7 Chapter 6

Berhenti di salah satu tempat makan yang katanya tempat ini paling enak di santap, makanan khas Madura itu.

"Yuk, turun!" seru Chandra, "Kok kita di sini sih? Aku maunya makan di Starbuck!" rengut Fera melipat kedua tangan di depan dada masih dengan sabuk pengaman belum ia lepas.

"Tapi di sini tidak kalah enak kok dari pada Starbucks. Aku yakin kau suka dengan makanan ini, yuk!"

Klik.

Di buka sabuk pengamannya, jarak mereka sangat dekat, Fera dapat mencium maskulin tubuh suaminya wangi Lavender paling dia suka aroma itu. Lagi-lagi berdebar jantungnya.

Pintu samping mobil telah terbuka lebar Fera masih diam di tempat duduknya, ulurkan telapak tangan lebar kasar dan kuat di depan wanita manja ini. Chandra masih setia menunggu ragu-ragu Fera membalas tangan suaminya.

Plak!

"Apaan sih! Aku bisa turun kok! Oke aku turuti maumu makan di sini. Tapi lain kali makan di mana aku inginkan!" sengitnya kemudian, sakit sih pukulan dari Fera menepis tangannya Chandra.

"Iya, Fera sayang!" balas Chandra kembali mengacak rambut istrinya.

"Apaan sih! Jangan acak rambutku! Kau pikir aku ini anak kecil!" Fera merapikan poni depannya,

Chandra tidak peduli membuat rambut istrinya berantakan suka saja.

"Sudah dong!" Fera makin kesal sama suaminya, ia mencoba mengacak rambut suaminya.

"Fera! kau Fera'kan?" suara asing menyebutkan namanya

Fera yang tengah mengacak rambut depan suaminya terhenti menoleh arah suara tidak asing baginya.

"Eh, Hen," sambutnya lembut bersikap lebih sopan siapa yang dia temui sekarang.

"Sedang apa kau di sini? Dia?" Orang yang menyebutkan Fera adalah Hendra, Mantan kekasih beberapa Minggu yang lalu kejadian putus secara sepihak karena pria itu berselingkuh.

"Dia–suamiku," jawab Fera bangga, padahal dia tidak ingin mengakui.

"What? Suamimu? Apa aku tidak salah dengar? kau menikah dengan pria jelek ini? Bukannya kau paling anti dengan lelaki jelek, apa ini hukum karmamu menjatuhkan martabat seorang pria ganteng seperti ku tapi kau malah— Ha ha ha..." Hendra menertawakan Fera, dia menyesal mengakui bahwa Chandra adalah suaminya. Harga dirinya turun karena mantan sialan kalau saja ada sandal jepit ingin sekali masuki mulut bau itu.

"Ops! Sorry, bukan maksud jelek-jelekan. Tapi katamu kau punya suami yang kaya raya. Tidak mungkin dia, kan?" Hendra kembali tertawa, tangan kanan Fera sudah menahan rasa jengkel dia ingin memukul wajah sok ganteng itu.

Chandra memegang tangan istrinya, Fera menunduk menatap tangannya di mana suaminya. Hendra beranjak meninggalkan tempat restoran Madura masih tertawa, kecewa sih ada untuk Fera tapi yang menyesal sudah mengakui bahwa Chandra suami paling jelek.

"Ini semua gara-gara dirimu! Aku sudah bilang makan di Starbucks. Tapi kau—" Fera menghentakkan kakinya kesal memilih masuk ke mobil dengan muka merengut rasa jengkel. Rasa lapar pun menghilang.

Chandra bisanya menghela napas panjang ikut masuk ke mobil dan melirik istrinya masih merengut kesal kepadanya.

"Maaf, kalau kau merasa kesal aku membawamu ke tempat ini. Tapi aku bahagia kalau kau mengakui aku ini suamimu yang paling jelek. Aku tidak merasa tersinggung kalau kau tidak ingin perkenalkan kepada teman-temanmu atas kehadiran di sampingmu. Sebagai suami tentu melindungi istri dan meyakinkan dan percayakan hubungan rumah tangga. Jika kau belum siap menerima ini, tidak apa-apa. Nanti aku bicarakan kepada Mama sama Papa datang kapan-kapan saja. Mungkin kau butuh hiburan," ucap Chandra panjang lebar Fera yang diam seakan tuli dengan mantra dari suaminya.

Mobil mereka meninggalkan tempat restoran Madura itu. Di dalam mobil suasana hening tanpa ada satu pun suara keluar dari mulut mereka berdua.

Dua puluh menit kemudian sampai di rumah, Fera masuk langsung ke kamarnya memilih untuk tidur rasa kesal belum juga hilang. Chandra memasukkan sayuran ke dalam kulkas sedangkan barang peralatan istrinya di masukan ke lemari khusus miliknya.

Dia (Chandra) membuka pintu kamar di mana istrinya tengah tertidur pulas tanpa selimut di tubuhnya. Chandra memakaikan padanya, di singkirkan rambut istrinya itu, senyuman tercetak di wajah lelaki berewok ini.

Dasar istri manja ...

****

Pukul 01.30 dini Fera terbangun karena merasa perutnya lapar gara-gara kemarin merajuk sama suami kalau tidak ketemu sama mantan pacarnya bernama Hendra sok cakepan itu. Mungkin dia tidak akan bangun di jam begini.

Buka pintu kamar dan keluar lampu ruang tengah masih terang terus layar notebook masih menyala sementara sosok terbaring dalam keadaan terduduk karena kelelahan mengerjakan tugas kantor. Fera mendekati di mana suaminya tengah keadaan tertidur posisi terduduk. Kacamata masih menenteng di pangkal hidung mancung nya.

