13 Chapter 12

"Apa kabar dirimu? Ke mana saja kamu selama ini? Reunian tidak pernah hadir setiap diajak sama Farida." Fera berseru bertanya terus kepada Aldo.

Saat ini Fera dan Aldo berada salah satu tempat tongkrongan sekadar minum-minum sembari silaturahmi membahas masa-masa sekolah dulu. Bukan Fera namanya jika berjumpa dengan teman-teman satu angkatan di mal. Walaupun zaman telah berubah, tak ada yang tau ingatan Fera selalu tercetak di memori wajah-wajah para teman-teman nya.

"Kabarku baik banget, ah ... soal itu ... aku ada urusan di luar kota," jawabnya apa adanya. Putranya sementara Aldo letakkan di samping tempat duduk yang panjang. Agar Albert bisa tidur lebih leluasa.

Fera sejenak melirik seorang anak laki-laki mungkin seusia dengan putrinya, Claudia. Jika dilihat saksama, anak laki-laki itu sangat mirip dengan Aldo.

"Itu anak mu?" Fera bertanya, takut salah menebak. Karena ia penasaran, seingat Fera, Aldo belum menikah dan .... "Ah! Tidak mungkin?!" batinnya.

Aldo sesekali melirik putranya, senyuman tipis melekat diwajahnya. Kemirisan Aldo tak bisa dibohongi, siapa yang tidak percaya kalau anak laki-laki yang tengah tidur pulas dua jam menangis mencari Monika.

"Benar, dia putraku. Namanya Albert Adyatama, umur 5 tahun," jawabnya jujur. Kembali menatap Fera.

Aldo bisa diam sejenak memandangi wajah Fera. Tidak ada perubahan apa pun dibalik parasnya. Masih sama, hanya sifat keras dan egonya berubah. Apalagi sekarang Fera tengah berbadan dua. Siapa yang tidak terpukau akan kecantikan wanita di hadapannya itu. Siapa yang sudah mengubah kehidupan wanita yang berjiwa egois, keras kepala, dan ....

"MAAMAAA...!" teriak seorang gadis kecil kecil dengan tas beruang berbulu di punggungnya, sembari menenteng kantung plastik besar di tangannya. Tak lupa dengan senyuman merekah di wajah gadis kecil itu.

Aldo mengamati sesaat wajah gadis kecil benar-benar mirip dengan wajah Fera kecil. Fera menoleh dan melihat isi kantung dibawa oleh putrinya. Sebaliknya Chandra mengawasi putrinya dari belakang.

"Claudia beli ini, bagus gak, ma?" Claudia menunjukkan sebuah mainan mobil-mobilan mirip robot-robotan.

Fera menunjukkan ekspresi gembira dengan pilihan putrinya itu. "Waah! Bagus sekali?! Pintar banget sih pilihan putri, mama?! Ya sudah, masukan kembali nanti di rumah kita bungkus kado lebih bagus lagi?!" seru Fera, Claudia pun mengangguk kemudian memasukan isi kotak mainan ke plastik.

Sedikit kesulitan, Chandra membantu memasukan ke kantung plastik tersebut. Setelah itu, Claudia dan Chandra ikut bergabung dengan Fera dan Aldo.

Aldo tertegun melihat keluarga harmonis Fera di depan matanya. Aldo tidak percaya bahwa Fera sudah berkeluarga apalagi putrinya memiliki gen wajah seperti Fera, lalu disebelah Fera. Seorang pria berperawakan brewok namun masih terlihat jelas di mata Aldo, pria itu adalah suaminya.

"Eung ..." Suara lenguhan Albert menyadarkan lamunan Aldo ditempatnya.

Albert kembali merengek sembari menyebut nama Monika lagi. "Tante Monik?! Aku mau tante Monik?!"

Aldo mengangkat tubuh putranya dari posisi tidurnya. Aldo hingga kelupaan melanjutkan mencari keberadaan Monika. Pesan yang ia kirim sampai sekarang belum dibalasnya.

