2 Chapter 1

Setelah semua barang telah di susun rapi dalam lemari. Fera melempar badannya di atas ranjang empuk itu. Dia benar sangat lelah dan letih seharian memindahkan baju-bajunya.

Kini dia tinggal satu atap dengan suaminya super jelek itu. Tidak dia pedulikan suaminya sedang mengerjakan apa di luar kamar sana. Yang dia pentingkan itu untuk tidur menghilangkan rasa lelah dan letih pada tubuhnya.

Tidak butuh waktu yang lama kedua mata indah pun terpejam sangat rapat dan masuk ke dunia alam mimpi tersebut. Dengkuran napas begitu teratur posisi tidur tanpa alas selimut oleh tubuh. Kebiasaan bagi wanita manja ini kapan bisa berubah.

Pintu kamar terbuka dan melihat wanita yang tengah tertidur posisi mengundang selera lawan jenis menarik untuk lebih dekat lagi. Chandra mencari selimut untuk menutupi tubuh istrinya keadaan udara pendingin di kamar mereka.

Dari jarak dekat lelaki itu sangat jelas memandang wajah cantik, manis, dan keras kepala. Fera merasa sesuatu menyentuh pipinya, dia mengerut kedua alis karena terusik pada tidurnya.

"Apa yang kau lakukan!" Terkejut dan mendorong kasar tubuh lelaki jelek itu dari posisi tidurnya.

Segera Fera menarik selimut ada di dekatnya menutup tubuhnya untuk menjaga - jaga kalau lelaki itu mencoba memerkosa nya.

"Aku, aku hanya..." Chandra terpatah-patah menjelaskan.

"Hanya apa? Jawabnya yang jelas!" bentak Fera pada suaminya.

"Aku hanya ingin menyelimuti dirimu. Tidak baik tidur posisi dalam keadaan pakaian tipis yang kau kenakan, kalau begitu. Selamat tidur." lanjutnya kembali keluar dari kamar seharusnya dia tidur berdua dengan istrinya.

Fera memandang punggung rapuh dan lebar telah menghilang bayangan di balik daun pintu kamar tersebut. Dia sendiri menunduk menatap pakaian dia lekat pada tubuhnya. Serba salah jadinya telah asal memarahi suaminya sendiri.

Merasa gengsi untuk meminta maaf, dia kembali lagi untuk tidur dan menutup badannya dengan selimut tebal di berikan oleh suaminya.

Bagaimana Chandra? Dia tidur di ruang tamu. Sofa pas-pas ukuran dengan tubuhnya. Rumah sederhana namun nyaman untuk di tempati. Chandra membeli rumah tanpa bertingkat terlihat lebih unik namun desain nya elegan dan mewah.

Sudah lama dia membeli rumah ini dan akan tinggal setelah menikah dengan wanita pilihan dari orang tuanya. Bukan karena dia tidak laku untuk menjadi suami oleh wanita-wanita. Wajahnya memang sangat jelek apalagi tidak mengurus karena rambut bersarang di sekitar bawah rahang lebar dan atas bawah mulutnya.

Karena terlalu sibuk dengan pekerjaan pada perusahaannya sendiri penampilan pun tidak sempat urus. Jadi orang tuanya sepakat menjodohkan dari putri sahabatnya.

Awalnya Chandra mengira wanita yang dijodohkan oleh orang tuanya itu ayu dan lembut. Tapi kenyataan yang dia lihat salah perkiraan. Wanita ini sangat manja dan suka menghamburkan uang orang tuanya sendiri.

Semoga saja harapan dari Chandra bisa mengubah sifat buruk istrinya menjadi lebih sederhana.

Esok paginya tepat pukul delapan pagi Fera bangun dengan keadaan berantakan sekali. Belum mandi, gosok gigi, rambut masih acak-acakan. Keluar dari kamarnya menguap selebar - lebarnya kebiasaan buruk tidak pernah diubahnya.

"Kau sudah bangun," sapa Chandra menyambut istrinya menarik kursi dan mendarat pantatnya.

Fera tidak membalas sapaan dari suaminya malah menuangkan minuman di atas gelas bening kemudian di teguh hingga habis.

"Nanti siang aku ada janji sama teman berkumpul, jadi aku minta kartu debit mu. Ada beberapa barang aku incar. Jadi suami itu enggak boleh pelit sama istri. Paham!" ketus nya

"Aku tidak pernah larang dirimu untuk menginginkan sesuatu. Hanya saja tidak selamanya teman itu baik dari sisi apa yang kita punya, uangku juga uangmu. Apa pun yang kau kurang bisa datang ke kantorku. Semua terbuka untukmu," ucap Chandra lembut dan menyerahkan kartu debit tanpa limit untuk istrinya.

Fera tidak berkata - kata lagi, tetap dia senang kalau suaminya pengertian tahu saja apa yang dia mau. Ternyata menikah itu begini. Jelek tapi banyak duit, tidak capek-capek lagi cari yang ganteng tapi modal tidak ada.

"Begitu dong, ternyata enak juga menikah kalau punya suami jelek seperti dirimu. Uang tidak pernah habis," serunya beranjak meninggalkan tempat meja makan tanpa peduli Chandra mendengar cemoohan dari istrinya.

Jelek seperti dirimu uang tidak pernah habis. Senyuman tipis hanya untuk dirinya sendiri.

Semua wanita sama saja.

****

I'm sorry but ... Don't wanna talk ...

"Halo!"

"Jadikan nanti kumpulnya?" suara cewek seberang tak lain adalah teman satu gengnya. Sarah.

