4 Chapter 3

Pagi yang cerah matahari selalu berikan semangat untuk dua pasangan pengantin letak tempat tinggal jauh dari kota metropolitan. Kalau di lihat dari jarak ketinggian seperti rumah petak atau rumah desa.

Suara gosengan dari dapur terdengar sangat nyaring Chandra sedang memasak untuk sarapan pagi, dia suka melakukan hal di pagi hari sebelum berangkat kerja pastinya memasak dulu. Chandra memang suka memasak tidak pungkiri kalau dia mempunyai beberapa cabang usaha sajian makanan di kafe - kafe setempat.

Pukul delapan pagi seperti biasanya wanita itu bangun tepat waktu di jam matahari telah tinggi di atas sebelah timur. Belum cuci muka, menguap lebar-lebar, rambut berantakan, duduk di depan meja makan. Sarapan pagi ini adalah nasi goreng telur bistik ayam dengan topik sayuran sehat yaitu buncis hijau dan wortel di rebus.

Chandra berikan untuk istrinya yang masih belum sadar dari dunia alam mimpinya. Fera bantal kepalanya atas lengan sendiri di meja makan. Mencium aroma sedap di hidungnya sendiri dia pun membuka kedua matanya yang berat itu.

Asap mengepul ke atas dengan kedua mata melebar sajian makanan yang lezat. Walau dia tidak pernah sarapan yang berat di pagi hari tetapi kalau perut sudah meminta di isi. Fera mengambil sendok dan garpu sedangkan Chandra memperhatikan menyuap satu sendok nasi goreng buatannya begitu lahap. Semakin hari Chandra mulai suka melihat sifat dan kelakuan istrinya jika di rumah. Fera merasa kalau dirinya sedang di perhatikan oleh suaminya sendiri.

"Ada apa?" butiran nasi yang dia kunyah keluar satu atau dua biji dari mulutnya. Menatap horor kepada lelaki berewok itu.

"Tidak ada apa-apa, makannya pelan - pelan saja. Nanti tersedak," ucap Chandra kembali melanjutkan sarapan nya yang tidak panas lagi.

"Dasar aneh!" guman nya pelan.

Suasana kembali normal hanya terdengar irama dari garpu dan sendok serta piring bernyanyi. Chandra melihat jam arloji di pergelangan tangannya. Sudah pukul delapan lewat dua puluh menit lebih kurang. Dia harus bersiap untuk berangkat ke kantor. Di bersihkan mulutnya dengan kain ada di samping meja makan. Angkat piring kotor lalu dicucinya.

Kalau Fera masih menikmati ayam bistik nya, tidak lama kemudian Chandra kembali mengambil tas kantornya lalu Fera melirik suaminya memasang dasi dan jas kantor. Gigitan ayam dalam mulutnya belepotan.

"Kau mau berangkat kerja?" tanya Fera kepada suaminya.

"Iya, apa kau ingin ikut?" jawabnya tentu dia mengharapkan istrinya ikut dengannya.

"Untuk apa? Jadi orang bodoh di kantormu? Berikan kartu debit mu, aku ingin jalan-jalan cuci mata!" Diulurkan tangannya ke depan yang penuh dengan minyak goreng ayam itu.

Chandra menatapnya tajam cukup lama, istrinya sibuk dengan sarapan nya. "Cepetan! Pegal ini tanganku!" bentak nya kemudian.

Chandra mendengus panjang napasnya dia mengeluarkan dompet dari celana hitam. Terus melangkah kembali tempat atas meja makan di letakkan kartu Platinum tersebut.

"Kartu yang kemarin aku berikan kau letakkan di mana? Apa itu sudah habis kau gunakan?" Chandra bertanya kepada istrinya.

"Belum, sih. Sebagai cadangan saja. Kau tega jika limit itu tiba-tiba kurang, terus aku malu di depan semua warga. Tidak mau, kan. Kau sudah bilang uang suami adalah uang istri jadi aku boleh beli apa pun aku mau!" jawabnya selesai sarapan di ambil kartu Platinum dari meja makan tanpa mencuci tangan. Fera pergi begitu tanpa mencuci piringnya sendiri.

Chandra menghela napas kalau bukan dia sayang istri mungkin tidak akan lakukan atas kemauan wanita manja itu. Di cuci piring itu barulah dia berangkat ke kantor, sedangkan Fera ke kamar mandi sambil bernyanyi lagu favoritnya.

