4 Chapter 3

Rumah bertingkat dua, diliputi oleh suasana yang tenang. Diliputi kolam ikan mas, suara air mancur mengalir di kolam tersebut.

Monika baru pulang dari kantor, pukul 9 malam. Bukan hal biasa baginya yang selalu pulang begitu malam. Kalau saja ia tak berargumentasi dengan suaminya. Mungkin Monika bisa lebih cepat sampai di rumah, dan menyiapkan makan malam untuk keluarga.

Rumah bertingkat dua bukan yang besar untuknya. Ia memang sengaja memberi rumah siap jadi, tanpa ada embel-embel untuk dekorasi yang berbagai interior unik.

Sebelum dirinya menikah dengan Nico, Monika memang sudah membeli rumah ini sebagai kehidupan sendiri jika suasana hidupnya kacau akan keributan dengan orang tuanya.

Monika bukan bermaksud durhaka dengan orang tua sendiri. Menurut dirinya, ia sudah lelah dengan sikap orang tuanya terus meminta dirinya menikah, berobat, atau segera memiliki keturunan.

Monika seperti robot, diperintah-perintah. Seandainya bukan karena paksaan. Monika memilih tidak akan menikah untuk selamanya. Monika anak paling bungsu dari ke-tiga bersaudara. Dua saudaranya memiliki keluarga yang bahagia.

Beda jauh dengan Monika, banyak masalah. Entah itu keuangan menghambat dirinya tanpa diundang, permasalahan kecil tentang pekerjaan dari kesalahan karyawan Nico yang salah mengirim barang ke luar negeri, kadang kesalah pahaman pun bisa terjadi.

Selain itu Nico tidak pernah mempercayai Monika. Padahal Monika bekerja untuknya, dan juga untuk masa depan keluarga. Apa yang bisa Monika lakukan agar Nico mempercayai dirinya? Mempercayai segala yang Monika lakukan agar dia sadar.

"Kamu sudah pulang?" Seseorang menyambut kepulangan Monika. Monika meletakkan sepatu ke rak lemari. Kemudian mengganti dengan sandal rumah.

Monika melirik dan tersenyum pada seorang wanita tua lansia, dia adalah Nenek Gwen, neneknya Nico. Monika yang meminta nenek Gwen tinggal di rumahnya. Tak hanya itu, Monika juga mencari satu orang pekerja menjaga nenek Gwen selagi dirinya tak di rumah saat akan ke kantor.

Monika memperkerjakan pembantu tak murah. Lumayan, karena dari yayasan. Yayasan yang lebih terpercaya dan juga pengalaman juga harus sempurna. Siapa lagi yang bisa menjaga beliau yang usia menuju 87 tahun.

Meskipun fisiknya masih sehat, bisa melangkah setapa ke mana pun. Tetap saja Monika harus mencari seseorang untuk mengawasinya.

"Iya, nek. Nenek sudah makan? Biarkan saya menemaninya. Kamu siapkan makan malam untuk Pak Nico. Sebentar lagi dia sampai di rumah." Monika memerintahkan pembantunya. Dengan cepat pembantu itu pun segera menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk majikannya.

"Saya baru saja selesai makan, bagaimana pekerjaanmu di kantor?" Nenek Gwen menjawab pertanyaan Monika tadi, dan kembali ia bertanya kepada Monika soal pekerjaannya.

Tak akan pernah bosan Monika mendengar pertanyaan dari nenek Gwen. Entah kenapa Monika lebih menyayangi nenek Gwen daripada orang tuanya sendiri. Mungkin ada benar yang dikatakan oleh Nico tadi siang di kantor. Orang tuanya hanya peduli dengan material, akan tetapi setiap perkataan dari Nico membuat kepedihan begitu mendalam.

"Semua baik-baik saja, nek. Jam segini kenapa nenek belum tidur? Tidak baik untuk kesehatan nenek. Apa mau Monik temani nenek tidur?" jawab Monika sembari memijit kedua kaki nenek Gwen.

Nenek Gwen mengangkat tangan mengelus kepala Monika. Bisa Monika rasakan sentuhan tangan yang begitu berat, merasakan itu pastinya beliau telah banyak menghadapi masa-masa hidup hingga dirinya bisa hidup sampai sekarang. Monika membayangkan jika ia seperti nenek Gwen kuat, tegar, apalagi selalu sabar menghadapi cucunya sendiri, yaitu Nico.

"Belum mengantuk, kamu harus sabar dengan Nico. Nico adalah pria yang keras, dan sangat angkuh. Karena keangkuhannya dia selalu merendahkan orang-orang di bawahnya. Saya berharap pernikahan ini dengan Nico selalu diawali kesabaran," ucap nenek Gwen menasihati Monika.

Monika berhenti memijit kaki nenek Gwen. "Pasti, nek. Bukannya setiap pernikahan itu selalu akan terjadi berbagai rintangan yang tanpa kita sadari. Saya selalu sabar, walau pun Nico selalu keras dan membentak sesukanya. Saya yakin, dan percaya semua akan terlewati seperti nenek melewati semua hingga bisa panjang umur," kata Monika memeluk nenek Gwen.

Tak lama kemudian, suara mobil dari depan rumah. Nico sampai rumah dengan wajah yang kusut sekali. Monika pun segera menyambut suaminya di depan rumah.

Monika yang di luar rumah terlihat sangat wibawa. Menghormati semua karyawan Nico. Membantu, dan menjaga hati seseorang. Jika di rumah, Monika seperti wanita biasa. Menghormati suaminya, mengurus segala rumah bertingkat dua ini. Nenek Gwen dan pembantunya tidur di lantai satu, sedangkan Monika dan Nico di lantai dua.

Dua kepribadian Monika sangat tak bisa di temui. Bertemu dengan teman semasa sekolah, seperti wanita bahagia. Pada kenyataan ia tak merasa itu bahagia, sampai kapan Monika sabar menghadapi Nico yang bersifat protektif, cemburu, keras, dan penuh emosional.

****

Update, maaf kayaknya ini cerita aneh deh.

avataravatar
Next chapter