1 Pawn Terlemah

"Apa kau sudah dengar gosip itu?"

"Gosip? Tentang apa?"

"Serius? Kau tidak tahu? Apa kau pernah mendengar seorang murid dengan kelas Pawn yang sangat lemah?"

"Benarkah? Aku kira itu hanya kabar angin saja."

"Tidak, itu nyata."

"Apa dia adalah keluarga dari salah satu petinggi academy?"

"Tidak, aku dengar dia hanya anak dari keluarga biasa."

"Sungguh? Bukankah ini sangat aneh? Apa kau tahu yang mana siswa tersebut?"

"Ya, dia kebetulan sekelas dengan kita, dan dia adalah orangnya," ucap siswa itu sembari melirik pada seorang siswa yang tengah duduk di bangku pojok belakang kelas itu."

Di bangku yang tengah dibicarakan tersebut, terlihat seorang siswa bersurai dark silver tengah menatap ke luar jendela. Walau ekspresi wajahnya tampak tidak peduli pada omongan orang-orang di sekitarnya, siswa itu ternyata sedang menahan emosi yang dirasakan olehnya.

"Mati saja kalian ditendang kuda," umpatnya pelan.

Bukan hanya satu atau dua kali siswa academy membicarakan siswa bersurai dark silver tersebut. Siswa yang sedang menjadi buah bibir itu segera berdiri dari tempat dia duduk, tatapan penuh rasa kasihan dan penghinaan tertuju pada siswa itu saat melewati siswa dan siswi lainnya.

Siswa itu sangat membenci dua jenis tatapan tersebut, tapi dia membiarkan mereka semua dan terus berjalan meninggalkan kelas tersebut. Di koridor juga terdapat siswa dan siswi lainnya dengan pandangan yang sama, namun dia mengabaikan itu semua dan berjalan menuju toilet.

Sesampainya di toilet, pemuda itu berdiri di depan sebuah wastafel dan menyalakan keran air. Tangannya mengambil air yang mengalir dan membasuh wajahnya beberapa kali. Setelah itu, siswa itu mengambil sapu tangan dari saku celananya dan membersihkan sisa air di wajahnya.

Setelah melipat dan mengembalikan sapu tangan itu ke kantung celananya, dia menatap ke arah cermin di depannya. Wajahnya tidak terlihat seperti pemuda yang tangguh, bahkan bisa dibilang bahwa wajahnya terlihat seperti seorang perempuan yang hampir menangis.

Setelah mengembuskan napas berat, dia berbalik dan bermaksud kembali ke kelasnya. Sayangnya, di koridor terlihat dua siswa sedang menunggunya. Salah satu siswa itu terlihat memiliki tubuh yang cukup besar dengan otot-otot yang terlihat dari balik seragamnya dan siswa yang lainnya sedikit lebih kecil daripada siswa sebelumnya.

Siswa itu terdiam saat dua siswa itu memandang ke arahnya, dia tahu apa yang direncanakan oleh dua siswa di hadapannya tersebut.

"Bisakah kalian bergeser dan mengizinkan aku lewat?"

"Tentu, hanya saja ada syaratnya, berikan pada kami lima ribu Faza. Jika kau memberikannya, kau bisa lewat tanpa luka sedikitpun," jawab siswa dengan tubuh terbesar.

"Aku tidak ingat ada aturan yang mengharuskan siswa academy untuk membayar jika ingin melewati koridor."

"Tentu saja tidak, tapi itu hanya untuk siswa siswi yang mumpuni, jadi sampah sepertimu harus membayar jika ingin lewat."

"Sayangnya aku tidak memiliki uang di sakuku saat ini, uang di academy tidak terlalu dibutuhkan, semua fasilitas diberikan secara gratis kepada setiap siswanya. Jadi tidak aneh jika banyak siswa yang tidak membawa uang sepeserpun."

"Jadi kau tidak mau memberikan kami uang, bukan?"

"Seperti itulah," jawabnya tenang.

"Sepertinya kau rindu aroma ruangan kesehatan."

Siswa itu mengepalkan tangnnya dan bersiap untuk memukul lawan di hadapannya. Saat pukulan itu hampir mengenai wajah siswa bersurai dark silver, siswa itu berhasil menghindar dengan menggeser sedikit tubuhnya ke samping. Merasa kesal karena pukulannya di hindari, siswa bertubuh besar tersebut terus menyerang tanpa henti.

