7 Chapter 6 - Auman sang Iblis

"Dmitry, o-orang itu—" kata Ilya dengan terkejut, namun terputus oleh perkataan mendadak Dmitry.

"Kau benar ... akan kujelaskan semuanya nanti." Dmitry bersikap sangat dingin, bahkan wajahnya terlihat sangat kaku dan serius. Dmitry kemudian menoleh ke arah mereka, dan menambahkan, "Setidaknya, kita harus menunggu sampai dia tersadar kembali."

Tidak biasanya Dmitry bersikap datar, seperti sehabis melihat hantu saja. Dia sedikit berbeda. Mungkin saja dia terlalu kelelahan, itu terlihat dari wajahnya.

Dmitry duduk di atas akar batang pohon yang kering. Dia menyatukan jari-jemarinya dan menyangga dagunya. Dmitry mengerutkan sudut bibirnya, seolah menahan sesuatu yang pahit.

Ilya segera sadar akan sikap aneh Dmitry saat itu, namun dia berusaha tetap bersikap tenang. Dia tidak ingin mencurigai apapun, setidaknya untuk saat ini. Dia memutuskan diam dan duduk di sisi lain api unggun yang penuh kehangatan. Kobaran api di depan mereka meletik, dan memercikkan bara merah yang tersebar ke udara.

Dalam keheningan malam yang mengelilingi, api di depan mereka menjadi satu-satunya sumber penerangan. Ilya melirik dengan satu matanya yang terjaga ke arah Viona— melihat ekspresinya yang dingin seperti hantu.

Viona kemudian menghela napas, dan memutuskan menghampiri Dmitry. Wajah Viona masih tidak berekspresi untuk sesaat, sampai ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Aku sudah terbiasa dengan sifat aneh kalian itu, jadi aku sama sekali tidak peduli. Hanya saja, kali ini aku ingin tahu ... Dmitry." Viona mengucapkannya saat berjalan.

Viona melihat ke arah seorang pemuda berkulit putih, dengan rambut hitam. Dia menyadari jika pemuda di sana masih berdarah. Pakaiannya bahkan terlihat compang-camping. Terlebih, ekspresi pucat seperti mayat yang terukir di raut wajahnya yang tertidur. Viona cukup jeli bisa mengamatinya, karena posisi Hanz berbaring tidak sepenuhnya tersentuh cahaya api.

Dmitry tersenyum dengan paksa, sekalipun wajahnya terlihat kaku, dia menjawab dengan suara gemetar,

"Hmm ... a-apa itu?"

Dmitry bisa merasakan firasat buruk dari Viona. Karena, entah mengapa menurutnya nada dingin yang keluar dari mulut Viona barusan seakan-akan penuh ancaman dan intimidasi.

Sementara Ilya, dia terlihat kaget dan frustasi. Dia kemudian menahan suaranya dalam benaknya dan berkata, "Tu-tunggu, barusan Viona bilang kami aneh? Apakah itu termasuk aku? Ke-kenapa ...!?"

Viona lantas menoleh dengan tajam, melirik Dmitry dari sudut matanya yang mengintimidasi. Dmitry yang menyadari tatapan tajam itu merasa merinding. Dia sadar bahwa menatap wajahnya secara langsung adalah kesalahan. Segera, dia bangun dan berdiri mencoba menghindarinya. Namun, langkahnya terhenti saat Viona menahan bahunya dengan penuh kekuatan. Wajah Dmitry semakin gugup, udara yang dingin tak mampu meredam keringat yang keluar di wajahnya.

"Apa yang telah terjadi dengan orang ini, Dmitry?" Viona meninggikan nada suaranya, yang semakin membuat suasana terasa tegang.

Bagi Dmitry, Viona seperti mengancamnya dengan lembut. Dia menyadari jika salah bicara dia akan dicurigai mereka. Dmitry kemudian berpaling dan menatap Viona dengan penuh keyakinan, Dmitry berkata, "Viona ... wajahmu terlihat seram."

Dmitry secara refleks mengatakan itu setelah bertatapan dengan Viona.

Viona yang tampak menahan emosi menghela napas pelan, dan

menatap Dmitry kembali dengan wajah sedingin es. Viona berkata dengan suara rendah,

"Hah? Habisnya, bagaimana bisa tangan kanannya berakhir mengerikan seperti ini? Ah, aku merasa tidak nyaman melihatnya. Kau ... pasti habis melakukan sesuatu yang buruk kepadanya, bukan!"

