5 Chapter 4

Di rumah sederhana Chandra menyiapkan makan malam sederhana, dia memang selalu begitu tidak pernah membeli makanan di luar walaupun setiap hari bekerja bangun pagi pulang sudah menjelang malam, tidak merasa adanya letih pada fisiknya.

Di luar rumah terlihat jelas di mata Chandra tersebut, Tiba-tiba turun hujan. Istrinya belum juga kunjung pulang, dia mulai merasa khawatir dengan wanita itu berada di luar sana.

Dia baru akan menelepon istrinya nada dering nya panggilan berdering panjang umur untuk Fera.

"Jemput aku!" suara teriakan disertai oleh suara hujan di seberang panggilan telepon.

"Kau ada di mana?" Chandra menanyakan posisi lokasi dia berada.

"Pokoknya sekitar daerah Kafe aku datangilah! Sudah jangan banyak tanya sudah gelap sepi! Aku tunggu!" jawabnya kemudian dia mematikan panggilan telepon tanpa beri kesempatan untuk Chandra berbicara.

Di buka kain jendela menghalangi cahaya sinar matahari. Masih sama air deras hujan belum juga reda. Tidak butuh waktu yang lama dia pun segera membawa jaket serta payung. Menyusul di mana istrinya berada.

Sedangkan Fera tengah duduk di dalam mobil yang posisi terparkir karena mogok. Sambil menunggu suaminya menjemput, dia malah keasyikan main game atau nonton video film kesukaannya. Muncul garis panjang warna kilat seketika dan...

PHIIIAARRRH!!

Suara petir mengejutkan dirinya dan efek karena kaget ponsel yang dia pegang terjatuh. Dia mencoba mengambilnya. Belum sampai di situ saja. Seseorang tiba-tiba memegang pundaknya. Lebih shock lagi Fera saat menoleh kilatan petir bercahaya bayangan itu buat dia lebih horor.

"Pergi sana! Jangan ganggu aku!" Entah apalah si Fera mengomelinya

"Fera ..." Terdengar suara tidak asing oleh pendengar wanita dua puluh lima tahun ini. Dia pun menghentikan tingkah penakutnya.

"Aku pikir setan dari mana datang bisa tahu namaku. Ya sudah bantu bawa barangnya kita pulang!" gerutunya keluar dengan muka jutek padahal tadi dia takut setengah mampus gara-gara petir sialan itu.

Sebelum Chandra membawa barang belanjaan di belakang mobil, dia memakaikan jaket lekat di badan istrinya. Fera berdiri terdiam mematung. Bukan karena dia kedinginan tapi aneh saja sih teringat perkataan teman-temannya waktu di kafe.

"Gila Fer ... itu lelaki berewok siapa? Kok dia perhatian banget sama dirimu?"

Masih sibuk sama memori beberapa jam yang lalu, Chandra sudah memindahkan belanjaan ke mobilnya. Setelah itu dia menghampiri istrinya yang masih berdiri di samping mobil mogok itu.

"Ayo, pulang!" Chandra bersuara lagi. Merangkul istrinya.

Fera telah kembali ke alam dunia nyata dan melirik tangan merangkul bahunya. "Ih, apaan sih! Jangan ambil kesempatan dalam kesempitan ya!" Di dorong kasar badan suaminya dari badannya. Lima detik kemudian suara petir memekakkan telinga Fera.

Phhiiaaarrrhh!

Fera menutup telinga beberapa langkah dia menabrak dada bidang suaminya. Saking takutnya sama petir sialan itu. Chandra berdiri kokoh sambil memegang payuh sedangkan Fera terlindungi oleh penutup jaket. Di malam hari terus sertai air hujan masih turun lumayan deras.

Wanita itu tidak sadar kalau sekarang posisinya memeluk suami sendiri. Dia mendongak kepalanya menatap dua bola mata suaminya masih di temani bulu tebal.

****

"Akhirnya sampai juga..." omel Fera melepaskan jaket yang basah letakkan begitu saja.