****

Jalan-jalan ke Mal untuk para Ladies menampilkan pesona kecantikan dan perawatan tubuh. Punya uang adalah segala bagi wanita jika memiliki suami tebal dompet. Namun itu tidak akan semua teralihkan oleh segala benda, barang, dan apa pun untuk pamer tampang tetapi talenta nol besar.

Bedanya untuk wanita dua puluh lima tahun ini dia tidak peduli dengan cemoohan orang kalau dia tergila dengan barang mewah dan bermerek. Memang dia putri keluarga terpandang dan juga memiliki suami yang sangat perhatian berikan segala untuknya. Uang suami adalah uang istri tapi kekayaan itu hanya menumpang lewat jika suatu saat nanti semua apa yang dia miliki akan kembali ke tempat masing-masing.

Saat ini Fera masih bisa berfoya-foya uang dari suaminya. Meskipun pernikahan masih berjalan seminggu tetap saja dia menganggap I pernikahan angin lalu. Sekarang dia berada di tempat pembelanjaan sepatu bermerek beraneka ragam model di sana. Terpampang nama terkenal dari impor luar negeri.

Dia masuk dengan dagu tinggi kemudian berlaga seperti wanita terpandang. Memang dia terpandang, orang tuanya memiliki segudang properti. Properti apa nih? Pastinya properti rumah bukan semua di beli. Sebagai saham dan agen nasabah.

"Ada yang bisa kami bantu," sapa seorang wanita usia masih di bawah tiga puluh tahun menyambut Fera yang sedang melihat - lihat sepatu tertata rapi di tempat lampu bersinar itu.

"Aku lihat - lihat dulu, ya!" ucapnya angkuh.

Wanita itu senyum kepada Fera dan kembali ke tempat kerjanya. Dia mengambil salah satu sepatu modelnya masih unik tidak tinggi dan tidak pendek. Sedang - sedang saja mungkin ya. Dipakainya kemudian di perlihatkan ke depan cermin panjang seukuran tubuhnya.

Cukup lama dia memilih, suara dari luar belanjaan sepatu itu terdengar tidak asing baginya. Dia menoleh dan kemudian terkejut sebaliknya orang itu juga terkejut.

"Fera!" sapa salah satu wanita rambut Bob menghampirinya.

"Hei, Friska! Kau di sini juga?" Fera membalas sambutan satu angkatan masa kuliahnya dulu.

Friska Adirna Winata setara dengan usia Fera. Tapi Friska ini beruntung mendapat suami tampan dan pengusaha muda memiliki hotel Manhattan kota metropolitan. Selain itu menikah di usia muda tentu bukan gosip baru atau viral. Konon katanya dia memang sudah dijodohi sama orang tua dari usia belia jadinya suami yang melamar datang langsung menikahinya. Entah itu benar atau bukan, Fera tidak terlalu pedulikan. Walaupun Friska adalah saingan terberatnya.

"Ya pasti dong! Masa kau saja yang boleh di sini? Btw, sedang apa di sini? Mana pacarmu katanya punya segala di metropolitan ini? Kok tidak terlihat jangan-jangan kau..." Sindiran Friska selalu bikin Fera menahan emosi.

"Aku belanja dong tidak lihat aku sedang belanja sepatu incaranku. Pacarku kerja tuh. Jadi dia tidak bisa ikut, memang situ saja boleh belanja?" balas Fera menyindir balik kepada Friska.

Sementara teman - teman lainnya sudah merumpi tidak jelas dua wanita ini.

"Oh, benarkah? Baguslah," ucapnya santai kembali menghampiri teman-temannya.

Fera menciut bibir dia ingin meremas muka sok imut wanita itu. Kalau saja dia tidak punya saingan fisik darinya. Pasti bakal sudah dia injak lebih dulu darinya.

Tapi masa bodoh lah baginya, yang penting uang limit dari suaminya tidak pernah berkurang sama sekali.

****

Chandra sedang berada di salah satu kafe miliknya menunggu klien dari perusahaan pemasaran makanan Snack. Untuk membahas pengolahan sajian dan juga beberapa penjualan produk impor di luar negeri.

Duduk sendirian itu memang sudah wajar baginya. Tapi tidak untuk orang yang datang berkunjung di tempat menikmati sajian makanan khas daerah masing-masing. Makanan kafe ini ada dua pilihan Non halal dan halal. Maka dari itu tidak perlu di pusing kan jika ingin menyantap makanan sajian di sini.

Tidak berapa kemudian seorang pria tinggi tegap menghampiri meja di mana posisi Chandra berada. Dia adalah Samuel Hernandez, bagian Marketing pemasaran datang membahas beberapa Minggu di janjikan.