Dmitry terkejut jika Viona sudah menyadarinya. Intuisi gadis ini memang tidak bisa diremehkan. Padahal, Dmitry sudah mencoba menyembunyikan bekas luka di tangan Hanz dengan menutupinya menggunakan selimut. Viona ternyata mampu menyadarinya hanya dengan melihatnya secara sekilas.

Dmitry tidak bisa menjelaskan apa yang telah terjadi. Dia berusaha mengelak dengan berkata, "Ti-tidak, tunggu--dengarkan aku dulu!" Dmitry menyeret kakinya mundur, tampak sekali jika dirinya sekarang tengah panik.

"Baiklah, aku akan dengarkan. Jika penjelasanmu tidak masuk akal, maka aku akan menuliskan kejadian ini ke dalam laporanku." Viona mengucapkannya sambil mendekap dadanya dengan wajah merah padam.

"A-ah baik. Ini, bagaimana cara mengatakannya— mungkin ceritanya agak panjang. Tetapi, apa yang terjadi kepadanya hanyalah sebuah kecelakaan."

"Huh? kecelakaan?" Viona menatap tajam dan tidak percaya.

"Yah, itu ... dia sempat tersandung saat terjadi perkelahian ringan, lalu dia—"

Perkataan Dmitry berhenti saat melihat gerakan penuh ancaman yang keluar dari langkah Viona. Dmitry bisa menduga apa yang akan segera terjadi beberapa detik kemudian.

Bwooshh ...!

Dmitry menekuk punggungnya, dan sebuah kaki yang indah terjulur di atas wajahnya.

"Itu tadi gawat sekali—"

Dmitry berhasil menghindari serangan Viona yang sangat cepat. Namun, serangan tidak berakhir begitu saja.

"Whoaa ...!"

Dmitry segera melangkah mundur, menyadari Viona yang tanpa aba-aba mengayunkan tendangan mematikan— mengincar kepala Dmitry.

"Viona! Tu-tunggu! Dengarkan aku—"

"Sebaiknya kuhajar saja kau ... Dmitry!"

Darah Viona yang sudah terlanjur memanas, sama sekali tak mencoba menghiraukan perkataan Dmitry. Kali ini, dia bergerak cepat dengan mengepalkan salah satu tangannya, berniat melontarkan tinjunya ke wajah Dmitry.

Melihat itu, Dmitry sontak terkejut. Dia segera berbalik dan melompat memanfaatkan angin malam yang berhembus. Saat melayang di udara, Dmitry berteriak, "Kuserahkan dia padamu, Viona! Aku akan menjelaskan semuanya ... nanti!"

Dmitry dalam sekejap menghilang dari hadapan mereka, berlari menjauh di tengah padang rumput yang luas tanpa penerangan apapun.

"Viona, itu, apa yang kau lakukan? Kenapa kalian—"

Ilya yang mencoba bertanya, dilirik dengan tatapan dingin. Ilya merasa merinding setelah ditatap seperti itu. Ilya kemudian mengerti alasan mengapa Dmitry berlari menjauhinya. Ilya tersentak sambil menelan ludahnya, lalu berjalan ke arah kudanya.

Ilya dengan sikap yang terlihat tenang di hadapan Viona, segera naik ke atas punggung kudanya. Dia berkata,

"E-ehmm. Itu ... aku akan menyusul Dmitry, Viona."

Ilya kemudian berjalan menjauh dengan menaiki kudanya.

"Ya ampun, kenapa dia malah ikut kabur? Padahal aku hanya ingin menghajar Dmitry saja," gumam Viona selagi menekuk jari-jemarinya.

Viona kemudian kembali ke sisi Hanz. Viona kali ini melihat lebih dekat, lalu duduk bersebelahan di antara akar kayu. Ia lalu membuka penutup kain dari atas tubuh Hanz. Viona seketika dibuat kaget, ia merasa tidak asing akan hal ini. Tampak dari tangan kanan yang buntung itu melepaskan kepulan uap hitam. Luka yang tersisa secara sendirinya pulih, dagingnya perlahan terbentuk bersama tulangnya.

"Dia ... seorang Unhuman? Apa yang sedang terjadi di antara mereka berdua sebenarnya!?" Viona merasa geram, lantas ia mengepalkan kedua tangannya secara tidak sadar.

Sementara itu, Dmitry berhenti berlari setelah rasa lelahnya memuncak. Ia kemudian mengatur napasnya sejenak, selagi menyaksikan pemandangan padang rumput terbuka di bawah langit berbintang.

"Haaah ...."

