14 Terjebak

Flashback...

"Yuri aku punya rencana untuk itu, maukah kau bekerja sama denganku?" pintaku pada Yuri

"rencana apa?" tanya Yuri bingung.

"biarkan mereka masuk ke rumahmu, aku dan jendral akan bersembunyi di satu titik dalam rumahmu juga. Kami akan memantau dari jauh, jika suasana tidak memungkinkan kami akan keluar dan membantumu." jelasku meyakinkan.

"ya aku mengerti, apa hanya itu?" balas Yuri percaya.

"aku butuh cctv tersembunyi, pasanglah di celah belakang pintu agar tidak terlihat. Dan siapkan satu tempat khusus di bagian dapur agar kedap suara, aku akan bersembunyi di sana nanti." pintaku dengan jelas.

"baiklah aku mengerti, jadi kali ini kau berkolaborasi dengan jendral?" tanya Yuri menggoda.

"ya begitulah, ini juga demi misi selanjutnya." balasku malas.

"baiklah-baiklah aku mengerti, tapi kalau jadi dekat juga tidak masalah." goda Yuri lagi.

"terserahmu saja" balasku jengah.

Yuri terkekeh melihat wajah jengahku, dia memang selalu senang saat terus menggodaku. Entah apa yang membuatnya jadi jahil seperti itu?

"Yuri, malam ini kau harus bersiap. Hati-hatilah, dan jika situasimu tidak nyaman maka katakanlah. Kita akan merubah rencananya." tukasku pada Yuri, agar ia tidak memaksakan diri.

"ya, aku mengerti. Ayo kembali, bel masuk sudah berbunyi." ajak Yuri, lalu berjalan meninggalkan ku.

Aku berdiri, menatap langit yang terlihat cerah dengan warna birunya.

'rasa yang ku hindari, kenapa kambali?' batinku bertanya.

Aku melangkah keluar dari atap, untuk kembali tapi bukan kembali ke kelas melainkan aku akan kembali ke markas setelah ini. Jendral Michael memintaku kembali untuk persiapan, jadi setelah bicara dengan Yuri aku melangkah segera menuju markas.