Fera keasyikan bermain dengan putrinya, menoleh melihat putra Aldo terbangun pasti karena suara ribut dari putrinya. Claudia pun menoleh juga bertemu sosok anak laki-laki sebaya dengannya mengamuk.

Claudia turun dari pangkuan Chandra, lalu Claudia mengambil sesuatu dari kantung plastik besar itu. Fera tersentak ingin menghentikan kelakuan putrinya yang sok kenal sok dekat itu. Tetapi Chandra malah mencegah istrinya.

"Iya, nanti kita cari tante Monik?! Sudah jangan menangis lagi, jelek. Masa anak papa cengeng begini?!" Aldo mencoba menghibur putranya. Aldo benar-benar payah tidak tau menghibur anak kecil.

Aldo berhenti melihat seorang anak perempuan menghampiri putranya masih merengek untuk mencari Monika, tidak peduli sekitar di tongkrongan minuman ini tengah memperhatikan mereka. Anak perempuan itu membawa mainan besar, Aldo melirik Fera dan suaminya. Fera hanya bisa senyum, kelakuan putrinya benar-benar sangat mirip dengannya.

"Kamu mau?" Claudia mengeluarkan mainan yang perlihatkan kepada Fera. Lalu berikan kepada Albert.

Albert yang menangis seperti kehilangan ibunya, berhenti walau matanya masih berkaca-kaca sembari menatap Claudia tersenyum padanya. Albert melirih sebuah mainan berbagai ragam bentuk.

Albert melirih Aldo, Aldo hanya senyum mengangguk kecil. Ia sendiri kelupaan beli mainan untuk putranya, jika tidak berpapasan bertemu dengan Fera di toko mainan tadi.

Albert pun meraih kotak mainan dari Claudia. "Untuk aku?" Albert bertanya pada Claudia. Claudia mengangguk kecil.

Albert menghapus sisa air matanya, kemudian meraih kotak mainan dari tangan Claudia. Tak sampai di sini saja, Claudia ikut bergabung dengan Albert duduk di sebelahnya, sembari membuka kotak mainan itu mengajak Albert bermain.

"Maaf, atas kelakuan putraku. Mainannya nanti aku ganti yang baru," ucap Aldo bersuara yang sedari tadi hening gara-gara tangisan Albert tadi.

"Ah! Tidak perlu?! Namanya juga anak-anak ... Omong-omong, kok, kamu gak beritahu kalau kamu sudah menikah? Setahu aku, kamu itu masih hubungan dengan ...."

Tak lama kemudian seseorang datang dengan marah-marah tak jelas membuat Aldo, Fera, Chandra dan anak-anak yang sedang bermain mobil berubah robot itu turut menoleh.

*****

Rui mencak-mencak tanpa sebab, sudah mempermalukan orang-orang yang ada di mal tersebut. Fera, Chandra, dan Claudia tadi sedang bermain dengan putra Aldo kembali di pangkuan Chandra. Aldo mencoba menenangkan Rui dari amarahnya.

Fera sendiri juga tidak mengerti maksud pertengkaran dari wanita berambut ikal panjang sembari menyebut nama temannya yaitu Monika. Fera ingin melerai pertengkaran mereka, namun Chandra mencegah. Orang-orang yang lewat di lantai 6 itu menoleh, dan menyaksikan keributan semakin ricuh. Apalagi suara Rui bagai drum sekali pukul menggema ke telinga.

"Aaahh! Alasan saja kamu, sengaja lama-lama di sini bisa berduaan dengan perempuan kegatalan itu 'kan?!" sanggah Rui.

Aldo berusaha menenangkan istrinya, sementara Albert sudah tidak menangis harus kembali menangis lagi, lengkap sudah kericuhan di kafe tongkrongan bersama Fera, Chandra, dan Claudia. Claudia kembali turun menenangkan Albert. Fera tidak bisa tinggal diam, ia pun bertindak. Padahal Chandra meminta untuk tidak ikut campur apalagi dalam kondisi berbadan dua.

