberikan gambaran keindahan kota Giok yang dapat dilihat dari ketinggian langit. Kecantikan kota Giok berhasil menjadikan kota itu sebagai kota tercantik di negaranya, tentu saja orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah mereka yang berpengaruh bagi sebagian besar wilayah.

Di salah satu mansion di puncak gunung, seorang anak berusia 5 tahun berlarian bersama dengan anak kucing yang dia bawa sepulang sekolah dengan ibunya. Wajah lugunya menampilkan senyuman manis, dua lesung pipit yang tampak menawan di balut dengan kulit putih yang halus.

Seorang wanita yang terlihat cukup muda hanya menyaksikan kebahagiaan anaknya dari kejauhan, melihat anaknya yang tersandung karena bebatuan, dia langsung menghampirinya, "sudah ibu bilang untuk tidak berlarian. Kau masih saja tidak mendengarkan ibu, lihatlah akibatnya, kau terjatuh, bukan?"

Alih-alih menangis, anak itu menggelengkan kepalanya sambil tetap mempertahankan senyuman manisnya, "aku tidak apa-apa bu! Ini sama sekali tidak sakit! Awh!"

Wen Huayu, ibu dari Chen Fengying dengan tangannya memukul kaki Chen Fengying cukup keras, membuat anak berusia 5 tahun itu berteriak kesakitan.

"Tidak sakit apanya, kau baru saja berteriak. Sudahi mainnya dan sebaiknya segera obati lukamu kalau tidak mau ibu marah..."

"Huhuhu..."

Chen Fengying hanya bisa menuruti apa yang ibunya perintahkan. Jika seseorang bertanya kepadanya siapa orang yang paling menakutkan baginya, tanpa ragu dia akan menjawab ibunya sendiri.

Dari kejauhan, seorang anak yang seusia dengan Chen Fengying langsung menghampiri keduanya, "bibi, ada apa dengan Fengying?"

"Oh, Qingqing! Fengying terjatuh dan melukai kakinya. Kapan kau sampai? Mana ibumu?" tanya Wen Huayu pada gadis kecil di depannya.

Feng Qing menolehkan kepalanya, lalu menjawab, "seharusnya ibu dan ayah sedang berbicara dengan kakek. Aku akan menemani Fengying kalau begitu..."

"Baiklah, kalau begitu aku akan menitipkan anak nakal ini padamu, Qingqing. Jika dia tidak mendengarkanmu, kau hanya perlu memukulnya, bibi mengizinkan itu."

"Ah, ibu! Bagaimana bisa ibu begitu kejam padaku?"

Wu Huayu dan Feng Qing membawa Chen Fengying ke dalam mansion dan mengobati lukanya. Wu Huayu yang masih ada beberapa urusan segera meninggalkan Chen Fengying untuk rapat keluarga di aula mansion-nya. Sedangkan Feng Qing yang menawarkan diri untuk menjaga Chen Fengying, tengah memainkan boneka yang baru saja dibelinya kemarin di toko boneka.

Saat itu tidak ada sesuatu yang terjadi di keluarga Chen, semuanya tampak baik-baik saja. Sampai hari mulai gelap, Chen Fengying dan Feng Qing yang ketiduran di dalam kamar Chen Fengying mendengar teriakan nyaring di mansion, bersahutan dengan suara tembakan.

"Akhh! Selamatkan aku! Aku mohon!"

"Bantai mereka semua, jangan biarkan satupun yang tersisa!"

"Baik, tuan!"

Di dalam kamar, Chen Fengying dan Feng Qing saling memegang erat tangan satu sama lain. "A-aku takut... Jangan tinggalkan aku sendirian..."

Chen Fengying yang menjadi seorang lelaki hanya bisa memeluk Feng Qing dengan tangan kecilnya. Bohong jika dia tidak ketakutan, tapi dia harus menahan guncangan di dalam hatinya demi keamanan Feng Qing.

"Kau t-tenang saja... Ada aku di sini... Ayah pasti akan mengalahkan mereka semua..."

Feng Qing hanya menganggukkan kepalanya patuh. Dia semakin mendekatkan dirinya pada Chen Fengying, tubuhnya yang terus gemetaran dapat di rasakan oleh tangan kecil Chen Fengying.

Setelah suara tembakan dan teriakan tidak lagi terdengar, Chen Fengying mengira semuanya sudah selesai. Dia pikir ayahnya telah mengusir semua penjahat itu, tapi begitu pintu kamarnya di buka, genangan darah langsung menyambut telapak kakinya.

Mayat semua keluarganya bergeletakkan di atas lantai mansion, lantai putih menampilkan kontras dengan darah yang terus mengalir, membasahi seluruh mansion.

"K-kakek! Ibu!"

Langkah kakinya mengabaikan genangan darah yang menghalanginya, dia menghampiri Wu Huayu yang tergeletak dengan kedua mata terbuka serta kepala yang sudah terpisah dari tubuhnya. Di sisi lain, kakeknya bahkan lebih mengenaskan, semua anggota tubuhnya dipisahkan, kematian seperti itu membuat kepalanya pening dan ingin muntah.