Chandra memungut jaket dari lantai di gantung ke tempat biasa. Belanjaan istrimu dia juga letakkan di lemari. Fera menuangkan teh hangat dari tempat. Di minum pelan - pelan rasa dingin pun hilang.

"Mandi dulu, baru tidur. Rambutmu basah karena air hujan. Nanti masuk angin, air panas sudah aku siapkan," ucap Chandra kepada istrinya.

Fera melirik suaminya sejenak tidak perlu urung waktu lama dia pun masuk ke kamar mandi. Bahagianya dia punya suami begitu perhatian, semua di sediai. Tidak sia-sia menikah suami jelek tapi hatinya penyayang.

Di luar kamar mandi, Chandra tengah mengerjakan pekerjaan beberapa belum di selesaikan kantor tadi. Dia mendengar sangat jelas suara merdu nyanyian dari istrinya.

****

Fera keluar dari kamar mandi setelah beberapa jam di dalam. Rambut dia gulung menggunakan handuk atas kepalanya. Masih sama memakai baju tidur bergambar Doraemon.

Dia bergabung duduk di samping sofa suaminya yang sedang mengerjakan beberapa pekerjaan kertas berserak atas meja ukuran medium.

Sementara notebook dia taruh di pangkuan sambil mengetik sesuatu. Lalu bagaimana dengan Fera duduk di sampingnya bukan karena coba sok dekat dengan suami jelek ini. Cuma dia kepo saja sih sama pekerjaan suaminya itu.

Curi-curi diam melirik layar monitor notebook ukuran mini itu. Terus berpindah melirik wajah suaminya masih fokus depan layar tersebut.

"Serius banget sih, memang pekerjaan itu penting banget, ya? Omong-omong aku mau tanya nih!" Fera mulai berbasa-basi dalam keadaan suara rintihan hujan masih terdengar di atas genteng rumah sederhana itu.

"Tanya apa?" sahut Chandra masih fokus sama grafik di depan monitor.

"Soal di kafe tadi, maksudnya kau itu apaan? Pakai acara kasih spesial minuman juice ke aku?" Fera bertanya melepaskan handuk di kepalanya. Rambut basah telah mengering sendiri.

Aroma sampo tercium oleh Chandra, dia melirik tingkah istrinya mengeringkan rambut dengan gosok handuk yang basah itu. Jenjang leher putih mulus terpampang jelas oleh penglihatan lelaki berewok ini.

Chandra mengalihkan pandangan ke depan layar notebook, dia harus menahan sensasi gairah buat dirinya tidak bisa menahan lebih lama. Sudah satu Minggu dua hari pernikahan dengan wanita manja ini sampai kapan dia menahan tidak menyentuh tubuh istrinya.

"Kok nggak di jawab? Please deh, jangan buat aku Kege-eran terus dari kemarin-kemarin atas perhatianmu! Terus aku heran kenapa pelayan ada di Kafe itu sebuti kau itu Pak? Bukannya kau itu hanya..." Fera mengipas rambutnya secara kasar sehingga sisa air dari rambut yang basah mengenai wajah Chandra.

Fera menatap suaminya penuh curiga, memang dia tidak peduli dengan privasi suami jelek ini, penampilan saja sudah buat dirinya merinding seram. Walau mendadak menikah karena perjodohan dari orang tuanya.

"Jangan-jangan kafe itu milikmu? Eh... tapi nggak mungkin deh, kalau milikmu terus ..." Fera kayak percaya nggak percaya kalau kafe itu benar milik suaminya sendiri sering dia datangi.

Kalau pun dia percaya atau tidaknya pun tetap saja belanjaannya tidak pernah habis deh asal penampilan dan perawatan serta kesombongan harus di nomor satukan.

"Ya sudah lanjuti saja kerjaanmu... Aku mau tidur dulu, suhu udara dingin karena hujan efek mengantuk pun kembali menjemput," omelnya.

Suara petir tiba-tiba meledak buat jantung Fera berdegup kencang karena terkejut. Belum lagi lampu tiba-tiba mati total dan dalam rumah gelap hanya di iringi cahaya dari notebook milik Chandra.