Suara derap langkah kaki kuda datang dari arah belakang Dmitry. Ilya yang semakin mendekati Dmitry mulai menarik tali kendali kudanya dan berhenti sejenak. Ilya tiba-tiba berkata,

"Dmitry! Kau ... masih menyembunyikan sesuatu dari kami, bukan?"

Dmitry tidak langsung berbalik. Dan hanya bergeming di antara gelapnya ruang malam terbuka. Suara kuda tunggangan Ilya mendadak meringkik gelisah, begitu juga angin dingin yang berhembus secara tiba-tiba.

"... Apa maksudmu?" Dmitry menjawab dengan nada dingin, sementara wajahnya menjadi sedikit serius. Ilya tidak dapat melihat ekspresi ini dari Dmitry.

"Kau tidak bisa membohongiku, Dmitry. Setelah perjalanan panjang kita bersama selama empat tahun terakhir ini. Entah mengapa, aku merasa mulai sedikit mengenalmu."

"Maksudmu, kau memahamiku, begitu? Apa benar?" Dmitry memalingkan setengah wajahnya, dan menunjukkan sebelah tatapan mata kanannya yang dingin dan kosong.

Ilya sedikit kaget saat melihat ekspresi tidak biasa itu. Lantas, ia langsung turun dari kudanya. Kemudian Ilya berkata kembali,

"Itu benar. Seperti yang kau lakukan sekarang ini tentunya. Kenapa kau tidak jujur saja, Dmitry?"

"Heh ... apa maksudmu, Ilya? Kau berlebihan jika menganggapku menyembunyikan sesuatu." Dmitry lalu berpaling. Mereka kini saling berhadapan dan menatap mata satu sama lainnya. Dmitry mengangkat sudut mulutnya, memasang ekspresi hambar.

"Hmmm ... ternyata dugaanku benar. Aku memang sudah menduga-duga ini sejak lama. Tetapi, aku sekarang bisa sedikit yakin. Mengapa, setiap kali kau menyembunyikan sesuatu ... kau selalu menunjukkan senyum semu itu, Leonardo Dmitry!?"

Ilya memicingkan matanya, memasang tatapan sinis terhadap Dmitry. Suasana hati di antara mereka mendadak berubah. Dmitry terdiam, dan sedikit menurunkan dagunya. Sepoyan angin yang tiba-tiba datang mengibarkan mantel pakaian mereka, begitu juga rambut mereka berdua.

"Kalau begitu ... bukankah kita berdua tidak ada bedanya, Ilya Movarch? Kau sendiri, selalu memendam dan tidak pernah ingin membiarkan siapapun tahu akan dirimu, bukan? Bahwa kau hanyalah seorang pria misterius tanpa asal-usul yang jelas. Itu ... sangat menakutkan bagiku tau." Dmitry mengatakannya dengan nada seramah mungkin, agar Ilya menganggap sindiran ini sebagai sebuah lelucon.

"Huuuhhh ...." Ilya menghelas napasnya. Lalu kemudian menggaruk pelipisnya. "Sampai kapan kau akan menganggapku seperti itu?" sambung Ilya sambil melangkah ke arah Dmitry.

Dmitry lalu berjalan ke depan, diikuti Ilya yang menggiring kuda hitamnya. Dmitry tak mencoba menoleh, dan langsung menjawab,

"Sampai kau berhenti mencurigaiku sebagai pengkhianat."

"... Jadi, kau menyadarinya?"

"Tentu. Aku tidak perlu repot-repot menerima tugas ini jika aku ingin berkhianat, Ilya. Sebaiknya kau berhenti mengikuti perintah Killyan. Karena orang itu lebih mencurigakan dibandingkan denganku."

"Mungkin aku tidak pernah mencoba mempercayai siapapun. Tapi, sekarang mungkin berbeda. Meski awalnya aku hanya ditugaskan sebagai pengamat. Aku ... tidak akan lagi bertindak sebagai bidak siapapun."

"Hmm, begitu ...."

"Omong-omong, sedang berjalan ke mana kita ini?"

"Mencari buah-buahan segar untuk disantap besok."

"Hoo, begitu ...."

... ... ...

[POV - I - HANZ]

Aku terdiam sejenak, terheran akan kekuatan yang lepas kendali dari tanganku. Jujur saja, aku sangat terkejut sekarang. Ini sudah dibuktikan dari ekspresiku.

Entah bagaimana kekuatan itu terlepas begitu saja dari tanganku, menyebabkan energi yang terkumpul jadi lepas keluar dan meledakkan padang rumput di hadapanku.

Aku sendiri tidak merasa melepasnya. Namun, kerusakan yang terbentuk di depanku sekarang menjadi buktinya.