"Hm ... maaf, mungkin bisa dibicarakan baik-baik. Tidak enak dengan yang lain. Apalagi...." Fera mencoba melerai, tetapi yang ia dapat adalah ....

"Apaan sih?! Jangan ikut campur?!" Rui menyingkirkan tangan Fera untuk melerai, tetapi Fera mendapatkan hal tidak baik, sehingga tangan Rui membuat Fera termundur hampir membentur meja jika tidak di adang oleh Chandra dari belakang.

Rui terkejut, tidak sadar bahwa orang mencoba melerai dirinya ternyata wanita berbadan dua. Aldo yang melihat perilaku atas istrinya semakin bersalah. Claudia tengah menemani Albert menangis tersedu-sedu, reaksinya pun mendekati Fera.

"Mama?! Mama gak apa-apa?" Claudia malah mengkhawatirkan keadaan Fera. Untung Chandra selalu mengawasi dari belakang. Pengunjung di mal berhenti menyaksikan keributan tersebut.

Fera hanya meringis sebentar, Chandra sudah jantungan. Aldo apalagi. "Kamu tidak apa-apa'kan?" Aldo merasa bersalah. Rui menggigit bibir bawahnya.

Fera menggeleng lemah sembari senyum. "Tidak apa-apa, tidak perlu di cemaskan," ucapnya.

****

Perjalanan pulang ke rumah masing-masing, Chandra, Claudia, dan Fera sebentar saja di mal. Chandra takut akan kehamilan istrinya. Fera merasa meringis, walau tak terbentur apa pun. Claudia tertidur di belakang duduk. 

Sementara Aldo mendiami istrinya, Albert baru saja reda dari tangisan setelah Claudia berikan mainan kepadanya. Aldo merasa kecewa kepada istrinya, entah kenapa setiap ke mana pun. Selalu saja ada pertengkaran di antara mereka berdua.

Aldo sudah lelah, terus-terusan mempertahankan rumah tangga dengan Rui. Aldo masih punya hati dan perasaan memikirkan putranya. Jika tak ada Albert di dunia, mungkin Aldo memilih untuk berpisah. Siapa yang tahan atas sikap Rui yang meledak-ledak, cemburuan.

"Maaf, aku benar-benar terbawa emosi, karena aku takut kamu benar-benar akan ..."

"Kamu mengira aku pria apaan? Ya, aku masih memiliki perasaan pada Monika?! Aku tidak tau isi otakmu. Tak puaskah kamu mempermalukan aku di depan teman-temanku? Apalagi? Sekarang kamu datang marah-marah tidak jelas, dan kamu hampir saja mencelakakan orang lain?!" potong Aldo, walau nadanya pelan. Aldo tidak ingin putranya terbangun hanya hal pertengkaran kecil.

"Aku sudah minta maaf, jangan terus menyalahkan aku. Aku lakukan itu, karena aku takut kamu berpaling ..."

Aldo membanting setir ke kiri, dan memarkir mobil dan beri tanda dua lampu. Rui hampir terpental atas aksi Aldo tadi.

"Apa yang kamu lakukan?! Kamu mencoba membunuh ..."

"Ya?! Aku ingin membunuh mu?! Sikap ego mu tidak pernah berubah?! Sampai kapan kamu seperti ini menuduh ku yang tidak-tidak?! Jika aku mencoba berpaling pada dia, sudah aku lakukan tanpa harus bertanggungjawab atas kehamilan mu yang tak tau asal usul ayahnya?! Jika bukan karena Albert, aku tidak akan mempertahankan hubungan pernikahan ini?!" ungkap Aldo tidak peduli dengan suara yang besar, membangunkan Albert dalam tidur.

Rui tidak pernah melihat suaminya semarah ini, ia hanya tidak ingin Aldo berpaling pada Monika. Rui mencintai Aldo. Ia tidak ingin hubungan rumah tangga retak hanya satu orang terdekat.

****

Jangan lupa vote + komen atas konflik ini.

Terimakasih.

avataravatar
Next chapter