Tiba-tiba saja sebuah suara terdengar, "hei nak, sepertinya hanya kau saja yang tersisa di keluarga ini. Sayang sekali aku harus membunuhmu untuk menjaga gerakan rahasia ini..."

"Kakak! Aku menemukan seorang gadis kecil di dalam kamar ini!"

"Oh, benarkah? Bunuh saja dia! Jangan lepaskan siapapun, bunuh semuanya tanpa terkecuali!"

Chen Fengying yang mendengar teriakan Feng Qing, dengan cepat berlari ke dalam kamarnya.

Tepat di hadapannya, kepala Feng Qing ditembaki peluru oleh seorang pria berpakaian serba hitam dengan topeng yang menutupi wajahnya.

"Feng Qing!" Dia berteriak lantang, berharap Feng Qing bisa mendengar teriakannya dan bangun. Tapi waktu tak bisa diputar kembali dan fakta bahwa semua orang yang disayanginya telah mati secara mengenaskan adalah fakta yang tak bisa dia ubah.

"Apa yang kalian semua lakukan pada mereka?! Kalian orang jahat! Aku akan menelepon polisi dan membuat mereka menangkap kalian!"

Chen Fengying hendak menggapai telepon yang ada di meja kamarnya, tapi sebelum dia bisa menggapainya, tubuhnya terangkat oleh pria berbadan besar.

"Kau mau melaporkan kami kepada polisi? Sebelum itu terjadi, aku akan memenggal kepalamu terlebih dulu..."

Pedang besar yang ada di tangannya dia ayunkan, hendak memenggal kepala Chen Fengying, tapi gerakan itu tiba-tiba terhenti. Di waktu yang sama, suara sirene polisi terdengar dari segala arah, membuat semua orang yang telah membantai keluarga Chen panik.

"Sialan! Akan jadi masalah jika media tahu kalau kitalah dalang di balik pembantaian ini, Gerakan Rahasia akan terbongkar dan kita semua akan mati ditangannya!"

"Apa yang kau lakukan?! Cepat lari!"

Hanya dalam sekejap, semua orang berpakaian serba hitam tidak lagi terlihat di dalam mansion keluarga Chen. Yang bisa dia lihat hanyalah puluhan mayat keluarganya dengan genangan darah merah yang terus mengalir ke setiap sudut rumahnya.

"Ayah... Ibu..."

Chen Fengying meringkuk. Tangisannya bergema di dalam mansion yang hanya berisikan mayat. Sekelompok polisi datang dengan membawa senjata mereka, bersiap jika musuh menyerang mereka.

Pandangan mereka tertuju pada Chen Fengying yang ada di sudut ruangan, "kapten! Seseorang selamat!"

"Bawa dia! Cepat!"

"Baik, kapten!"

Chen Fengying terus menangis, dia menghiraukan tangan polisi yang memindahkannya ke tempat lain. Pikirannya berkelana ke kejadian yang baru saja menimpanya beberapa saat yang lalu.

Langit gelap menambah kekosongan di dalam hatinya. Kedua mata sembabnya kini berhenti mengeluarkan air mata, namun kesedihan masih tak bisa dia singkirkan begitu saja.

Dia duduk termenung di taman belakang, polisi yang tadi bersamanya tengah melakukan tugasnya. Kini hanya dia sendirian, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Adegan yang sama terus berputar di dalam kepalanya, tanpa henti.

"Aku... Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi... Ayah... Ibu... Feng Qing... Apakah aku harus menyusul kalian semua?"

Kedua mata biru kristalnya menatap langit malam. Bintang yang bertaburan di atas langit terlihat kontras dengan bencana yang baru saja menimpa keluarganya.

"Hei nak, kau akan menyusul keluargamu tanpa melakukan apapun untuk membalas dendam?" Suara seorang pria tiba-tiba terdengar di sisinya, dia menolehkan kepalanya dan melihat seorang pria yang tampak seumuran dengan ibunya duduk di sebelahnya begitu saja.

"Balas dendam? Bukankah itu adalah tindakan yang tidak baik? Ibu pernah mengatakan untuk menghindari segala hal yang tak baik..."

"Terus kau akan diam saja melihat keluargamu dibantai?"

Mendengar itu, Chen Fengying menundukkan kepalanya. Adegan dimana Feng Qing dibunuh di depan matanya sendiri terus menghantui dirinya, "tidak, aku akan membuat mereka menyesal karena membantai keluargaku. Aku akan membunuh mereka..."

Pria berjubah biru tua itu mengusap kepala Chen Fengying tiba-tiba. Dia kembali berkata, "tapi kau harus tahu, harga untuk balas dendam itu sendiri tidaklah murah. Kau harus kehilangan banyak hal demi terwujudnya satu hal. Aku bisa membantumu, tapi bukan membantumu balas dendam, aku hanya menempa dirimu yang lemah ini menjadi sangat kuat. Apakah kau siap dengan konsekuensinya?"

"Aku... Aku akan melakukan segalanya agar mereka tenang di alam baru sana. Ayah, ibu, kakek, Feng Qing, aku akan membalaskan dendam kalian..."

avataravatar