Aku tidak bisa berdalih apapun. Ini ... murni kesalahanku.

Kepulan asap terbentuk untuk sesaat. Namun, sekejap hilang bersama tiupan angin. Padang rumput yang tadinya hijau kini berubah menjadi lahan hitam dan tandus.

Gawat!

Ahh, ini buruk sekali! Apa yang sudah kulakukan?

Saking bingungnya, aku hanya bisa menggaruk belakang kepalaku.

Lantas aku berbalik, menuju ke arah Ilya berada. Tampaknya, Ilya terperangah sambil tertunduk menatapku.

"H-hoi, Hanz! Bagaimana bisa kau melepaskan kekuatan seperti itu hanya dengan memukul biasa!?" Ilya merengek kesal.

Yah. Wajar saja, aku sendiri begitu terkejut.

"Maaf! Aku ... tidak sempat menyadarinya."

Aku mengatakannya dengan sedikit tersenyum, serta tawa ringan akan rasa bersalahku.

Yah. Aku sedikit bingung. Soalnya, aku tidak mengerti cara menahannya. Aku hanya sedikit memahami cara memakainya, namun tidak mengendalikannya.

"Ya ampun ... kau benar-benar mengejutkanku. Hanz, kurasa kau berbakat. Kemampuan itu tadi, sangatlah menakjubkan."

Hmm? Menakjubkan katanya? Ah, menurutku tidak. Habisnya, ini kekuatan darah Iblis.

Tapi, jika aku memanfaatkannya untuk kebaikan, apa ini bisa dibilang hal bagus?

"Itu berlebihan, Ilya. Kekuatan ini tidaklah sebaik yang kau kira." Aku membalikkan pujian yang diucapkan Ilya tadi, dan mengatakannya dengan nada dingin.

"Apa maksudmu? Itu tadi sangat hebat."

"Menurutku ... tidak."

"Huuh ... sudahlah. Kita tidak punya waktu untuk bersantai di sini, Hanz. Sebaiknya kita bergerak membantu Dmitry di sana. Seorang Unhuman lain datang dan menyeret Dmitry, kurasa akan ada pertarungan buruk yang sedang terja—"

Tiba-tiba saja terdengar suara dentuman keras yang menggema. Asalnya, dari arah seberang sana, suatu tempat jauh yang sedang membentuk gumpalan asap tebal.

Perhatianku langsung tertuju ke arah sana. Entah mengapa, tanah ikut bergetar, dan ada cahaya pendar merah yang muncul dari balik gumpalan asap. Meski jaraknya jauh, itu masih sedikit terlihat. Kurasa itu adalah sesuatu yang besar.

Perasaan samar akan bahaya kembali memperingatkanku. Ini ... dari belakang!?

Sebuah kilatan kuning kehitaman tiba-tiba membentuk badai arus listrik yang memercik kuat dari arah belakangku.

Kekuatan ini ... orang tadi!?

Semua ini berlangsung dalam sekejap mata saja. Aku hanya bergerak berdasarkan naluriku untuk memukul lurus ke arah belakang.

Entah bagaimana, kepalan tangan kananku bertemu dengan pukulan lawan. Seketika itu, gelombang kejut terhempas dari permukaan tangan kami yang bersentuhan. Energi liar terbebas dan menyerang siapapun yang berada di dekat kami.

"Kau ...!" Orang itu mendesah dengan nada kebencian. Wajahnya masih tidak menunjukkan eskpresi. Namun, matanya yang menyala itu mengatakan emosinya secara tidak langsung.

"Hmm? Kau kembali? Baguslah!"

Aku mengejeknya dengan suara hina, sambil tersenyum miring.

Baguslah!

Sekarang, aku akan membalasmu atas pukulan tadi, sialan!

... ... ...

[Pov - III]

Sesaat sebelumnya.

Dmitry yang terbawa oleh deretan kerangka tulang belulang, terdorong hingga menabrak punggungnya ke sebuah tebing bebatuan. Tubuhnya tertahan oleh gumpalan tulang yang merambat, dan menghimpit sekujur tubuhnya, Dmitry dibuat tak bisa bergerak sama sekali oleh Vyrco.

Vyrco berlari dengan senjata aktif dari bongkahan tulang pada tangan kanannya. Wajahnya begitu serius, ia memicingkan matanya dan tak mengalihkan pandangannya dari target. Vyrco berniat menghabisi Dmitry dalam satu serangan.