Fera posisi duduk terdiam mencoba menyentuh sesuatu, sedangkan Chandra masih fokus layar monitor di depannya. Merasa ada tangan meraba-raba, dia tahu istrinya mencari sesuatu.

"Chan, masih di sini, kan?" Fera bersuara. Karena gelap dia tidak bisa melihat sekitar.

"Iya aku masih di sini, tunggu sebentar ya. Aku ambil lilin dulu," sahutnya berdiri meletakkan notebook atas meja medium itu.

"Eh, ikut!" Fera menarik tangan suaminya. Chandra terdiam menuntut istrinya menemani dirinya mengambil lilin tersebut.

Fera melirik ke belakang samping kiri kanan. Bukan karena apa, takut tiba-tiba ada hantu di kegelapan muncul apa dia tidak mati berdiri.

Chandra menyalakan api di lampu minyak, si Fera mengapit lengan suaminya. Chandra senyum dalam diam ditutupi oleh gelap. Dia senang kalau istrinya penakut bukan karena ini kesempatan untuk hubungan.

"Temani aku tidur yuk!" rengek Fera meminta suaminya tidur di kamar milik mereka berdua.

"Kenapa? Aku di sini tidak akan ke mana-mana," ucap Chandra.

"Iih ... Dasar suami nggak peka, aku takut kalau tidur gelap begini! Kalau ada sesuatu dekati diriku bagaimana! Kau, kan, suamiku! Temani aku tidur!" cetusnya getir pengin menangis di depan suami kalau perlu.

"Tapi,"

"Nggak ada tapi - tapi lagi, yuk! Sudah mengantuk nih!" Desak Fera, dia benar takut kalau tidur keadaan gelap apalagi mati lampu belum lagi suara petir mengerikan.

"Ya sudah, aku bereskan dulu berkas-berkas ini. Kau bisa ke kamar dulu,"

"Aku tunggu di sini!"

Helaan napas dari Chandra benar buat dia harus menahan sabar karena manja istrinya. Mungkin sudah waktunya dia menunda pekerjaan dalam situasi membahayakan.

Di kamar Fera cepat - cepat naik atas ranjang medium menyelimuti tubuhnya hingga leher. Sedangkan Chandra bersiap untuk tidur di samping istrinya.

"Kau mau ngapain?" tanya Fera ketus.

"Tidur, kan?" jawabnya

"Tidur di bawah, masa tidur di sini. Nggak mau! Seram sama bulu tebalmu!" ejeknya, Chandra pun menuruti saja di ambil selimut tebal sebagai alas tidurnya.

Fera pun tidur dengan nyaman tanpa ada yang mengusik kembali, Chandra tidur menyamping menatap atas ranjang di mana istrinya posisi menghadap arah pintu kamarnya.

Pukul 02.00 dini pagi lampu belum juga datang, kemungkinan trafo meledak atau pohon tumbang karena beberapa petir halilintar pekak telinga.

Dia (Chandra) bangun dari posisi tidurnya. Kemudian menatap wajah istrinya tidur begitu pulas sehingga selimut melekat di badannya pun tidak tahu arah. Dia menarik selimut kembali tutup tubuhnya lagi agar tidak masuk angin.

Di elus - elus pipi mulut istrinya, jarak semakin dekat, kecupan singkat di bibir istrinya. Chandra menjauh takut wanita manja ini terbangun oleh perbuatan tanpa seizin darinya.

Fera mengusap-usap bibirnya karena geli oleh sentuhan bulu, dia mengira ada rambut atau debu dari mana datang mengganggu tidurnya.

"Eung ... Apaan sih! ganggu tidur saja!" Fera mengigau tidak jelas, kamar gelap kembali terang. Lampu sudah menyala kembali posisi Chandra masih menatap wajah istrinya dalam keadaan tertidur.

Dia mengambil selimut tebal yang tadi alas untuk tidurnya lalu keluar dari kamar miliknya sekali-kali melirik istrinya lagi. Pintu tertutup rapat, Chandra kembali posisi tidur di sofa ukuran pas-pas tubuhnya.

avataravatar
Next chapter