3 Chapter 2

"Claudia, panggil papa! Makan malam sudah siap?!" teriak Fera baru saja selesai memasak.

Dari acara reunian bersama teman-teman semasa sekolah dulu. Tentu Fera tak akan pernah melupakan kafe yang didirikan oleh suaminya sendiri, Chandra.

Claudia dan Chandra menyusul ke meja makan. Fera mengambil nasi untuk suaminya. Selayak menjadi istri yang baik, dan juga putri pertamanya, Claudia.

"Mama, di sekolah akan ada acara ulangtahun teman Claudia. Terus, mengundang papa dan mama juga. Mama sama papa datang, ya!" ucap Claudia setelah Fera memberikan isi lauk di piring Claudia.

"Hem, nanti baru dibahas. Makan dulu, ingat saat lagi makan, jangan bersua--"

"Jangan bersuara, atau berbicara, kalau berbicara. Nasi dan sayur akan menangis," lanjut Claudia menjabarkan kalimat Fera.

"Pintar anak mama, lanjut makan lagi." Fera mencubit pipi chubby putrinya.

Chandra hanya bisa berikan senyuman merasakan suasana bahagia seperti ini. Jika Chandra kembali mengingat, pertama menikah dengan Fera. Sungguh ia tak pernah menyangka bahwa Fera sangat cepat mengubah sifat buruk menjadi lebih bijak hingga sekarang.

Rasa egois, amarah, dan suka menghambur uang kepentingan shopping pribadinya pun telah berkurang. Sejak melahirkan putri pertama, yaitu Claudia Christian Libra.

Selama menikmati makan malam di rumah sederhana yang telah di tempati oleh Chandra dan Fera, 7 tahun lamanya. Tak terasa bagi dua pasangan ini. Dari segala rintangan yang datang tak terduga. Semua pun terlewati oleh kesabaran dari seorang pria, yakni Chandra.

Fera berapa sangat bersyukur, telah dipertemukan oleh seorang pria yang sangat menyayanginya, mencintainya, penuh perhatian, dan pengertian. Dari kisah masa hidup tanpa cinta akan perjodohan dari kedua orang tua Fera dan Chandra.

Kadang kala semua itu takdir dititipkan oleh Tuhan. Hanya bagaimana mereka menjalani kehidupannya. Akhirnya makan malam pun selesai, Claudia turun dari duduknya, lalu mengambil piring kotornya ke tempat pencuci piring. Karena tingginya belum melampui tempat pencucian. Chandra membuat tangga kecil terbuat dari kayu untuk putrinya.

Setelah selesai Claudia mencuci piring kotor bukan hanya piringnya tetapi semua piring ia cuci. Cara didik Fera membuat ia bangga selalu pada putrinya. Ya, Fera mendidik putrinya agar ia tak ingin suatu hari Claudia telah dewasa. Fera tak ingin Claudia seperti sifat buruk di masa lalunya.

"Mama, bagaimana? Apa mama sama papa akan hadir di acara ulangtahun teman Claudia?" Claudia mengulang kembali bertanya pada Fera dan Chandra.

"Tentu, Mama sama papa pasti datang. Memang acaranya, kapan?" jawab Fera meletakkan teh hangat untuk Chandra.

"Dua hari lagi, ma!" ucap Claudia duduk di pangkuan Chandra.

Claudia sangat lengket dengan Chandra. Fera semakin iri, atas sikap manja Claudia pada Chandra. Bahkan Chandra selalu memanjakan Claudia, berikan untuk Claudia jika putrinya meminta sesuatu. Fera selalu menegur Chandra untuk tidak sering memanjakan putrinya walau Claudia, perempuan. Pikiran negatif di otak Fera selalu terbayang masa depan Claudia.

Chandra melirik istrinya, Chandra tau kalau Fera selalu cemburu jika Claudia manja terus padanya. Tentu Chandra tidak pernah pilih kasih. Setelah Claudia terlelap tidur, ada saja kelucuan Chandra pada Fera.

Melihat kehamilan istrinya memasuki bulan ke-6, rutinitas Chandra mengurangi kesibukan untuk membagi perhatian padanya. Apabila perkerjaan yang padat, Chandra selalu meminta Hardi, karyawan tetap yang mengurus di kafe Mandura itu mengawasi istrinya agar tidak mudah lelah melayani pelanggan.

"Ada apa? Aku lihat kamu terlihat murung? Ada masalah?" Chandra berbicara pada Fera, seperti Chandra mengetahui isi pikiran Fera.

Fera melirih suaminya, Claudia tertidur di dada suaminya. Fera pun bangun untuk menggendong Claudia pindahkan ke kamar. Setelah usai, Fera kembali ke ruang tamu duduk di sebelah suaminya yang sedang fokus pada laporan keuangan.

"Aku kasihan sama Monika?" ucap Fera, mengingat acara reunian siang tadi. Fera bukan bermaksud menyinggung perasaan Monika ketika menyuruh Monika melakukan hubungan dengan suaminya sendiri.

"Ada apa dengan Monika?" Chandra balik bertanya, ia masih sibuk dengan laporan di depannya. Tetapi telinga selalu tajam setiap apa yang Fera ucapkan.

"Waktu reuni, Monika baik-baik saja saat bahas masa-masa sekolah dulu. Tetapi saat dia menanyakan usia kehamilan ku, ia berharap ingin punya anak. Terus, aku menyuruh dia coba buat sama suaminya sendiri. Padahal aku hanya bercanda, dan dari larut wajahnya aku merasa telah menyinggung perasaannya. Dasar bibir ku selalu membuat orang kesal!" cerita Fera panjang lebar memberitahukan kepada Chandra. Tetapi Fera malah memukul bibirnya karena salah.

"Eh, kok di pukul. Tak ada yang salah kok. Memang kenapa dengan Monika? Mungkin kesibukan masing-masing jadi belum dianugerahi oleh Tuhan. Kamu ingat semasa pernikahan? Mama sama papa selalu mendesak punya cucu. Kamu hampir putus asa karena tidak bisa mempunyai keturuna." Chandra mengungkit kembali masa-masa di mana ia juga hampir putus asa tak bisa beri keturunan untuk istrinya dan keluarga orangtuanya.

"Ya, kamu benar. Tapi aku khawatir sama Monika. Meskipun aku belum bertemu suaminya. Dari cerita teman-teman, kalau Monika menikah dengan suaminya secara terpaksa. Kalau saja kita tidak liburan ke Singapore pasti aku bisa hadir resepsi pernikahan Monika dengan suaminya," ujar Fera betapa sedih.

"Sudah tidak perlu sedih. Sudah malam, tidurlah. Jangan terlalu banyak pikiran kasihan adik di perut. Seharian kamu sudah bekerja keras mengurus kafe." Chandra menyudahi percakapan tentang Monika.

Fera bersandar di bahu Chandra. Kemanjaan Fera hanya bisa di waktu jam tidur. Karena ia tentu tau diri bersikap kekanak-kanakan bukan dirinya. Chandra mengacak rambut istrinya, ia pun melanjutkan pekerjaannya.

****

Update untuk UH 2.

Bagaimana dengan part satu ini.

Suka gak?

Kasih komentar dong krisan.

Vote juga.

avataravatar
Next chapter