Dmitry terlihat seakan-akan menanti dalam keadaan tidak berdaya. Namun, secara tiba-tiba suasana berubah. Aura hitam meluap keluar dari diri Dmitry, setelahnya membentuk rentetan bilah berduri yang menembus tulang di sekitar tubuhnya. Tulang itu melebur, lalu menguap. Dmitry terlepas, kemudian terjatuh ke tanah dan langsung berdiri, energi hitam kini memenuhi dirinya kembali.

Langkah Vyrco terhenti ketika melihat Dmitry terlepas dengan mudahnya. Ia sedikit terkejut. Namun, ekspresinya kembali berubah serius. Vyrco kembali berlari mengejar targetnya.

Dmitry berjalan dengan santainya, seolah melangkah ringan tanpa perasaan lain. Tangan kanannya lalu bergerak merentang ke depan, ini adalah gerakan sama seperti sebelumnya ketika ia akan mengambil pedang dari ruang hampa.

Kelima jari Dmitry sudah dalam posisi terbuka. Lantas, ia mengayunkan tangannya ke samping, kibasan tadi mendatangkan kembali sebuah pedang hitam dari ketiadaan. Bentuk sama beserta wujud berkobar itu.

"Pedang macam apa ... itu?" Vyrco keheranan melihat Dmitry yang bergeming menantinya.

Melihat itu, Vyrco tak tinggal diam, ia berlari ke arah depan sembari mengangkat tangan kanannya setinggi bahu. Vyrco sudah tak sabar ingin menusuknya, jarak mereka semakin memendek.

Sementara Dmitry tak melangkah sedikitpun. Matanya terlihat hampa. Tak ada emosi yang tersirat dari wajahnya. Namun, hatinya sedang berkata lain.

"Sial. Ternyata, pedang ini masih tak layak kupakai. Menggunakannya hanya akan merugikanku. Apa harus kulepaskan saja? Tapi, pedangku yang tadi terlepas dariku. Gawat ... memakai teknik Yin selagi membuka pedang sihir sangat menguras jumlah energiku. Kurasa, aku hanya punya waktu kurang dari lima menit sampai aku kehabisan Mana. Setelah itu, apapun yang terjadi aku akan melepaskan teknik ini."

Dmitry tampaknya memikirkan semua itu sedari tadi. Napas Dmitry tersengal-sengal. Wajahnya sepucat mayat hidup. Dmitry sudah terlalu memaksakan dirinya. Ia sangat kelelahan dan terbatasi karena pilihannya.

Vyrco datang. Segera, ia menusukkan senjatanya mengincar tubuh Dmitry. Serangan itu menembus udara secara bebas dan menghantam permukaan tanah. Vyrco sama sekali tidak mengenai Dmitry, ia kemudian menarik tangannya dari tanah, dan meninggalkan bentuk celah retakan berlubang yang cukup dalam.

"A-apa!? Di-dimana—"

Vyrco sejenak kebingungan, selagi matanya menoleh ke sekitar. Tiba-tiba Vyrco terbelalak. Ia merasakan sebuah sinyal bahaya. Lantas, ia melirik ke belakang dan dapati sosok Dmitry yang muncul dari udara. Wajah Vyrco berubah jadi pucat pasi. Ia bisa merasa bahwa ekspresi dingin yang ditunjukkan Dmitry memancarkan hawa lain. Ia mengetahuinya, itu adalah aura kemarahan setajam pedang yang dapat memotong setiap inci tubuhnya.

Sebelumnya Dmitry melompat dengan sangat cepat. Itu adalah gerakan sederhana yang dipadukannya dengan sebuah teknik sihir, serta menggandakan Mana di sekitar telapak kaki, dan mengontrol elemen angin, maka Dmitry dapat melesat sepuluh kali lebih cepat dalam satu pijakan. Ini merupakan teknik seorang Assasin yang bergerak dengan menyembunyikan hawa keberadaannya, saking cepatnya, mata biasa tidak akan sempat menyadari adanya sebuah gerakan.

"O-orang ini—"

Vyrco segera berbalik dan mengangkat naik tangan kanannya setinggi bahu. Mereka saling berhadapan dalam jarak dekat. Dmitry menebas menyamping mengincar leher lawan. Detik itu, Vyrco melakukan dua serangan secara bersamaan, tangan kanannya mencoba menusuk lawan sementara tangan kirinya mencoba menangkap tangan Dmitry.

Vyrco berteriak bersama serangannya. Dmitry hanya menunjukkan sedikit keseriusan dari ekspresinya. Benturan terjadi! Vyrco merubah arah serangannya ke arah pedang sihir Dmitry. Vyrco tersadar sedetik setelahnya, jika ia mengabaikan serangan ini, ia mati! Maka Vyrco menggunakan kedua tangannya untuk menahan pedang Dmitry.

