webnovel

Unforgettable Regret

Dinda Putri Atmaja (18 th) adalah seorang wanita yang sulit jatuh cinta dan mudah bosan dalam menjalin hubungan. Dia di paksa oleh Ayahnya kuliah di jurusan yang sama sekali tidak dia sukai. Pada acara pembekalan mahasiswa untuk persiapan OSPEK, dia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Gilang Pratama (19 th) yang secara fisik bukan tipe idealnya, penyuka alkohol, tetapi pintar mengambil hati wanita. Pertemuan keduanya membuat mereka semakin dekat dari hari kehari, hingga menjalin hubungan yang khusus. Pertamakali dalam hidupnya, Dinda merasakan benih-benih cinta sedang tumbuh berkembang di relung hatinya. Rasa cinta itu yang menghantarkan Dinda pada sebuah penyesalan yang tak pernah bisa dia lupakan.

Dinar_Fairuz_1991 · Urban
Not enough ratings
5 Chs

Lelaki Beralis Ulat Bulu

PS : Maaf author telat upload kelanjutan ceritanya karena habis sakit, guys. Kalian semua jaga kesehatan ya guys! makan-makanan yang bergizi, minum vitamin dan selalu terapkan protokol kesehatan. Happy reading guys..... ❤️

Sorot mataku memandang jauh ke arah seorang laki-laki yang telah membuat bajuku basah akibat terkena kubangan air yang dia lindas dengan ban belalang tempurnya. Sungguh menyebalkan ketika dia hanya mengacungkan jari tengahnya di hadapanku tanpa ucapan maaf yang terlontar dari mulutnya. Kulihat sosoknya lambat laun mengecil sembari melaju meninggalkanku dengan rasa dongkol di dada. Otaku berfokus mengingat sebagian wajahnya yang tertutup oleh helm cakil, samar-samar pula kumendengar seseorang yang aku rasa dia tengah memanggilku, hingga akhirnya dia ...

"Hoi, Din." Bayu berteriak dengan sedikit mencondongkan tubuhnya ke telingaku, "Ya elaaaahhh, di ajakain ngomong dari tadi nggak di jawab-jawab. Aku kayak orang gila yang lagi ngomong sama patung tahu nggak? dari tadi nanya cuma di diemin aja." Dia mengomel dengan kedua alisnya yang nyaris menyatu.

"Uuuuhhh ... Iya ... Iya, aku denger. Nggak usah keras-keras juga kali manggilnya. Sakit telingaku tahu, udah suara macam gembreng kerupuk, pakek acara teriak-teriak segala." Suara Bayu sontak membuatku kembali ke kenyataan setelah berusaha mengingat setengah wajah laki-laki beralis tebal. Bukan ... Bukan, mungkin lebih cocok jika kujuluki laki-laki beralis ulat bulu. Iya, karena memang bulu alisnya setebal bulu ulat bulu. Hih, aku tak pernah suka dengan hewan itu, sama dengan kesan pertamaku ketika bertemu dengannya.

"Hah? Enak aaaja, jelek dong suaraku. Lagian kenapa lagi, ini rambut, baju, sepatu, udah kayak anak tikus kecemplung selokan?"

"Hmmmm ... Nggak tahu temennya lagi kena musibah bukannya di tolongin, malah di katain. Anda pancen ngoten." Dengan gerakan memicingkan mata sambil mengajukan ibu jari, tepat di depan hidungnya yang mbangir.

Dia hanya membalas dengan gelengan kepala sambil tersenyum. "Ya maaf deh kalau gitu, terus ini kenapa bisa basah semua? Kamu jatuh di kubangan? atau ... gimana?"

"Nggak jatuh Bay. Tadi ada cowok kurang ajar ngelewatin motornya di kubangan ini, alhasil airnya nyiprat ke aku. Tuh cowok bukannya minta maaf waktu aku bilang 'brengsek', eh dia malah ngacungin jari tengah. Awas aja kalau ketemu, aku bikin perhitungan tuh orang."

"Ya jelas lah dia nggak minta maaf, orang udah dibilang brengsek. Kan impas berarti. Udah jangan dibikin dendam juga, entar cinta lho" jawabnya sambil terkekeh.

"Ih, ndak akan aku jatuh cinta sama orang kayak gitu. Lagian cewek mana yang bakalan kepincut sama cowok kayak gitu, ndak bakal ada yang mauuu ... Yakin aku."

"Ya udah, sekarang aku anterin kamu pulang aja kalau gitu."

Kami berdua berjalan beriringan menuju parkiran untuk mengambil motor. Lalu setelah itu, kamipun segera menaiki motor milik Bayu dan melaju meninggalkan area kampus.

Sesampainya di depan rumah, terlihat wajah ibu mengintip dari balik jendela. Beliau lalu membuka pintu rumah dan pintu pagar untuk menyambut kami. Pandangannya kali ini tertuju padaku. Raut wajahnya yang tadinya tersenyum karena hendak menyapa kami, kini berubah. Seakan bertanya-tanya. Beliau mengernyitkan dahi dan menggulirkan matanya dari atas kebawah, melihat penampilanku yang terlihat acak adul.

"Kamu kenapa nak? Kok bajumu pada basah-basah gitu?"

"Biasalah teeee ... Habis ketemu pangeran berkuda besi, mangkanya jadi begini, hahaha." Celetuk Bayu mendramatisir keadaan.