Chandra paling di segani oleh perusahaan lain meskipun penampilannya sangat mencolok soal sistem manajemen jangan diragukan lain. Penilaian dari mereka bahwa Chandra adalah tipe penyabar, royal dan murah hati.

Waktu berjalan iring berganti para pengunjung keluar masuk bergantian menikmati makanan di kafe ini. Perbincangan soal kerja sama dan pengelolaan produk akhirnya selesai. Chandra sepakat menerima kerja sama dengan perusahaan dari PT. Martaram Agro.

"Kalau begitu, jika ada keluhan dengan produk dari kami, anda bisa menghubungi saya. Saya siap menerima konsekuensi nya," ucap Samuel berdiri untuk bersiap kembali ke tempat pekerjaannya.

Chandra hanya bisa beri senyuman kepada pria itu. Dan mengantar dirinya ke depan pintu Kafe, setelah pria itu pergi meninggalkan parkiran. Dia pun kembali masuk ke dalam dan tidak sengaja melihat istrinya juga ada di kafe ini.

Dia mencoba menghampiri di mana Fera tengah ribut dengan seorang pelayan yang mengantar pesanan salah.

"Permisi, ada yang bisa saja bantu?" Chandra mencoba menenangkan situasi di kafe ini.

"Ini, aku pesan minuman Jamba Juice tapi kenapa yang datang itu Juice biasa? Sebenarnya bisa kerja apa tidak ... sih ..." Terakhir kata Fera memelankan suaranya saat melihat sosok lelaki berdiri di sampingnya dan orang itu adalah suaminya sendiri.

Sementara teman-teman ada di sebelah nya melirik lelaki yang terlihat bagaimana lah. "Maafkan, saya Pak. Saya tidak sengaja soalnya..." pelayan itu merasa bersalah atas tindakan kerjanya.

"Tidak apa-apa, kau bisa kembali bekerja biar ini saya urus." ucap Chandra sopan dan lembut. Sementara Fera melipat kedua tangan di depan.

"Jadi anda memesan Jamba Juice? Karena ini kesalahan pertama kali dari pelayan saya. Untuk pesanan akan saya berikan gratis untuk kalian sebagai permohonan maaf, bagaimana?" lanjut Chandra bersuara semua terdiam tidak menjawab apa pun.

Chandra melirik istrinya dengan kedua ekor matanya. Wajah merengut adalah hal biasa bagi wanita. Sementara teman-teman di meja berbisik-bisik. Chandra masih berdiri di samping istrinya dan ponsel milik Fera bergetar tanpa ringtone.

Dilihatnya layar ponsel itu dan melirik suaminya.

Suami Jelek : Kau ingin sesuatu?

Fera mencoba mengetik cepat ponsel milik Chandra berbunyi.

My Wife : Tidak ada!

Tidak lama kemudian pesanan spesial datang oleh pelayan lain bukan pelayan tadi. Chandra membantu berikan kepada mereka ada di meja itu. Dan terakhir yang bikin mereka heran adalah minuman milik Fera berbeda.

"Ini spesial untuk Nona Fera, semoga anda suka. Jadi wanita yang lembut tidak baik menunjukkan wajah merengut seperti itu, kalau begitu selamat menikmati hidangan spesial dari kami. Selamat sore." Chandra mengelus kepala rambut istrinya kemudian dia beranjak meninggalkan tempat meja makan istrinya dan kawan-kawannya.

Fera tidak berkutik sama sekali apa yang dia dapatkan barusan. Debarannya kembali berdetak dari biasanya. Sentuhan kepala dari tangan suaminya itu maksudnya apa.

"Gila, Fer ... kau kenal lelaki berewok itu? Kok rasanya dia perhatian banget sama dirimu?" Temannya bertanya menanyakan kepadanya.

Fera tidak menjawab masih sibuk dengan debaran jantungnya. "Hei, Fera!" sentak temannya satu lagi.

"Hah? Iya ada apa?" Fera tidak fokus dengan apa melamun kan.

"Lelaki berewok itu siapa?" mereka penasaran sekali dengan Chandra. Chandra telah meninggalkan tempat kafe itu kembali ke kantornya.

"Bukan siapa-siapa," jawabnya menyembunyikan kepada teman-temannya.

Mereka tidak percaya bukan siapa-siapa Fera. Mungkin itu hanya keberuntungan saja, karena jaman sekarang lelaki kalau lihat wanita cantik sok perhatian banget.

avataravatar
Next chapter