Flashback off..

~~~~~

Aku masuk ke meja kosong yang sudah di desain kedap suara oleh Yuri, dan juga lubang yang terlihat natural itu adalah celah untukku melancarkan aksi nanti. Aku terus memantau apa yang pria tua itu lakukan pada Yuri, begitu juga Michael yang berada di sisi lain. Pria tua itu melangkah mendekati Yuri perlahan, ia menangkap wajah Yuri.

Dapat aku lihat wajah Yuri terlihat kesakitan, jujur saja aku tidak tega melihatnya. Tapi jika aku bertindak gegabah, bukan hanya aku yang celaka tapi Yuri dan Michael juga akan ikut celaka. Aku harus bersabar.

"kau memata-matai kami, kan?" tanya pria tua itu tajam.

"kalau iya memang kenapa?" balas Yuri menantang.

"berani sekali kau berkata seperti itu pada ketua, kau akan mati!" kecam Ronald, lalu di hentikan oleh kode tangan dari pria tua itu.

"untuk apa kau memata-matai kami? Kami tidak melanggar hukum, kami hanya mencari uang untuk kebutuhan." jelas pria tua itu dengan wajah bangganya.

"apa?! tidak melanggar hukum kau bilang? Membunuh, merampok, memperjual-belikan obat terlarang, bahkan menjual gadis muda sepertiku kau bilang tidak melanggar hukum? Bodoh! Tentu saja kau sudah penuh dosa, hingga hatimu bahkan tidak lagi berguna. Manusia seperti kalian adalah sampah! Hanya sebuah sampah!" ungkap Yuri dengan segala amarahnya, namun justru sebuah tamparan keras yang di dapatnya.

Yuri jatuh tersungkur akibat tamparan pria tua itu, aku sebisa mungkin menahan emosiku yang sudah bergejolak sejak tadi.

"kau hanya detektif bodoh yang sok tau, hal kecil seperti itu tidaklah menjadi masalah untuk kami. Asal kau tau saja, inspektur kepolisian kota A adalah kawanku. Ya, kami adalah rekan yang selalu bekerja sama. Jadi aku tidak akan bisa masuk penjara, karna aku bukan orang biasa seperti dirimu yang bodoh ini." ucap pria tua itu sombong.

"cih, justru kau yang lebih bodoh. Kau akan menyesal telah datang ke tempatku, saksikan sendiri oleh kedua matamu apa itu kekalahan." balas Yuri dengan angkuh.

"ha!ha!ha! Kau hanya seorang gadis kecil yang bodoh, tau apa kau tentangku. Kau hanya detektif lemah yang tidak sadar diri!" remeh pria tua itu pada Yuri.

"kau yang bodoh, tidak kenal denganku tapi sok tau tentang hidupku. Dasar tua bangka!" balas Yuri puas.

"kau! Dasar jalang bodoh,, habisi dia!" titah pria tua itu marah, lalu ia duduk di sofa yang sebelumnya di duduki oleh Yuri.

"buat dia menjerit sampai memohon padaku, lakukan!" titah pria tua itu, yang langsung di ikuti oleh para bawahannya.

Aku memposisikan pistolku dengan baik, agar tidak meleset saat pelatuknya di tarik. Sesaat sebelum tangan itu menyentuh tubuh Yuri, peluru pistol yang ku lepaskan sudah bersarang di dadanya. Aku cukup puas dengan hasilnya, walau hal seperti ini sudah terbiasa untukku.

Ronald melangkah mendekati Yuri, bersiap untuk memukul Yuri. Namun sebelum itu peluru 3cm terlebih dahulu menembus dadanya, membuatnya tumbang di hadapan Yuri. Kejadian itu membuat pria tua itu juga para bawahannya terkejut bukan main, bahkan mereka sampai mengeluarkan ekspresi tidak elitnya.

"kenapa? Siapa yang melakukannya? Siapa? Sialan, kau membawa kawan bukan? Suruh dia keluar cepat!" teriak amarah pria tua itu memenuhi rumah Yuri.

Yuri tersenyum remeh pada pria tua itu, pria tua itu mencengkram kerah Yuri membuat Yuri sedikit sesak.

"siapa yang melakukannya? Cepat suruh dia keluar, cepat! Hei kau, keluarlah! Jika tidak maka kawanmu ini akan mati dihadapanmu! Keluarlah!" teriak pria tua itu marah.

Aku mengaktifkan chips, dan meminta Michael untuk menunjukkan dirinya. Michael pun melakukan apa yang di rencanakan olehku, ia keluar dari kamar Yuri dan mengangkat kedua tangan kosongnya.

"siapa kau? Apa kau yang menembaknya?" tanya pria tua itu pada Michael.

"aku hanya temannya, ya aku yang menembaknya." balas Michael dengam wajah datarnya.

"sialan, serang dia!" titah pria tua itu pada anak buahnya agar menyerang Michael.

Michael berlari keluar dari rumah Yuri untuk mencari tempat yang lebih luas, kini tersisa Yuri, Rino, pria tua itu, dan 2 anak buahnya.

"lihatlah! Temanmu itu akan mati di tangan anak buahku, dan kau akan mati saat ini juga!" kecam pria tua itu.

Pria tua itu memberi kode pada anak buahnya untuk menghabisi Yuri, namun sebelum mereka menyentuh Yuri peluru 3cm sudah bersarang di tangan mereka. Membuat para bawahan itu menjerit kesakitan dan pingsan setelahnya, karna tidak kuat menahan sakit dari timah berlumur garam itu. Aku kembali menyeringai puas, tembakanku semuanya tepat sasaran.

"sialan, siapa yang menembaknya? Keluar kau bajingan! Keluar sekarang atau aku habisi gadis ini!" marah pria tua itu lalu menunjuk Yuri.

Aku keluar dari persembunyian, lalu meregangkan otot-ototku sesaat yang terasa pegal-pegal. Setelahnya aku segera melangkah menghampiri Yuri yang masih terduduk di lantai, dan mengajaknya berdiri disampingku.

"kau lama sekali, apa M akan baik-baik saja?" tanya Yuri dengan senyum miringnya.

"tentu saja," balasku datar.

Pria tua itu menatapku terkejut, dia terdiam sesaat lalu setelahnya ia menatap ku dengan tajam seperti aku adalah mangsanya. Mungkin dia masih mengenaliku, tentu saja dia pasti mengenaliku. Aku kan korbannya, mana mungkin dia melupakanku.

Kini hanya tersisa pria tua itu dan Rino, sangat mudah untuk mengalahkannya. Namun aku ingin bermain sebentar dengannya, rasanya aku ingin sekali melihat wajah takutnya.

"kau, siapa kau? Apa yang kau lakukan disini, gadis kecil?" tanya pria tua itu.

"Yuri adalah temanku, sudah seharusnya bukan membantu teman yang sedang kesulitan?" balasku mempermainkan.

"kau berteman dengannya? Baguslah, sekalian saja kau mati bersama dengan temanmu ini." kecam pria tua itu padaku.

.

.

.

.

.

avataravatar
Next chapter