Vyrco tidak menduga ini, bongkahan tulang memadat dari perwujudan tangan kanannya dihancurkan. Tebasan tadi lebih kuat dari yang ia kira. Namun, Vyrco berhasil bertahan berkat pertahanan tangan kirinya yang sempat membuat tulang kerangka tameng melingkar, jika tidak bisa dipastikan tangan kanannya sudah terpenggal putus.

"Kuat sekali!"

"Benarkah ...!?" Dmitry mengucapkannya dengan nada sedingin mungkin. Ia mengintimidasi lawannya dengan bersikap tenang dan dingin, agar seolah-olah dirinya tidak merasakan pertarungan ini dianggap berarti. Meski, Dmitry sebenarnya masih kesakitan karena luka pada tulang dadanya belum sembuh sepenuhnya.

Wajah Vyrco berubah suram. Wajar saja, dalam kondisinya ini, Vyrco terdesak oleh pihak lawan.

Kondisi mereka kini terlihat sedang saling menatap. Kedua tangan Vyrco menahan dalam bentuk tulang belulang di atas leher, sementara Dmitry menekan pedangnya dan mencoba menembus pertahanan lawan.

"Graaaaahh!"

Vyrco berteriak, selagi satu kakinya mencoba menendang lawan. Dmitry langsung mundur, membuka jarak di antara mereka. Dmitry mundur karena seluruh permukaan kaki Vyrco ditumbuhi duri tulang belulang meruncing. Ia tidak ingin mengambil risiko menahan itu.

Vyrco kemudian menurunkan kedua tangannya. Terlihat jika permukaan lengan Vyrco yang tersentuh wujud pedang sihir tadi menerima luka melepuh seperti terbakar. Regenerasi Vyrco tampak melambat, lukanya tidak dapat disembuhkan. Ini merupakan efek dari pedang sihir milik Dmitry.

"Tidak mungkin ... ini—"

"Ke mana kau mengalihkan matamu ...!?" Dmitry kembali muncul di hadapan Vyrco sambil mengatakan kalimat itu dengan nada yang dingin. Selagi, Dmitry melayangkan kaki kanannya yang menendang tubuh lawan.

Vyrco seketika terpelanting, terhempas jauh ke belakang. Ia segera menahan benturan dari dirinya dengan menangkap permukaan tanah. Ia berhenti, dan setengah berdiri sambil menghadap depan.

Detik itu, Dmitry muncul dari arah atas dan melayang turun mengincar lawannya yang berada di darat. Vyrco tersentak, wajahnya sudah sepucat tembok. Lantas, ia menggeram sambil mengucapkan,

"Teknik darah bentuk keenam, sayap malaikat!"

Punggung Vyrco seketika terkoyak, seperti terbuka paksa, setelahnya tulang belulang yang merambat bagai akar bermunculan ke atas, kemudian membentuk wujud kerangka sepasang sayap kembar yang melingkupi dan membentuk kubah.

Dmitry sudah sadar akan pertahanan lawan. Tapi, ia sedikit terkejut akan bentuk tulang itu. Tebasan pertama langsung menggores secara dangkal lapisan bongkahan tulang, Dmitry berputar secara terbalik mengitari dirinya, bersama dengan tebasan menyamping. Setelahnya, Dmitry bermanuver dengan melepaskan tusukan melintang.

Suara retakan sebuah tulang memecah suasana pertarungan. Kepingan sisa kerangka yang memercik di depan wajah Vyrco itu secara mendadak mendatangkan bilah pedang ke samping lehernya. Pedang sihir milik Dmitry berhasil menembus kerasnya pertahanan bongkahan tulang sampai menusuk masuk ke dalam tanah. Vyrco langsung meneteskan keringat dari wajahnya ketika menatap mata pedang berwarna hitam nan berkobar.

"Tidak mungkin ...!" gerutu Vyrco.

Meski meleset, darah tiba-tiba bercucuran dari sisi leher Vyrco. Padahal jelas sekali jika pedang Dmitry tidak menyentuh kulitnya, dan jarak yang tercipta hanya sebatas dua bilah jari. Walau terlihat seperti goresan, luka pada kulit Vyrco mendadak melepuh seperti terbakar. Vyrco kembali dibuat terkejut dan berkeringat dingin.

"Sialan!" gerutu Vyrco sambil mengeratkan giginya.

