2 Terungkap

Kafe Basto 17.09

Mata Marsha terus saja mencari sosok yang ia ingin temui. Ternyata Bella sudah datang lebih awal. Bukan lebih awal tapi Marsha terlambat setengah jam!

“Maaf telat,” ujar Marsha sembari menarik kursinya mundur lalu duduk.

Marsha cukup di kejutkan dengan penampilan sahabatnya, yaitu Bella. Sudah sebulan lebih Marsha tidak bertemu Bella dan kini penampilannya bisa di bilang berubah drastis jika tidak memperhatikan Bella secara detail.

Bella wanita cantik dan populer di masa sekolah dan kuliahnya. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya kuning langsat dan bersih bak model-model seperti di Victoria Secret. Dia juga selalu berpenampilan seksi, memamerkan kakinya yang jenjang. Tapi yang dilihat oleh mata Marsha kini berbeda dengan sebulan lalu. Bella sekarang terlihat kurus, pipinya tirus, matanya sedikit sembab dan terdapat lingkaran hitam di bawah matanya, kulitnya yang terlihat bersih kini tidak terawat serta sekarang ia memakai pakaian lebih tertutup.

Sesuatu pasti telah terjadi pada sahabatnya, pikir Marsha. Marsha mengenal siapa Bella, Bella termasuk sahabat yang suka memakai pakaian terbuka dan selalu rajin melakukan perawatan wajah.

“Kauingin pesan apa Sha?” tanya Bella sambil melihat daftar menu.

Marsha tidak menjawab. Pikirannya masih tercengang dengan penampilan sahabatnya.

“Marsha. Hallo Marsha,” panggil Bella, melambai-lambaikan tangannya di udara tepat di depan wajah Marsha.

Marsha mengerjap, tersadar bahwa ia sedang melamun memikirkan Bella.

“Maaf, aku dehidrasi,” ucap Marsha menyunggingkan senyumnya.

“Butuh aq*a?” ledek Bella.

Marsha menggeleng tidak percaya. “Kau korban iklan. Produk itu tidak membayarmu Bell, jadi jangan mempromosikannya.”

Bella tertawa. “Jadi...kauingin pesan apa?”

“Seblak dan es teh saja.”

Bella tergelak. “Pesanlah yang sedikit berkelas. Kaumembuatku malu. Datang ke kafe hanya untuk memesan sambalabak dan es teh!” pekik Bella.

“Seblak Bella. Seblak. S-E-B-L-A-K,” dikte Marsha, terkikik geli. Ya Marsha tahu, selera Bella dengannya berbanding terbalik. Bella menyukai makanan kelas atas sedangkan Marsha menyukai makanan menengah yang banyak di jual di pinggir jalan.

“Ya apa pun itu namanya. Lagi pula di sini tidak ada makanan seperti itu Sha.”

“Ada. Kafe ini punya menu baru yaitu seblak. Erico yang memberitahuku,” Marsha menyengir bodoh.

“Erico?” Bella memicingkan matanya, “pasti Erico yang request ke pemilik kafe ini untuk menyediakan makanan kesukaanmu. Dia tidak adil padaku, selalu saja kau yang di utamakan,” Bella mengerucutkan bibirnya.

Marsha memang merasa Erico selalu mengutamakannya di bandingkan Bella. Erico selalu melakukan hal-hal gila yang terkadang membuat Marsha ingin membunuhnya. Contohnya saja, Kafe Basto ini dulu tidak menyediakan menu seperti lotek, sayur asam, bajigur, jamu. Erico tahu daftar itu termasuk favorit Marsha dan keesokannya saat Marsha dan Erico datang ke kafe ini, tiba-tiba menu itu sudah ada di daftar menu. Kejadian itu bukan hal yang tidak disengaja, tapi disengaja. Erico memaksa pemilik kafe ini untuk memunculkan menu permintaannya padahal semua yang ada di kafe ini bertemakan makanan barat, dan Erico berhasil menghancurkan tema kafe ini dengan memunculkan menu daerah Indonesia.

“Bella,” panggil Marsha setelah habis memakan seblaknya.

Bella menyeruput milkshakenya sambil menatap Marsha.

“Aku-”

Kalimat Marsha terputus saat salah satu ponsel Bella berbunyi. Ekspresi Bella berubah panik saat menatap layar ponselnya.

