6 Chapter 5

Hari-hari seperti biasa, Monika menyiapkan sarapan untuk nenek Gwen, dan juga suaminya. Hari Jumat, adalah kegiatan yang santai. Tetapi untuk Monika, tidak ada yang namanya bersantai. Ia selalu diliputi kesibukan.

Apalagi Rina, sang pembantu sekaligus menjaga nenek Gwen, besok pulang kampung. Maka dari itu Monika harus mencari tiket kepulangan Rina.

Setelah sarapan selesai terhidang di meja ukuran persegi panjang hanya dihadirkan tiga orang. Biasanya untuk satu keluarga, orang tua Nico jarang datang berkunjung ke rumah ini. Mereka lebih mementingkan kesibukan sendiri daripada berkumpul. Apalagi orangtua Monika, hanya sekali datang kemudian pulang.

Nico memang tergolong pria yang keras, mandiri, tetapi ego-nya selalu membuat siapa pun datang berkunjung kerumah tak akan nyaman. Wajah yang selalu Nico hadirkan adalah masam, marah, dan bete.

Sarapan dalam diam, Rina menyuapi nenek Gwen. Sedangkan Nico dan Monika memilih untuk menghabiskan sarapan setelah itu berangkat ke kantor.

"Nak Nico, besok bisa bawa Nenek ke rumah Rui?" Nenek Gwen membuka suara menatap Nico. Sebaliknya Monika juga melirik nenek Gwen dan Nico.

Nico belum menyahuti apa yang nenek Gwen membuka suara. Rina yang di sebelah nenek Gwen turut menunggu, suasana di rumah ini berubah sangat mencengkam.

"Untuk apa ke sana? Rui bukannya sedang dinas luar kota?" jawab Nico dengan nada yang datar tapi tegas.

"Nenek kangen saja sama Rui. Bukannya Rui dinas luar kota hari Senin? Besok Sabtu, jadi masih ada waktu untuk berkunjung. Kalau tidak, nenek menginap di sana, kamu tidak perlu mengantar Nenek kembali ke rumah ini?!" tutur nenek Gwen mencoba untuk membantah. Walau pun ia tak pernah sekali membantah pada cucunya sendiri.

Nico menghela napas pendek, bukan tak mengizinkan nenek Gwen ke rumah Rui. Nico keberatan jika membawa nenek Gwen ke rumah Rui, permasalahannya malas bertemu dengan suami Rui.

"Kalau kamu tidak bisa antar Nenek ke rumah Rui. Monika saja yang antar Nenek ke rumah Rui," sambungnya melirik Monika. Monika yang menatap wajah nenek Gwen, benar-benar sangat rindu.

"Baiklah, besok aku antar nenek ke rumah Rui. Dengan catatan tidak menginap. Sorenya Monika jemput nenek," ucap Nico menuruti, suasana di meja makan terasa berbeda.

"Tetapi, nenek mau menginap, nak Nico?!" Nenek Gwen bersikeras.

"Please, nek! Jangan mulai lagi?! Akan ada waktu nenek bisa menginap di rumah Rui. Rui juga punya keluarga yang harus di urus. Bukan nenek saja, jika nenek di sana. Aku tetap tidak ingin merepotkan siapa pun.. Masih ada Monika bisa menemani dan menjaga nenek!" sanggah Nico panjang lebar, nada bicaranya memang sangat besar, seperti memarahi seseorang.

Nenek Gwen tertunduk diam, ia merasa sedih. Ia tau Nico selalu melarang nenek Gwen menginap ke mana pun. Apalagi semalam Monika meminta izin pada Nico soal membawa nenek Gwen ke rumah bibi Rika.

"Aku berangkat dulu," ujar Nico beranjak meninggalkan meja makan. Hanya Monika, nenek Gwen, dan Rina masih di sini. Kesunyian menyambut rasa sedih yang begitu dalam. Monika beranjak dan pindah duduk di sebelah nenek Gwen.

"Maafin Nico, ya, nek! Jangan masuk ke hati. Mungkin Nico tidak ingin nenek di repotkan oleh Rui. Besok Monik ikut nenek ke rumah Rui." Monika menghibur nenek Gwen.

Nenek Gwen melirih Monika, ia sangat beruntung mempunyai cucu menantu yang begitu perhatian. Sampai kapan nenek Gwen bisa bertahan hidup melihat sikap cucunya yang begitu kasar dan keras.

"Tidak apa-apa, Nenek tau Nico berkata benar. Mungkin besok cuma bisa berkunjung sebagai tamu," kata Nenek Gwen.

Monika mengelus-elus lengan nenek Gwen yang melonggar tak seindah kulitnya. Sayangnya Monika tidak pernah melihat wajah neneknya sendiri saat dirinya lahir di dunia. Bagi Monika berusaha akan menjaga nenek Gwen seperti menjaga ibunya di kampung.

****

Update pendek dulu

Sedat-sedat nih otak ku.

Moga suka sama cerita ini.

avataravatar
Next chapter