Vyrco ternyata tidak sebodoh yang Dmitry kira. Waktu ketika serangan kedua Dmitry dilepaskan. Bongkahan tulang yang diubah Vyrco di bawah kakinya berpijak membentuk deretan bilah tulang dengan ujung meruncing dan bercabang, kemudian bergerak dari bawah tanah dan muncul dari arah belakang lawan. Kedua serangan itu saling bergerak bersamaan. Namun, Vyrco selangkah lebih lambat, Dmitry membuat [Barier] pertahanan gelombang sihir tak kasat mata yang menahan seluruh bilah tombak tulang belulang lawan.

Tak diduga, serangan tadi hanyalah pengalihan, karena Vyrco menyiapkan sesuatu dari balik tangan kirinya. Segera, ia menyentuh permukaan tulang di atasnya, ketika itu sebuah tonggak kerangka tulang muncul dari tempat Dmitry berpijak. Setelahnya, Vyrco mengorbankan tangan kirinya untuk mengubah seluruh bagian tangan menjadi bentuk deretan tulang belulang yang ujungnya meruncing. Segera, Vyrco mengarahkan tangannya ke atas, dan melepaskan wujud kerangka tulang yang menyebar memenuhi udara.

Dmitry seketika itu terhempas ke udara ketika terkena tonggak tulang raksasa, kemudian disusul oleh deretan tulang yang menyebar menyerangnya. Mata Dmitry berputar, melihat ke segala arah. Wajahnya berubah tenang, dan menghirup napas sambil memejamkan matanya.

"Kena--kau!"

Wajah Vyrco yang sudah sempat membentuk ekspresi lega, kembali dibuat tersentak. Entah bagaimana Dmitry tak tersentuh sama sekali oleh serangan Vyrco. Sebaliknya, setiap tulang belulang yang dimunculkan dari tangan kiri Vyrco diserap Dmitry ke satu titik lingkaran yang memadat dan membentuk bola energi hitam di permukaan pedangnya. Terlihat jika setiap bentuk tulang padat itu melebur ketika terhisap ke dalam wujud bola energi.

"T-tidak mungkin!"

Segera, Dmitry membuat serangan terakhir dari perwujudan bola energi yang muncul. Dmitry lebih dulu menyerap masuk bola energi tadi beserta pedangnya ke dalam telapak tangan kanannya, dan memunculkan kembali segel tulisan sebelumnya di depan tangannya.

"Teknik seri kerakusan. Muntahan sang pelahap."

Setelah merapal mantra itu. Energi yang kembali masuk, bergerak memenuhi ujung jari tangan kanannya. Dmitry menjulurkan tangannya ke depan, dengan posisi seluruh jemari terbuka lebar. Setelahnya, muncul benih energi di depan tangan Dmitry dan melepaskan cahaya hitam yang membentuk tombak lurus. Tampak seperti bilah tonggak yang akan menghantam permukaan.

Vyrco tercengang, namun tidak tenggelam dalam lamunannya. Segera, ia menghentakkan kakinya ke bumi, selagi tangan kanan terangkat naik juga. Seketika itu sekujur tubuh Vyrco melepaskan seluruh bentuk kerangka tulang belulang yang memadat dan membentuk bongkahan dinding kubah mengelilinginya.

Serangan Dmitry ternyata dibatalkannya tepat ketika musuh membuat dinding pertahanan. Dmitry hampir lupa. Harusnya ia menghemat jumlah Mana miliknya sebisa mungkin untuk sesuatu yang sedang dipersiapkan. Dmitry sudah menyadari sesuatu dalam situasi ini.

Dmitry melayang, dan jatuh ke permukaan. Sesaat akan mendarat ke atas kubah Vyrco, ia mendorong pijakannya dengan melepas hembusan angin pendek. Itu berguna untuk mengurangi benturan.

Vyrco dibuat bingung, meski serangan tadi tidak sempat menyentuh permukaan tulangnya, tapi entah mengapa dalam sekejap itu menghilang.

"Apa yang terjadi!?" Vyrco tiba-tiba merasakan guncangan dari luar, bersamaan itu serpihan tulangnya berjatuhan dari atas. Tampaknya itu terjadi karena benturan keras dari luar.

Dmitry kini berdiri di atas bongkahan tulang Vyrco. Terlihat jika ia sedang memukul-mukul dinding tulang belulang yang membentuk kubah di bawahnya.

"Yin-Technique, terbuka."

Tangan kanan Dmitry memanas, dilapisi oleh kobaran api hitam. Segera, ia memukul tulang belulang di bawahnya berulang kali. Setiap pukulan meninggalkan bekas retakan, dan perlahan membentuk celah lubang.

