5 4. Dia menolak

Seharian ini, Liu Xi duduk di meja komputernya. Mencari tahu tentang Yi Zen dan semua hal yang berkaitan dengannya. Hingga akhirnya Liu Xi memiliki keberanian untuk mendatangi kantor Yi Zen. Dan disinilah Liu Xi, menatap bangunan yang menjulang tinggi dengan semua keraguan. Hingga langkah kakinya memasuki kantor tersebut.

Liu Xi mematung saat seorang pria tinggi yang terlihat tampan itu mendahului langkahnya. Tampak dingin dengan wibawa tegas yang terlihat jelas di wajahnya. Liu Xi mengeratkan genggaman tangannya. Matanya bahkan menatap benci sosok tersebut. Tanpa banyak kata, Liu Xi menyusul pria tersebut hingga masuk dalam lift yang sama. Dimana tak ada satu orangpun yang berani masuk dalam lift tersebut.

Yi Zen menggeram marah saat pintu lift tertutup. Ia membalikkan badannya dan menatap Liu Xi lama. Ingatannya berputar seakan pernah bertemu dengan Liu Xi sebelumnya. Sedangkan Liu Xi menatap Yi Zen benci.

"Sudah ingat denganku?" tanya Liu Xi pelan.

Yi Zen mengerutkan alisnya. "Apa kita pernah bertemu?"

Liu Xi tersenyum getir. Pria di hadapannya itu tak mengingatnya. Pria yang telah menghancurkan hidupnya itu bahkan tak menganggapnya pantas untuk diingat.  Ia diam sejenak sebelum akhirnya menatap tatapan dingin Yi Zen. "Bagaimana aku bisa melupakan saat kau merengut sesuatu yang membuat hidupku hancur."

Yi Zen tampak tenang. Berjalan mendekati Liu Xi hingga Liu Xi mundur ke dinding lift. "Apa yang kau katakan! Aku bahkan tak mengenalmu!" Yi Zen membungkukan badannya dan menatap mata Liu Xi yang mulai berair. "Dengar, jalang! Aku telah banyak bertemu wanita yang sama denganmu dengan berbagai alasan untuk menggerogotiku. Dengan berbagai alasan. Tentu. Dan mereka semua sama sepertimu! Datang dengan air mata dan bertindak seolah-olah mereka sangat mengenalku!"

Liu Xi menggertakkan giginya. Kenyataan yang baru saja ia dengar membuat harga dirinya kian terluka. Pria di depannya ini benar-benar pria berengsek yang pernah ia kenal. Tidak, dia lebih buruk dari itu. Bahkan ia tak mengerti, kenapa takdir begitu kejam padanya.

"Kau benar-benar berengsek!"

Mata Yi Zen berkilat marah. Ia menarik rambut Liu Xi ke belakang dan mendekatkan wajahnya. "Beraninya jalang sepertimu mengatakan itu padaku!"

Air mata yang Liu Xi tahan akhirnya tumpah. Ia menatap takut mata pria di hadapannya. "Kau lupa? Kau menarikku dengan paksa memasuki kamar keparat saat aku tersesat. Kau bahkan merengut kesucianku hingga aku hamil! Aku hamil!" tekannya dingin. "Dan itu anakmu!"

Deg! Mata Yi Zen terbelalak. "Jangan membodohiku, jalang!"

Liu Xi tersenyum diantara tangisnya. "Kau pikir aku bohong! Kau sudah menghancurkan hidupku!"

"Aku tak mengenalmu!" balas Yi Zen mengelak.

"DJ Pub! Satu bulan yang lalu! Kau ingat? Kau menyeretku masuk dalam kamar itu dan menghancurkan hidupku!"

Deg! Yi Zen membeku. Ia melepaskan rambut Liu Xi pelan dan mundur. Ia membalikkan badannya saat pintu lift terbuka. Dengan cepat ia menarik tangan Liu Xi untuk mengikuti langkahnya. Liu Xi hanya bisa berlari kecil dengan terpaksa untuk menyamakan langkahnya dengan Yi Zen. Bahkan genggaman erat di tangannya cukup membuat Liu Xi kesakitan.