Sayangnya, siswa yang terus diserang itu dapat menghindari setiap serangan yang ditujukan kepadanya, tidak ada satupun goresan luka di tubuhnya. Siswa itu menghindari semua serangan seolah serangan-serangan itu bukanlah apa-apa di hadapannya.

Hanya saja itu tidak bertahan lama, walaupun terus berhasil menghindari banyak serangan, akhirnya dia mendapatkan sebuah tendangan ke arah dadanya. Siswa itu terdorong ke belakang beberapa meter, siswa bertubuh besar itu terseyum penuh kemenangan saat dia berhasil memberikan sebuah serangan. Berbeda dengan siswa bersurai dark silver, karena wajahnya yang tertunduk, tidak ada yang tahu ekspresi seperti apa yang diperlihatkan wajahnya itu.

"Seragamku menjadi sedikit kotor karena tendanganmu," ucap siswa itu sembari menepuk-nepuk seragamnya yang kotor.

Emosi siswa bertubuh besar itu kini telah memuncak, dia kesal karena terlihat diremehkan, terlebih karena siswa di hadapannya lebih mengkhawatirkan seragamnya dibandingkan dengan tubuhnya yang telah mendapatkan tendangan kuat darinya.

"Apa kau serius berkata demikian?" tanya siswa itu geram.

Alih-alih menjawab dengan omongan, siswa tesebut hanya mengangguk sebagai jawabannya.

"Navraja."

Sebuah retakan terlihat di udara tepat di depan siswa bertubuh besar tersebut, kemudian dia memasukan tanganya dan menariknya kembali sesaat setelah tangannya masuk. Kini di genggamannya terdapat sebuah battle axe, kemudian siswa itu kembali menerjang siswa di hadapannya, setiap serangannya dipenuhi dengan keinginan untuk menghancurkan musuhnya.

Walau terus diserang, siswa bersurai dark silver itu masih mampu menghindari serangan siswa bertubuh besar itu dengan tenang.

"Cih, kau terlihat seperti seekor monyet yang berusaha terus menghindar dari musuhnya," ucap siswa yang menyerang itu.

"Setidaknya itu menyelamatkanku dari seekor gorila penghancur," balasnya tenang.

Mendengar jawaban yang sarkastik, siswa itu bertambah emosi dan menambah ritme serangannya, serangan tersebut terus dilancarkan selama beberapa saat. Hingga akhirnya siswa bersurai dark silver itu tersandung karena kakinya sendiri dan terjatuh di lantai.

Memanfaatkan momentum tersebut, siswa bertubuh besar itu segera mengangkat senjatanya setinggi mungkin kemudian mengayunkannya.

Klang!

Suara besi yang saling beradu terdengar cukup nyaring, selain itu battle axe yang tadinya digenggam oleh siswa yang terus menyerang tersebut kini tengah menancap di langit-langit koridor.

"Bisa kau hentikan semua ini," ucap sesosok siswi berambut panjang sepunggung berwarna biru muda.

"Berani-beraninya kau …."

Kata-katanya tertahan saat dia menatap pada sosok yang menahan serangannya.

"Apa ada masalah dengan itu?"

"Cih, kau selamat kali ini, tapi tidak dengan lain hari," ucapnya pada siswa yang masih terduduk di lantai.

Siswa beertubuh besar itu berbalik dan meninggalkan, temannya segera mengikutinya dan menghilang setelah beberapa saat.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sesaat setelah si pembuat masalah menghilang.

"Ya, tidak ada masalah. Terima kasih atas bantuanmu."

"Kenapa kau tidak melawannya? Bagaimana jika dia melukaimu menggunakan soul weapon?"

"Tidak ada alasan khusus, hanya tidak ingin membuang tenagaku saja dan jika aku terluka berarti aku belum bisa menghindari serangannya dengan baik."

Siswa itu segera berdiri dan hendak pergi dari sana.

"Tunggu! Siapa namamu?"

Suara tersebut berhasil menghentikan langkah siswa tersebut, pemuda itu tidak melirik ke belakang sedikit dan membuka mulutnya.

"Kelas 1-B, Hiura Muramase."

Setelah berkata demikian, siswa bernama Hiura itu kembali melangkah pergi meninggalkan sosok penyelamatnya tersebut.

Setelah melewati lorong yang panjang, Hiura kembali ke kelas dan kembali duduk di kursinya, Hiura mengarahkan pandangannya ke luar jendela dan melihat burung-burung yang terbang ke berbagai arah.