“Sha, aku angkat telepon dulu ya.”

Marsha hendak membuka mulutnya tapi Bella sudah menjauh lebih dulu pergi ke balkon kafe. Marsha mengernyit. Ada apa dengan Bella? Tidak biasanya Bella seperti tadi. Biasanya Bella selalu terang-terangan mengangkat telpon dari siapa pun di depan Marsha. Kini sahabatnya memang benar-benar berubah.

Mata Marsha terus memperhatikan tubuh Bella dari atas sampai bawah dari kejauhan. Satu hal yang tidak lepas dari pandangan Marsha, yaitu perut Bella. Perut Bella membuncit.

“Siapa yang menelpon Bell? Kauterlihat panik,” ucap Marsha saat Bella kembali duduk.

“Teman kantorku.”

“Bell-”

Marsha mendengus kesal. Lagi kalimat Marsha terpotong karena Bella ijin ke toilet.

Marsha melirik ponsel Bella yang tergeletak di meja. Ponsel Bella kembali berbunyi. Diambilnya ponsel itu.

My husband

Nama itu terpampang di layar ponselnya.

Marsha menganga tidak percaya. Bella sudah menikah? Tidak mungkin.

Dan satu hal lagi yang membuat Marsha lebih tercengang saat ia baru menyadari foto dari pemanggil itu adalah foto Bella bersama seorang pria. Seorang pria yang sebulan ini jadi pembicaraan ibunya.

Erwan Hardan.

Ya ampun! Marsha merasa dagunya ingin jatuh karena menganga terlalu lebar. Be-bella sudah menikah? Menikah dengan Erwan Hardan? Dan berarti perut Bella buncit itu karena hamil?

Ponsel yang digenggam Marsha tiba-tiba diambil paksa oleh Bella. Sikap Bella tidak sama. Biasanya Bella akan membiarkan Marsha mengotak-atik ponsel miliknya.

“Apa yang kaulakukan dengan ponselku?” tanya Bella tak suka. Nadanya sedikit meninggi.

Marsha tersenyum palsu. “Hp-mu berisik. Tadi ada yang meneleponmu tapi aku tidak berani mengangkatnya. Suamimu menelepon.”

“Aku harus pulang,” ujar Bella dengan rautnya yang mulai memucat.

Marsha langsung mencengkram pergelangan tangan Bella saat Bella terburu-buru tuk menghindari kecurigaan Marsha.

“Bella, sejak kapan kau menikah?”

“Lepaskan Sha, aku ada urusan penting.” Bella berusaha menyingkirkan tangan Marsha darinya.

“Urusan penting untuk menghindariku?” tanya Marsha sinis. “katakan, sejak kapan kau menikah?”

“Me-me-menikah apa? Aku belum menikah.” suara Bella terdengar sekali gemetaran. Ini bukan Bella yang Marsha kenal. Bella tidak seperti ini.

“Benarkah? Tapi perutmu itu sedikit berubah.” Marsha menatap bengis pada perut Bella yang membuncit.

“Itu hanya perasaanmu saja Sha. Kau berlebihan,” jawabnya dengan senyum yang tampak sekali palsu di mata Marsha.

Marsha geram. Sudah jelas-jelas perutnya membesar, Bella masih saja mengelak. Sebenarnya apa yang telah terjadi pada Bella dan juga...calon suami Marsha?

“Oh baiklah aku akan bertanya pada Erwan saja. Kebetulan aku mengenalnya.” Marsha membalikan tubuhnya, mulai mengacuhkan Bella yang tidak mau mengaku.

Bella langsung mencegah Marsha dengan wajah yang luar biasa panik. “Jangan Sha! Please, aku mohon jangan,” mohonya. Matanya mulai berlinang.

“Kalau begitu katakan apa yang kucurigai.”

“A-aku tidak bisa.”

Marsha cukup kecewa dengan sikap Bella. Ini kah yang namanya sahabat?

“Yasudah. Aku lebih baik pergi ke kantor Erwan,” ancam Marsha.

“Ok, ok. Akan kujelaskan tapi tidak di sini.”

Marsha dan Bella pergi ke apartemen Erico. Apartemen Erico adalah tempat Marsha dan Bella bisa masuk sesuka hati mereka, dan kebetulan Erico tidak akan berada di apartemen . Erico sedang melakukan perjalanan keluar kota untuk beberapa hari ke depan.

