webnovel

Bab 5 - Hari Terberat Emma

Emma POV

Sore ini aku baru saja selesai bekerja dan seperti biasa, aku sedang menunggu kedatangan Shaka. Karena di akhir pekan Shaka selalu menjemput ku di tempat kerja lalu kita pergi makan malam berdua di sebuah cafe yang memang sudah menjadi tempat favorite kita berdua.

Perkenalkan nama ku Emma Zefanya Christalyne, aku adalah seorang florist di sebuah toko bunga yang bernama Saphire Florist. Aku adalah anak tunggal, kedua orang tua ku sudah meninggal ketika aku berusia lima belas tahun. Mereka berdua meninggal karena kecelakaan tunggal dan saat itu dunia ku seakan berubah.

Aku harus mencari cara agar aku bisa bertahan hidup tanpa kedua orang tua ku. Saat itu Bibi Anna yang tak lain adalah tetangga dekat ku datang ke rumah ku dan menawari aku pekerjaan. Aku senang mendengar kabar tersebut, kemudian Bibi Anna mengajak ku ke toko bunga miliknya yang saat itu belum sebesar ini.

Lamunan ku buyar ketika ponsel ku berdering, dengan cepat aku langsung meraih ponsel yang ku letakkan di atas meja. Aku tersenyum ketika melihat nama Shaka yang tertera di layar ponsel. Aku pun langsung menjawab panggilan telepon tersebut, ketika Shaka memberi tahu jika ia sudah sampai di depan toko.

Aku bergegas menuju jendela untuk melihatnya dan benar saja, mobilnya sudah terparkir di sebrang toko. Shaka melambaikan tangannya dari dalam mobil lalu ia bergegas turun dari dalam mobil dengan ponsel yang masih terhubung. Aku pun melempar senyum manisku untuk membalas senyumannya, aku tidak menyangka jika hari ini aku harus menyaksikan dengan mata kepala ku sendiri, ketika kekasih ku merenggut nyawa.

Tiba-tiba dari arah berlawan sebuah mobil jeep yang tidak terkendali langsung menabrak tubuh Shaka. Seketika tubuh Shaka pun terpental dan mobil itu baru bisa berhenti ketika sudah menabrak tiang listrik. Aku bisa mendengar dengan jelas suara teriakan Shaka dari sambungan telepon ketika mobil itu menabrak tubuhnya.

Aku langsung histeris dan segera bergegas keluar toko untuk menemui Shaka. Kucuran darah segar mengalir dengan deras dari kepalanya akibat benturan yang begitu keras, aku mencoba menyadarkan Shaka namun Shaka tidak kuasa untuk berkata-kata. Bibi Anna dengan sigap langsung menghubungi petugas medis, Tak lama kemudian petugas medis datang dan membawa Shaka ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, aku terus menemani Shaka dan tak lama kemudian kedua orang tuanya datang. Aku langsung memeluk Nyonya Almira yang tak lain adalah ibu kandung Shaka, air mata ku tumpah ruah di dalam pelukannya. Kami berdua saling menguatkan satu sama lain, tak lama kemudian Tuan Anoko yang tak lain adalah ayah kandung Shaka tengah sibuk menghubungi seseorang.

Entah siapa yang ia hubungi mungkin kerabat dekatnya. Tiga puluh menit kemudian datang seorang laki-laki muda berperawakan yang begitu atletis dengan gaya pakaian yang modis langsung memeluk Shaka. Dari kalimat yang aku tangkap melalui ucapannya kemungkinan laki-laki itu adalah adik kandung Shaka.

Tapi baru kali ini aku melihat adik kandungnya, aku bisa melihat dengan jelas perbedaan karakter di antara mereka berdua. Sampai pada akhirnya Shaka sadar dan meminta sesuatu pada adiknya agar mau menikahi aku. Mendengar ucapan Shaka seperti itu membuat hatiku teriris, karena aku merasa Shaka akan pergi ninggalin aku.

Kini sepasang mata tajam dengan tatapan yang sangat dingin sedang tertuju padaku dan ternyata pria itu bernama Mahesa. Sampai pada akhirnya Shaka menghembuskan nafasnya yang terakhir, aku tak kuasa membendung air mata ku lagi. Buliran bening telah terjatuh tak beraturan dari kedua mataku, aku segera memeluk Shaka untuk yang terakhir kalinya dan berharap pada tuhan agar Shaka di beri kesempatan untuk hidup sekali lagi, walaupun rasanya itu tidak mungkin.

Sampai pada akhirnya aku merasakan seseorang mencengkram tangan ku dengan kuat. Lalu ku lihat orang tersebut adalah Mahesa, ia segera menarik ku keluar ruangan. Aku sudah tau apa yang akan ia bicarakan dengan ku, pasti ia mau menyalahkan aku atas kematian sang kakak dan ternyata dugaan ku benar. Mahesa langsung memaki ku tanpa mau mendengar semua penjelasan ku.

"Kamu pembawa sial Emma, bukan cuma Shaka yang kena sial. Tapi aku juga kena sial karena harus menikahi kamu".

Aku terisak. "Aku tidak pernah memaksa kamu untuk menikahi aku. Tapi aku mohon tarik ucapan kamu kalau aku ini bukan pembawa sial".

Tak lama kemudian Nyonya Almira keluar dari dalam ruangan dan langsung melerai pertengkaran di antara kami berdua.

"Mahesa cukup, jangan marahi Emma. Dia tidak salah, yang salah itu orang yang sudah menabrak Shaka". Ujar sang mama.

"Mama kenapa sih malah bela perempuan ini? Jelas-jelas Shaka meninggal karena menemui perempuan ini mah".

"Cukup Mahesa cukup, kasihan Emma. Dia baru saja kehilangan Shaka, kamu jangan menambah beban pikirannya. Shaka pergi ninggalin kita karena memang sudah takdir, jadi kamu gak boleh menyalahkan Emma seperti ini". Ujar sang mama yang langsung memeluk Emma.

Mahesa mendengus kesal, ia langsung bergegas pergi dari hadapan kami berdua. Sementara sang mama masih setia memelukku sambil menguatkan ku. Sungguh hari ini adalah hari terberat ku, aku tidak tau lagi apakah aku akan kuat menjalani hidup seperti ini tanpa ada Shaka di sisiku.

"Maafkan Mahesa ya Emma, dia memang agak sedikit keras. Tapi kamu jangan khawatir, hatinya sebenarnya baik sama seperti Shaka" ujar Nyonya Almira.

"Iya bu, saya mengerti. Mahesa masih shock dengan kepergian Shaka"

Next chapter