2 We're looking at the same sky

"Woy, anak TKJ kelas kita kelai sama anak RPL di lapangan belakang sekolah!"

Itu teriakan yang ketiga kalinya di minggu ini dari Ardan, si pembawa berita sekolah, menyampaikan perkelahian antar kelas. Yang mendengarkan teriakan cowok satu itu cuma bisa geleng-geleng. Padahal tadi lagi asyik nyontek PR si ketua kelas.

Perkataannya nggak digubris, Ardan berlalu ke kelas sebelah. Nyari kesempatan biar keadaannya rusuh dan akhirnya sekolah jadi geger! Cowok satu itu selalu jadi biangnya gosip-gosip panas di sekolah. Soalnya kebiasaannya di eskul koran sekolah nggak bisa hilang. Suka nyari berita dan menjadikannya masalah biar pulang cepat!

"Duh, mereka kayak nggak ada kapok-kapoknya," Naufal, si ketua kelas TKJ Cuma bisa menghela nafas dengar berita yang disampaikan Ardan sambil memperhatikan teman sekelasnya yang lagi sibuk nyalin PR-nya. "Lima anak itu mana sekarang?"

Si sekertaris kelas nyahut. "Udah lari ke TKP, ketua!"

Lagi-lagi si ketua kelas geleng-geleng. Buku PR-nya yang hampir nggak berbentuk gara-gara di rebutin langsung disambar. Dia duduk ditempatnya saat melihat jam yang digantung sebelah papan tulis.

Jam tujuh tepat bel berbunyi, tapi hanya setengah dari jumlah murid yang hadir di kelas XI TKJ.

***

Dani mendecih waktu mendengar bunyi bel sekolah berbunyi. Larinya kini dipercepat. Nggak peduli kalau ada orang lain yang ketabrak terus jatuh gara-gara dia. Tapi kalau nabrak guru... jangan sampai sih.

Tadi pas Ardan bilang kalau anak RPL cari masalah sama kelasnya, Dani nggak bisa tinggal diam. Dan setiap urusan dengan kelas satu itu pasti gara-gara cewek. Ferdy, salah satu orang yang paling deket sama Dani itu pacaran sama Lani, kembang kelasnya anak RPL.

Toh mau bagaimana lagi? Dua bulan backstreet sampai akhirnya ketahuan dan menimbulkan permusuhan antar kelas. Dani sebenarnya nggak ngerti kenapa mereka musuhin kelas TKJ. Apa mereka memang nggak rela si kembang kelas bertitle 'pacar anak TKJ' atau ada orang lain yang suka sama Lani di kelas RPL?

Dani menggeleng-gelengkan kepalanya. Seharusnya bukan itu yang dipikirinnya sekarang. Tadi dia lihat pak Dadang udah keliling dari kelas ke kelas. Guru BK satu itu terkenal killer. Tadi pagi di deket gerbang sekolah, dia lihat pak Dadang lagi ngehukum murid yang dateng telat. Apalagi Dani yang diem-diem keluar kelas pas jam pelajaran.

Bukannya cowok setinggi 180 cm itu takut sama pak Dadang. Bukan kok. Cuman kalau sampai acara nyelinap keluar sekolahnya ketahuan pak Dadang, bisa-bisa dia dicegat dan disuruh ke kantor kepala sekolah dulu. 'Kan nggak lucu kalah sebelum bertarung. Yah, meskipun Dani udah sering langganan ke kantor kepala sekolah gara-gara badungnya dia.

"Psst, Dan!" Dani berhenti sebentar saat mendengar suara yang memanggilnya. Kepalanya menoleh kesana kemari. Waktu nengok ke koridor di sebelah kanannya, Dani mendapati Andre—teman sekelas sekaligus teman se-geng—manggil dia sambil sembunyi-sembunyi.

"Dani! Lewat sini aja, broh!"

Sambil tersenyum, Dani langsung ngikutin Andre lewat jalan menuju WC sekolah. Sebenarnya ada pintu rahasia dibelakang WC sekolah. Antara sekolah dengan jalan besar disamping itu dibatasi pagar kayu setinggi tiga meter. Di atas pagar kayu ada banyak paku tajam yang sengaja dipasang disana.

Tapi bukan anak TKJ namanya kalau nggak bisa menangani masalah satu ini. Andre si tukang bolos itu bikin pintu rahasia dengan perkakas yang dia ambil di gudang sekolah. Dan tada~ kerja keras Andre itu berbuah manis disaat-saat genting seperti ini. Meskipun lebih sering dipakai buat pintu masuk sekolah pas gerbang di depan sudah ditutup.

Dani langsung pergi duluan setelah Andre menutup pintu rahasianya. Cowok itu harus mengendap-endap dulu ketika lewat warung pinggiran Mpok Atik. Soalnya Mpok Atik itu suka ngelaporin anak yang bolos di warungnya. Hal ini cuma diketahui Dani ditambah empat sahabat terdekatnya. Gara-gara curiga setiap makan di warung itu kok para guru selalu mergokin mereka.