Marsha duduk di sofa menunggu penjelasan Bella namun Bella hanya diam.

“Aku tahu terjadi sesuatu padamu. Wajahmu, perutmu, sifatmu sudah berubah. Katakan Bell, katakan sesuatu,” paksa Marsha.

“Aku memang sudah menikah dan sedang hamil,” jawabnya pelan dengan kepala yang menunduk. Kenapa Bella tidak berani menatap Marsha?

Marsha mendesah frustasi. “Erwan Hardan suamimu?”

Bella mengangguk pasrah lalu menatap Marsha cemas. “Kumohon jangan katakan ini pada siapa pun.”

Marsha tertawa hambar. Dalam tawanya ia begitu panas. “Kenapa? Aku pikir semua orang berhak tahu kebahagianmu!”

Marsha tidak bisa menahan amarahnya terhadap Bella. Marsha tidak marah karena calon suaminya adalah suami Bella tapi Marsha marah karena Bella menutupi rahasia yang tak pantas ditutupi dari sahabatnya. Dan untuk Erwan, hanya ada satu kata untuknya bagi Marsha, yaitu brengsek.

Bella mulai menceritakan semuanya dari awal pertemuan mereka. Bella berkencan dengan Erwan enam bulan yang lalu, mereka saling menyukai, melakukan hubungan seksual dan hamil di luar nikah, kemudian Bella meminta pertanggung jawaban Erwan. Erwan pun menikahinya diam-diam, pernikahan mereka tidak di catat dalam hukum hanya secara agama saja seperti nikah siri.

Awalnya Marsha menganggap Erwan termasuk pria yang bertanggung jawab, tapi setelah mendengar penjelasan Bella selanjutnya, Marsha ingin sekali menghajar Erwan sampai ia tidak bisa bernapas lagi.

Bella mengatakan: tidak boleh ada yang tahu tentang status pernikahan mereka, jika Bella memberi tahu pada siapa saja, maka hidup keluarga Bella terancam. Itu sebabnya ia tidak memberi tahu siapa pun. Erwan juga kerap kali melakukan kekerasan terhadap Bella.

“Bahkan Erwan akan menikahi wanita lain secara resmi Sha. Aku hanya akan di jadikan istri simpanannya saja dan kemungkinan ia akan menceraikanku setelah anak ini lahir,” isak Bella yang tidak hentinya.

Marsha mempererat memeluk Bella dan mengelus punggungnya. “Apa kau tidak tahu siapa wanita yang akan di nikahi suamimu?” tanya Marsha hati-hati.

Bella merenggangkan pelukannya. Ia menggeleng sambil menangis sesenggukan.

“Kenapa kau tidak meninggalkan pria brengsek itu? Banyak pria baik hati yang menginginkanmu Bell.”

“Aku mencintainya Sha. Sangat mencintainya dan aku ingin anakku merasakan kehadiran seorang ayah.”

Marsha tertegun. Baru kali ini ia melihat Bella mencintai seorang pria. Biasanya Bella sering kali gonta-ganti pasangan. Tapi sangat di sayangkan, Bella mencintai pria yang salah.

Dari awal Marsha memang tidak yakin dengan Erwan. Dibalik kesempurnaan Erwan yang ia tampilkan di publik, ternyata di dalamnya banyak kebusukan.

Marsha harus memutuskan perjodohannya. Lagi pula Marsha memang tidak tertarik pada Erwan. Apalagi mengetahui kebusukan Erwan. Dan Bella tidak boleh tahu siapa wanita yang akan dinikahi Erwan karena Marsha takut Bella akan semakin sedih.

Marsha menyeka airmata Bella. Dadanya sesak mengetahui kejadian yang menimpa sahabatnya. Pantas saja Bella sangat sulit tuk diajak bertemu beberapa bulan ini. Ternyata ia sedang mengalami masalah yang menyakitkan bagi seorang calon ibu. Marsha tidak ingin melihat sahabat baiknya menderita. Wanita tidak pantas di tindas oleh siapa pun terutama pria. Lagi pula pria tanpa seorang wanita tidak ada apa-apanya.

“Aku berjanji padamu Bell, suamimu tidak akan jadi menikahi wanita lain,” ujar Marsha dengan penuh tekad.

Bella menatap Marsha sendu. “Kau tidak tahu siapa Erwan Sha. Jangan bermain-main dengannya.”