"Selamat pagi, Pak."

Yi Zen tak menggubris sapaan sekretarisnya. Ia hanya menatap datar dan berucap tegas. "Aku tak ingin ada telepon atau siapapun mengangguku pagi ini!"

Sekretarisnya hanya mengangguk dan menatap wajah Liu Xi yang masih sembab. "Gadis yang malang," batinnya.

Yi Zen menutup pintu ruangannya keras. Menyeret Liu Xi lalu menghempaskan tubuh gadis itu di sofa ruangannya. Tubuh Liu Xi terbanting di sofa tersebut. Ia mengerang sakit dengan memegang perutnya.

"Ahk," wajah Liu Xi terpejam sesaat dan mendominasi suasana yang hening.

Liu Xi sedikit berjengkit kaget saat wajah Liu Xi tampak kesakitan sesaat. Rasa bersalah sedikit muncul terlebih saat Liu Xi memegang perutnya. Untuk sesaat perasaan Yi Zen menguasai. Ia merutuki sikap bodohnya terlebih ia telah tahu bahwa Liu Xi hamil anaknya. Darah dagingnya! Namun ego itu lebih menguasai. Ia duduk di depan Liu Xi dan menatapnya dingin.

"Jadi berapa yang kau butuhkan?"

Liu Xi menatap Yi Zen. "Maksudmu?"

Yi Zen berjalan menuju meja kerjanya. Membuka laci dan mencari sesuatu. Setelah menemukan, Ia menuliskan beberapa angka. Lalu kembali dan melemparkan cek itu di wajah Liu Xi. "Apakah cukup?"

Liu Xi memungut cek yang telah jatuh. Melihat nominalnya dan tertawa. "Kau sungguh berpikir aku sana dengan para jalang yang kau seret di tempat tidurmu?!"

Yi Zen menatap datar. "Sebutkan berapa yang kau minta! Tak usah banyak bicara!"

Liu Xi tersenyum tipis. Merobek cek tersebut menjadi potongan-potongan kecil. "Aku tak membutuhkan uangmu!"

Yi Zen tersenyum tipis. "Bagus! Jika begitu keluar dari ruanganku dan jangan pernah mengusik hidupku!"

Liu Xi terpaku. Ia semakin paham seperti apa ayah dari bayinya. Ia mengelus perutnya yang masih rata. "Kau lihat kan, nak? Seperti apa Ayahmu yang sesungguhnya. Bukankah dia pria yang sangat berengsek?"

Hati Yi Zen mencelos. Ia menatap tangan Liu Xi yang masih mengelus perutnya. "Aku katakan ini. Malam itu hanyalah suatu kesalahan."

"Suatu kesalahan?" ulang Liu Xi lirih. Ia mencoba tersenyum diatas hatinya yang kian terluka. "Kau menghancurkan hidupku dan dengan begitu mudahnya mengatakan bahwa itu kesalahan! Kau tahu? Hidupku hancur karena kesalahanmu!" Liu Xi berteriak marah. Mengamuk hingga menampar pipi Yi Zen keras. "Kau pria terburuk yang pernah kukenal. Bagaimana aku bisa berakhir bersamamu! Kenapa takdirku seburuk ini!"

Yi Zen diam. Melihat Liu Xi yang menangis dan terduduk di lantai. Bahkan tamparan gadis itu masih terasa sakit di pipinya. "Jadi apa yang kau inginkan!"

Liu Xi menoleh, menatap nanar pria tinggi yang tak jauh darinya. "Aku hanya butuh tanggung jawabmu!"

Yi Zen tertawa. Mengusap kasar wajahnya. "Apa kau gila! Kenapa aku harus menikahimu!"

"Karena aku mengandung anakmu!" balas Liu Xi tak kalah keras.

"Gugurkan saja!"

avataravatar
Next chapter