Waktu terus berlalu dan tanpa terasa bel terdengar cukup nyaring dan membuat murid-murid lainnya pergi ke bangku mereka dengan cepat.

Selang beberapa saat, seorang guru wanita memasuk kelas dan diikuti sesosok siswa yang telah menyelamatkannya beberapa saat sebelumnya.

Siswi tersebut kemudian pergi menuju sebuah kursi kosong di pojok belakang, lebih tepatnya di sisi lainnya dari tempat Hiura berada. Sesaat sebelum siswa itu duduk, mata keduanya saling bertemu untuk sesaat sebelum akhinrya Hiura kembali memalingkan pandangannya.

"Halo semuanya, nama saya adalah Luvelia Calestine, saya akan menjadi wali kelas kalian untuk tiga tahun kedepan."

Suaranya terdengar sangat tenang tapi mampu mendominasi orang-orang dalam ruangan tersebut.

"Baiklah, saya rasa sudah seharusnya kalian saling mengenal satu sama lain, karena itu silahkan perkenalkan diri, dimualai dari pojok kanan depan."

Sesi perkenalan diri dimulai, dimulai dari seorang siswi yang duduk di pojok kanan depan dan diikuti siswa lainnya setelah itu. Semuanya terus memperkenalkan diri hingga tiba saatnya giliran Hiura.

"Hiura Muramase, class Pawn."

Perkenalan yang singkat itu ternyata tidak menarik perhatian siapapun, setelah Hiura kembali duduk, sosok penyelamatnya yang duduk di seberang tempatnya saat itu telah berdiri untuk perkenalan dirinya.

"Iva Shuuko, class King."

Setelah sesi perkenalan diri selesai, Guru Luvelia langsung menjelaskan segala sesuatu tentang Saidainohoshi

Setelah selesai dengan semua itu, Guru Luvelia segera pergi dari kelas. Karena hari pertama adalah hari bebas, beberapa siswa memutuskan untuk berkeliling dengan teman-teman barunya, ada juga yang pergi menuju asrama yang disediakan oleh academy.

Setelah kelas menjadi cukup sepi, Hiura segera berdiri untuk kembali ke asrama. Ketika Hiura hendak melewati pintu, sebuah tangan menghalangi dirinya.

"Apa kau lupa mengucapkan 'terima kasih' kepadamu?" tanya Hiura tenang.

"Tidak, kau sudah mengucapkannya, hanya saja aku ingin berbicara sesuatu padamu."

"Tidak ada yang layak untuk dibicarakan di antara kita."

Hiura segera memegang tangan Iva dan membuatnya tidak menghalangi pintu lagi. Seteelah gangguan selesai, Hiura kembali berjalan menjauhi kelasnya.

"Hiura Muramase, seorang siswa dengan class Pawn. Dikatakan bahwa tingkat kekuatannya tidak seperti Pawn seperti umumnya, menurut rumor kau lebih lemah daripada Pawn lainnya."

Hiura kembali menghentikan langkah kakinya, dia membalikan tubuhnya dan mulai membuka mulutnya.

"Sudah selesai? Kekuatanku memang seperti ini, bisa dikatakan sebagai yang terendah dalam sejarah. Berbeda dengan dirimu, seorang berbekat dalam class King. Jika aku tidak salah, tingkat kekuatanmu adalah 85.000 rals, bahkan guru penguji saja tidak yakin bahwa itu adalah batas tertinggi kekuatanmu."

"Itu­‒"

"Sudahlah, tidak perlu membuang waktu lebih dari ini. Kamu yang memiliki sinar yang kuat hanya perlu bersinar di setiap tempat kau berada, sedangkan aku akan melihat sinarmu dari bawah."

Sebenarnya Hiura sudah terbiasa dengan berbagai macam ejekan, hanya saja saat Iva mengucapkan kata 'terendah', Hiura menjadi sedikit terganggu.

Setelah meninggalkan gedung academy, Hiura melihat beberapa arena di sekitar halaman academy.

Terlihat beberapa siswa sedang melakukan sparing. Hiura sempat berhenti sesaat untuk melihat mereka yang berada di dalam arena, tapi beberapa saat kemudian, Hiura menghela napas sesaat dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dia menarik napas panjang lalu kembali berjalan.

"Pawn terlemah dalam sejarah ya … aku harap berkat dari dewa bisa sedikit lebih adil kepada setiap manusia," gumamnya pelan.

avataravatar
Next chapter