"Idiiiihhhh ... Amit-amit," sambil melakukan gerakan mengetuk-ngetuk kepala dengan kepalan tangan. "Namanya pangeran nggak ada tuh yang punya akhlak jelek model gitu. Daripada terlihat seperti pangeran dia tuh lebih cocok di bilang laki-laki beralis ulat bulu."

"Hah? Kok laki-laki beralis ulat bulu sih, Din?"

"Haduh, sudah-sudah nanti dulu bahas pangerannya dan ulat bulunya. Mending kalian masuk dulu ke dalam, sekalian kamu mandi dan ganti baju, Din. Nak Bayu biar sekalian makan siang saja di sini."

"Iya Bu."

Terlihat garis senyum yang mengembang dari laki-laki bertubuh jangkung itu. Ya ... Dia selalu bahagia jika berhubungan dengan makanan.

"Nape loh? Seyum-senyum sendiri kayak orang kesurupan." Ucapku, sambil menirukan kealaian kits jaman now.

"Apaan sih, nggak suka banget liat temennya seneng." Celetuk Bayu dengan menampilkan raut wajah sewot.

"Sudah-sudah, ayo masuk." Sambung ibu, mencoba nyudahi pertengkaran kecil kami.

Kami bertiga akhirnya berjalan memasuki rumah bersama-sama. Di dalam rumah terlihat adikku sedang bermain kartu bersama dengan teman-temannya.

"Hei lagi main apa nih?" Celetuk Bayu memecah konsentrasi adikku dan para teman-teman krucilnya.

"Lagi main minuman nih mas, mau ikutan juga?" Jawab Adikku.

"Bolehlah, mas ikutan kalau gitu."

"Bay, aku tinggal mandi dulu ya, sambil kamu main sama Arya."

"Oke ... Oke."

Segera kumelaju menuju kamar meninggalkan Bayu yang ikutan nimbrung bermain kartu, bersama adikku dan teman-temannya. Kubuka lemari pakaian dan mengambil baju ganti, lalu kuberjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari sisa-sisa air kubangan dan polusi yang menempel di kulitku.

****

Aku telah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih menempel di kepala. Ku usap-usap rambut basahku dengan handuk agar sisa air mandi yang menempel di rambut bisa terserap sempurna dan tidak ada tetesan air dari rambut yang jatuh ke lantai.

"sudah selesai mandinya nak?" tanya ibu, sambil menata makanan di atas meja makan tanpa melihat ke arahku.

"Udah Bu. Ada yang bisa Dinda bantu?"

"Ndak ada nak, Cuma kamu harus jelasin ke Ibu. Kenapa baju kamu bisa basah dan kotor semua? Apa ada yang jahilin kamu di kampus tadi?" Beliau berkata sambil menata makanan, piring dan gelas di atas meja agar siap di sajikan.

"Bukan begitu Ibu. Dinda ndak di jahilin orang kok, cuma waktu mau pulang aja Dinda jalan ke parkiran. Waktu jalan mau ke parkiran, Dinda lagi nyari Hp buat hubungi Bayu biar ketemuan di parkiran gitu. Karena fokus cari Hp, Dinda ndak liat kanan, kiri dan depan Dinda ada apa, setelah itu ada sepeda motor datang tiba-tiba dan ngelewatin kubangan air. Alhasil Dinda basah semua. Tuh orang bukannya minta maaf juga, eh ... dia malah ngacungin jari tengah terus pergi gitu aja. Awas aja kalau suatu saat ketemu, Dinda bakalan bikin perhitungan sama tuh orang Bu." Sambil mengepalkan tangan dengan semangat berapi-api.

"Memang kalau kamu ketemu sama orangnya bakalan kamu apain, nak?"

"Di cium kali, Bu." Jawab Bayu sambil terkekeh, yang tiba-tiba muncul dari balik tembok pembatas antara ruang tamu dan ruang makan. Dia memang suka sekali menjahiliku dan terkadang aku suka sebal dengan tingkahnya.

"Enak aja, ya kali aku mau cium kalau ketemu dia. Yang ada pengen kugetok tuh kepalanya pakek sandal biar waras dikit." Jawabku dengan (bimoli) bibir monyong lima senti. Ekspresi wajahku yang khas ketika aku sedang nesu. Tahu nesu kan? Iya, nesu dalam bahasa bahasa Jawa artinya marah.

"Hahaha ... " Suara gelak tawa Ibu dan Bayu yang berbarengan, memenuhi seisi rumah.

"Awas, hati-hati nanti kepincut lho sama yang katamu laki-laki beralis ulat bulu itu." Bayu berkata sambil nyengir dan memainkan kedua alisnya yang ngelancir.

"Iddiiiihhhh ... nggak deh makasih, mending buat kamu aja. Aku ikhlas." Ikhlas lahir batin aku mah ... Hu'um udah ambil aja. Sambungku dalam hati.

"Enak aja, jeruk makan jeruk dong." Celetuknya sambil tertawa.

"Ya sudah, yuk ... mending kita makan siang bareng-bareng saja. Udah siang juga, pasti kalian laper." Ibu menyodorkan piring yang ada di sebelahnya dan diberikan kepada Bayu.

"Arya ... Ayo makan dulu nak, sudah siang. Ajak teman kamu makan juga sini!"

"Iya, Bu."

Adikku dan teman-temannya menyusul ke ruang makan yang hanya berbatasan tembok dengan ruang tamu. Kami saling bercengkrama satu sama lain. Suasana makan siang terasa meriah, karena kehadiran Bayu dan teman-teman Arya.