Marsha tahu siapa Erwan. Dia pria brengsek. Tapi bagaimana caranya untuk membatalkan pernikahan Marsha dan Erwan? Tidak mungkin kan Marsha bilang pada keluarganya bahwa Erwan telah mempunyai istri? Posisi Bella bisa dalam bahaya.

“Serahkan padaku. Kau tahu aku ini superwoman.” Marsha tertawa untuk menghibur Bella.

“Tapi aku mohon jangan ada yang tahu tentang masalahku. Aku takut Sha.”

“Tidak akan,” janji Marsha.

*****

“Tadi mama dengar kau habis bertemu Erwan? Erwan baik kan?” tanya mama Marsha.

Kakak Marsha, Tomy dan istrinya ikut menatap Marsha.

Marsha menghela berat. Ia baru saja mendaratkan pantatnya di kursi makan dan mamanya sudah bertanya mengenai Erwan. Membuat Marsha tambah tidak berselera.

“Dia bukan pria yang baik. Dia angkuh, sok berkuasa, playboy, pembohong kelas atas, dan dia...brengsek,” jawab Marsha dengan ketus.

“Marsha, jaga ucapanmu,” ucap papa Marsha.

Marsha menatap ke dua orangtuanya dengan kesal. Apakah Erwan lebih penting dari pada anak kandungnya sendiri? Marsha ingin sekali mengatakan Erwan sudah beristri tapi ia sudah berjanji pada Bella.

“Aku mengatakan yang sebenarnya ma, pa. Dia itu pria bermuka dua.”

Marsha sadar malam ini akan menjadi perdebatan sengit di antara dirinya dan keluarganya yang selalu membangga-banggkan Erwan.

“Mengapa kalian tidak mengerti bahwa aku tidak ingin menikah dengannya? Erwan bukan pria baik, aku sudah tahu siapa dia,” tambah Marsha. Marsha harap keluarganya benar-benar mengerti.

“Papa tidak peduli. Perjodohan ini sudah disepakati. Kau tetap harus menikah dengannya!” paksa papa Marsha.

Di sepakati sepihak. Dari awal Marsha menolak perjodohan ini.

“Kenapa papa memaksaku harus menikah dengannya? Karena dia memiliki nama besar dan harta berlimpah?” Marsha sangat sengit. Ia tidak tahan menahan uneg-unegnya selama ini. “Pa, ekonomi kita sudah membaik. Aku bisa menghidupi kalian semua. Penghasilanku juga lebih dari cukup. Aku tidak perlu menikahi orang brengsek itu demi kekayaan. Karena harta yang kita miliki sekarang lebih dari cukup! Atau jangan-jangan kalian telah menjualku?”

Papa Marsha mengebrak meja begitu keras. “Tutup mulutmu Marsha!”

“Kenapa? Itu benar kalian menjualku?” Marsha menatap nanar papanya.

“Marsha!” teriak mama Marsha dan Tomy bersamaan.

Tiba-tiba mama Marsha terduduk lesu sambil memegangi dadanya. Marsha mulai khawatir penyakit serangan jantung mamanya akan kambuh lagi. Ini sebabnya Marsha sulit untuk tidak melakukan hal yang diinginkan keluarganya karena penyakit mamanya. Dulu saat Marsha menolak sesuatu dari mamanya, mamanya terkena serangan jantung dan Marsha tidak mungkin mengulangi hal semacam itu untuk ke dua kalinya.

“Mama tidak mau tau. Kau harus menikah dengan Erwan. Undangan sudah tersebar,” ujar mamanya lesu.

Marsha diam, dia tidak bisa membantah atau mamanya akan terkena serangan jantung.

Marsha kembali ke kamarnya dan mengunci pintunya. Semua perasaan marah, sedih, kecewa menjadi satu. Kenapa mamanya harus punya penyakit serangan jantung. Marsha jadi semakin sulit untuk membangkang. Apa yang harus dilakukannya jika keadaannya sudah seperti ini?

Ide hebat untuk mengancam Erwan terlintas di pikiran Marsha. Besok ia harus menemui Erwan. Jika orangtua Marsha tidak mendengar kemauan Marsha, pasti mereka mau mendengar kemauan Erwan. Marsha harus memaksa Erwan untuk membatalkan pernikahan mereka.

avataravatar
Next chapter