Sementara di dalam, Vyrco tampak kesakitan karena seluruh bagian kulitnya terkoyak dan ditempeli bagian kerangka tulang yang membentuk akar tiang pertahanan. Vyrco masih berekspresi sama, wajahnya sangat pucat dan kelelahan.

"Sial. Bisa-bisanya diriku ikut terpojok! Orang itu ... memakai pedang aneh yang dapat menyerap bentuk tulangku. Mungkinkah itu pedang sihir? Tapi, wujudnya berbeda dari yang kutahu. Dari sembilan jenis pedang pengutuk, tak ada yang seperti itu. Mungkin dugaan Tsuu tentang kembalinya para Executor memang benar, karena menghilangnya keberadaan para Executor selama empat tahun terakhir, aku mengira jika mereka telah tiada." Vyrco menggerutu kesal, wajahnya tampak suram. Namun, semangatnya masih menyala, itu terbukti dari tatapan matanya yang tajam.

"Tidak ada pilihan lagi, aku akan—"

Selagi suara ketukan keras dari luar terus mengetuk gendang telinga, Vyrco menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah.

"Teknik darah, Astanchorus," sambung Vyrco.

Dmitry sudah membentuk lubang dalam dari bongkahan tulang di bawahnya, kali ini ia memfokuskan setengah energinya berkumpul ke kepalan tangan kanan demi melepaskan pukulan terakhirnya.

"Keluar kau ... Iblis!" teriak Dmitry dengan semangat menggebu-gebu.

Saat Dmitry akan melayangkan pukulannya, ia terhempas oleh sebuah ledakan yang muncul dari bawahnya. Dmitry terpental cukup jauh, dan terpelanting menghantam tanah dengan kerasnya. Sepertinya Dmitry membuat kesalahan dengan terlalu mengulur waktu, karena saat ini ia dikejutkan akan sesuatu dari wujud lawannya.

Kepulan asap mulai menutupi pandangan Dmitry akan sosok yang melepaskan ledakan itu, bersamaan auman keras nan menggeletar menggeram dari balik gumpalan asap.

Sebuah kerangka putih sedang membentuk deretan tulang rusuk yang memanjang, tulang punggungnya membentang lurus dan terangkat ke angkasa, memperlihatkan siluet tengkorak kepala naga. Tulang belulang yang menyusun kerangka tubuhnya meniru wujud naga tanpa sayap, seperti hewan melata, hanya dalam bentuk kerangka tulang putih.

Sosok itu kemudian menyelesaikan bentuk ekornya dan mengibaskannya di udara, bersamaan pendar cahaya merah menyala di antara sela tubuh berbentuk kerangka tulang itu. Setelahnya, bentuk tengkorak kepala naga muncul keluar dari kepulan asap, tampak sebuah pendar cahaya merah menyala dari sepasang lubang matanya.

"Apa-apaan ... itu—"

Dmitry hanya bisa terdiam, menatap ke arah sosok itu dengan wajah pucat pasi. Ia tertunduk, dengan satu kakinya setengah naik. Tiba-tiba, rasa sakit di dadanya muncul kembali, ia refleks memegang dadanya. Tampaknya, Dmitry sudah mencapai batas. Mana yang ia kumpulkan terbuang sia-sia, dan dampaknya adalah regenerasinya sendiri tertunda.

"Ghraaaaaaarrrrr!!!" Mendadak sebuah suara auman nan menggeram muncul, dan itu dikeluarkan dari sosok makhluk di hadapan Dmitry.

Sekarang ini, tubuh Vyrco tengah mengoyak kuat dan ditempeli selaput daging nan tipis seperti serabut akar yang menyelimuti permukaan kulit di sekujur tubuh.

"Kau ... harus ... membayarnya, keparat!" lirih Vyrco dengan bibir gemetar di dalam ruangan merah yang dikelilingi bongkahan tulang.

Di tengah rerumputan terbuka, Dmitry mengepalkan kedua tangannya sekeras mungkin, ia kemudian berdiri tegak dengan tatapan matanya yang tiba-tiba berubah menyala.

"Aku ... masih belum kalah! Aku ... aku masih—"

Seketika sebuah cahaya merah mengudara bebas ke angkasa dari arah tenggara mereka berpijak dan menerangi langit tanpa awan di siang hari itu.

"I-itu, ja-jangan bilang!" gumam Dmitry menatap langit selagi terbelalak dengan perasaan gelisah.

avataravatar
Next chapter