"Jadi, tempat biasa?"

"Betul, jangan lupa loh ..."

"Iya, beres itu."

Fera bersiap untuk Hangout dengan teman sebayanya. Sesuai janji akan ke temuan di tempat restoran paling mahal. Pokoknya berkelas banget, pakaian yang dia pakai celana panjang ketat warna hitam seperti legging, terus baju tampak lengan tidak lupa dengan kacamata hitam. Tas jinjing bermerek itu yang paling penting tidak boleh di lewatkan.

Chandra sedang memeriksa laporan keuangan di tangannya. Pengiriman barang untuk penjualan tas keluar negeri semakin menipis. Mata uang Amerika semakin menurun buat kepalanya sangat pusing terus dia memijit pelipisnya. Ponselnya bergetar atas samping meja kerjanya. Dia meraih dan melihat nomor tidak di ketahui tanpa ragu mengangkatnya.

"Halo dengan Bapak Chandra Hermawan Libra?" suara wanita asing dari seberang.

"Benar dengan saya sendiri, dari mana?" balas Chandra lebih sopan suara khas seorang terhormat.

Sangat beda kalau di kantor sifat Chandra begitu tegas dan menakutkan. Bagaimana tidak pekerjaan yang dia lakukan seorang diri sedangkan anggota lain mengerjakan sesuai peraturan S.O.P ( Standart Operasional Produser)

"Kami dari pembelanjaan tas bermerek Hermes, Vinci dan lain sebagainya. Kami menerima kartu debit atas nama milik anda. Dan seorang wanita..."

"Lakukan saja, tidak perlu di bantah, dia istriku." potong Chandra dilihat pergelangan arloji jam tangan telah pukul dua siang.

"Baik, Pak ..."

Terdengar suara wanita marah - marah kepada penjualannya di seberang tak lain adalah Fera istrinya sendiri. Panggilan telepon berakhir dia meletakkan samping atas meja nya. Diusap wajahnya frustrasi.

Pernikahan pertama belum tanda-tanda melakukan hubungan, pikirannya masih memikirkan bagaimana cara bercinta dengan istrinya. Sementara Fera masih senang dengan teman-teman sebayanya hanya berfoya-foya.

****

"Gila kau, Fera. Bagaimana bisa kau belanja sebanyak ini? Apa Pacar mu tidak mengomel panjang lebar," tanya Sarah teman satu angkatan sekolah dulu.

"Dia tidak akan pernah mengomel atau marahi ku, uang suami adalah uang istri. Jadi tidak ada larang apa yang aku incar," jawabnya keceplosan.

Dia lupa memberitahukan kepada temannya kalau dia sudah menikah. Dan teman-teman ada di sini melongo apa yang mereka mendengar itu tidak salah pada telinga masing-masing.

"Kau sudah menikah? Kapan? Bukannya kau kemarin habis jalan sama ..." Grace menutup mulutnya ekspresi kaget.

"Aku dijodohkan, terus menikah secara Express tanpa ada pesta besar. Tertutup saja kok, Ah, pokoknya aku masih bisa kumpul dengan kalian juga sudah bahagia kok," ucap Fera memunculkan sikap biasa seolah-olah tidak ada hal yang aneh.

"Dijodohkan? Wah, laki mu orang mana nih? Tajir pasti! Enggak mungkin dia langsung serahkan kartu debit tanpa limit begitu saja? Apa kau ..." Sambung Mega ikut kepo pengin tahu juga wujud suami Fera.

"Jangan prasangka buruk seperti itu. Dia yang kasih langsung ke aku kartu itu. Aku tidak memintanya. Mungkin dia tahu kalau aku ini tidak bisa diam di rumah seorang diri. Mudah bosan, masa kalian enggak pernah alami sih, kalian juga seperti itu, kan, kalau sudah menikah. Suami kalian pasti berikan apa pun untuk kesenangan istri," panjang lebar Fera mengalihkan alasan dan menanyakan kepada teman - temannya juga.

Suasana semakin tegang saja teman-teman Fera terdiam mendadak dengan pertanyaan dia berikan kepada mereka. Bukan maksud bagaimana yang mereka tahu, Fera itu paling anti dengan namanya perjodohan.

"Terus, bagaimana dengan pacar mu? Hendra? Bukannya kau masih jalan dengannya? atau..." Sarah kembali bertanya

"Aku sudah putus dengannya tepat di mana aku lagi sedih di sana aku dapat berita menggemparkan. Perjodohan secara tiba-tiba dan hari itu pula aku menikah dengan suami yang tidak aku kenal sama sekali ... Hahaha, kenapa jadi bahas seperti ini sih. Kalian tidak jadi pesan makanan? Aku sudah lapar, tenang aku yang bayar sebagai permintaan maaf tidak mengundang kalian ke pesta pernikahan ku, ayo, ayo pesan!" jawaban yang panjang sangat panjang.

Teman-temannya jadi tidak merasa lapar dengan alasan mereka ada janji dengan keluarga, ada pula lupa kalau mertuanya berobat dan masih banyak lagi alasan dari mereka. Fera yang ada di restoran termahal pun terdiam dengan sajian makanan seorang diri.

Cukup dipertanyakan, memang dia salah berikan jawaban pada teman-temannya kalau dia memang sudah menikah dan dijodohkan lalu ... Sesuatu jatuh di punggung tangannya, salah lagi dia ucapan kepada temannya terlalu sombong kah dirinya.

Semua gara-gara suami jelek! - makinya dalam hati.

avataravatar
Next chapter