Dia (Fera) berjongkok kemudian mematikan notebook setelah itu merapikan berkas pekerjaan kantor suaminya. Dia tidak mengerti soal kantoran tapi dari yang dia lihat sedikit ada beberapa penjualan sajian makanan restoran berbeda - beda. Di cuek'an tidak mengerti nama restoran.

Setelah itu giliran dia mendekati suaminya yang tidur begitu pulas dari dekat memang terlihat beda oleh Fera sendiri perlahan ia tarik gagang kacamata yang melekat di hidungnya. Takut mengganggu tidurnya, sedikit lagi terlepas kacamata minus itu.

Chandra bergerak merasa ganjal ada wajahnya Fera terpaku diam suaminya bangun membuka matanya karena buram penglihatan tersebut.

"Maaf aku ketiduran, kau pasti lapar ya? biar aku buatkan makan malam untukmu," Chandra bangun dari posisi duduknya sementara Fera masih berjongkok diam.

Dia menyusul ke dapur dan duduk di meja makan menunggu suaminya menyiapkan makanan untuk istrinya. Fera masih menatap punggung lebar suaminya yang tinggi, tegap, dan pekerja keras. Ia mengingat kejadian siang kemarin sudah keterlaluan menyalahkan suami.

Chandra selesai membuat nasi goreng telur untuk istrinya, Chandra tentu menemani Fera menghabiskan masakannya.

"Kenapa? Apa rasanya tidak enak? Tidak suka sama telur setengah matang?" Chandra bertanya dari tadi nasi goreng buatannya tidak di sentuh sama sekali.

Ia semakin khawatir kalau istrinya sakit atau bagaimana, kata ibu mertua Fera mudah sakit maag atau asam lambung jikalau terlambat makan.

"Apa lambungmu bermasalah?" Chandra kembali bertanya mengecek tubuh istrinya berjaga-jaga jika memang dia sakit.

"Maaf,"

Chandra diam sejenak mendengar istrinya mengatakan sesuatu. "Ya?" sahut Chandra

"Aku bilang 'Maaf'," ulangnya lagi lirik

"Maaf untuk apa? Kau tidak bersalah kok, justru aku yang minta maaf lupa bangunkan dirimu," ucapnya mengelus rambutnya panjang hitam itu di selipkan ke daun telinganya

"Maaf kalau aku suka marah-marah tanpa alasan jelas, kau marah atas kejadian siang kemarin? Aku— tidak bermaksud—"

"Jangan menyalahkan diri sendiri, aku memang jelek kok, buktinya aku menikah dengan istri manja seperti mu tidak membuatnya jauh dari ku. Asal dia bahagia aku ikut bahagia, di makan lagi sayang kalau dingin tidak enak rasanya," potong Chandra berbicara kedua pipi Fera sudah memerah soalnya itu jari suaminya mengusap rambut kepalanya.

"Terus— Mama sama Papa besok jadi datang, kan?" Fera mengalihkan topik pembicaraan.

"Hem ... sepertinya tidak jadi, soalnya aku sudah bilang--"

"Loh, kok nggak jadi! Katanya mereka kangen sama aku! Bagaimana sih jadi suami—maaf," lupa lagi tadi sudah minta maaf sekarang mau salahkan suami lagi.

Chandra senyum tipis senang banget kalau istrinya mulai bersikap manis, kalau bisa pun setiap hari tapi ia bakal rindu keras kepalanya.

"Pokoknya mereka harus datang ke rumah, terus nanti kau tidur di kamar. Nanti malah bilang aku jadi istri nggak becus rawat suami!" lanjut Fera mengomel mengangkat piring ke tempat cuci.

"Sini biar aku yang cuci, kau kembali tidur sana," Chandra mengusir istrinya

"Biar aku yang cuci! Ini piring kotor bekas aku makan." Fera ingin coba cuci piring sendiri

"Tidak apa-apa nanti tanganmu kas—ar!"

Prak!

Piring tergelincir di tangan kedua duanya. Fera hampir jatuh tak seimbang karena menabrak kaki suaminya, Chandra menangkap tubuhnya, posisi yang sempurna Chandra memeluk Fera, jarak mereka dekat sangat dekat malahan.

Tinggal beberapa senti saja bibir mereka menyatu bersamaan, dua mata Fera tidak dapat berkedip karena mata milik suaminya benar buat dirinya terhipnotis. Embusan napas milik Chandra mengenai wajah Fera.

Lama kelamaan sentuhan kenyal bibir Fera terasa tidak asing, dia memejam kedua matanya tidak salahnya merasakan sentuhan bibir dari suami sendiri walau membuat dia terganggu akan bulu tebal milik suaminya.

Lembut dan hangat setiap bibir milik Fera dan Chandra. Chandra tidak akan buru-buru melakukan hubungan suami istri sampai istrinya menyetujui, ini hanya ciuman perkenalan mereka berdua. Chandra tidak bisa menahan hasrat dari bibir manis istrinya.

Hanya lima menit ciuman hangat dari mereka berdua, Chandra menjauh dari wajahnya melepaskan sentuhan bibir itu. Fera membuka kedua matanya dan merasa aneh pada dirinya dan malu sendiri, Chandra melonggarkan pelukan tubuh ramping itu.

Fera memilih masuk ke kamar saking malunya tidak tertolong pipinya memerah. Dapat di lihat mata kepala sendiri Chandra menatap punggung rapuh istrinya menghilang dari balik daun pintu.

Di kamar Fera mendekati meja rias kemudian menyentuh bibirnya sendiri.

Hangat, dan ... Tidak mungkin aku ... ini benar gila!

avataravatar
Next chapter