Lari sekitar tiga meter dari warung Mpok Atik, akhirnya Dani dan Andre sampai di lapangan belakang sekolah. Keduanya mencari tanda-tanda bekas perkelahian dan hanya menemukan kacamata milik Ferdy.

"Jangan-jangan tuh anak disandera lagi sama RPL," komentar Andre yang ngelihat kacamata Ferdy kayak abis dilindas truk. "Mau samperin kelasnya?"

Dani diam aja waktu Andre menceritakan kejadian yang berujung perkelahian. Pertama alisnya bertautan, kemudian raut mukanya mendadak kaget. Akhir cerita dari Andre membuat Dani tahu apa penyebab masalahnya.

"Ndre, gudang sekolah..."

"Hah?! Gudang sekolah 'kan disebelah ruang guru. Nggak mungkin lah mereka bawa Ferdy kesana."

Dani berdecak kesal. "Ish, bukan yang itu. Gudang sekolah yang lama. Yang bangunannya masih pakai kayu."

"Ohh, yang itu," Andre ngangguk-ngangguk. "Sini gue kasih tau jalan pintasnya, paduka raja."

Andre ketawa semetara Dani mendengus kasar. Mereka berdua balik lagi ke pintu rahasia. Mencari sahabat mereka yang disandera.

"Ngomong-ngomong," Dani menunjuk ke arah langit. Membuat Andre harus mendongak untuk melihat apa yang ditunjuk Dani. "Hari ini langitnya cerah banget, 'kan?"

***

Irana karin menghela nafas panjang-panjang mendengar guru jaringan dasar menjelaskan tentang materi bab yang akan diadakan ulangan minggu depan. Dari awal Karin tidak berminat dengan TKJ atau semacamnya. Dia dipaksa masuk ke SMK Garuda hanya karena sepupunya yang pernah sekolah disini dengan jurusan yang sama menjadi orang sukses. Tapi belum tentu Karin bisa sukses juga hanya karena mengambil jurusan yang sama 'kan?

"Hah~" lagi-lagi Karin menghela nafas. Menumpukan dagunya ditangannya sembari melihat ke luar jendela.

Kelasnya ada di lantai dua karena dia sudah kelas dua. Di SMK Garuda ini, pengaturan kelasnya di atur sesuai lantainya. Lantai satu untuk kelas satu, lantai dua untuk kelas dua, dan lantai tiga untuk kelas tiga.

Manik hitamnya melirik ke WC yang hanya bisa dilihat atapnya. Lagi-lagi pemandangan yang membosankan. Namun setidaknya lebih menyenangkan dari guru yang mengomel di depan kelas.

Lama kelamaan cewek itu melihat ada yang janggal dengan pagar kayu disebelah WC. Pagar itu bergoyang-goyang seperti ingin dirubuhkan. Betapa terkejutnya dia melihat Dani dan Andre masuk dengan mudahnya melewati pagar kayu tersebut. Sepertinya ada jalan masuk rahasia yang hanya diketahui dua cowok itu.

Dilihatnya Dani dan Andre yang berbincang-bincang. Karin tidak bisa mendengarkannya. Andre kelihatannya ingin menunjukkan jalan, tapi Dani selalu menggeleng dan mengerutkan dahinya.

'Mereka ngapain?' tanpa sadar Karin merogoh laci menjanya untuk mengampil ponsel. 'Kesempatan dalam kesempitan, hehe.'

Dengan mode silent tanpa memakai flash, Karin berhasil mengambil foto kedua cowok itu. Karin tertawa geli dalam hati. Pikirnya, ia bisa memanfaatkan foto itu untuk sesuatu... yang mulia.

Teng... tong... teng... tong...

"Baiklah. Pelajaran kita sampai disini dulu. Jangan lupa belajar untuk ulangan semester dua minggu lagi," setelah mengucapkan salam, guru tersebut keluar dari kelas.

Karin mengamati foto yang ada di ponselnya. Ada tiga foto yang diambilnya. Pertama, foto Andre yang nutup pintu rahasianya. Kedua, foto Dani dan Andre yang lagi ngobrol. Disitu Karin bisa lihat kalau Andre lagi menunjuk sesuatu di belakang Dani. Dan yang ketiga, foto Dani dan Andre yang lari dikejar Pak Dadang.

—Foto ketiga cocok untuk mengancam kedua cowok itu.

"Karin!" Widia yang duduk di belakangnya menepuk pelan pundaknya. "Aku sama Andri mau ke Kantin. Ikut kah?"

Sembari mengangguk, Karin menyimpan ponsel di saku roknya. Cewek itu tahu kalau besok, kehidupannya tak akan sama lagi jika berhubungan dengan Dani.

"Perasaanku aja atau memang langitnya cerah banget hari ini, ya?"

avataravatar
Next chapter