11 Chapter 10

Hari Minggu, cuaca mendung. Siapa sih mau bangun pagi dalam alam yang suhu udaranya dingin banget?

Apalagi seorang wanita berbadan dua tertidur begitu pulas sambil memeluk suaminya begitu manja. Chandra dari tadi sudah bangun suara berkokok dari tetangga memberi sinyal untuk membangunkan seluruh warga di tempat.

"Papa, Mama?" Suara dari luar kamar, Claudia mengetuk beberapa kali. Kemudian membuka pintunya perlahan-lahan takut membangunkan Fera yang masih tertidur pulas.

Chandra menoleh arah pintu kamar itu, Claudia masuk bersama boneka dia peluk. Senyuman manis terpancar di wajah imut itu. Kemudian Claudia menaiki ranjang itu. Claudia duduk di pangkuan Chandra sambil menyelinap di tengah sempit itu.

Claudia suka sekali mengganggu tidur Fera, kadang Chandra tidak bisa apa pun untuk dua perempuan yang amat dicintai dan disayanginya.

"Ya ampun, sayang! Kasihan adik bayi?!" tegur Chandra

"Biarin, papa?!" sahutnya.

Fera terbangun, tidurnya tidak nyaman lagi akan ulang putri tunggalnya. Namun, Fera tetap sayang padanya walau selalu usil setiap dia akan bermesraan dengan suaminya. Chandra turun dari ranjang. Membiarkan Claudia dan Fera bermain.

"Mama, kita ke mal yuk!" ajaknya.

"Untuk apa? Masih pagi, mal belum buka, sayang!" Fera begitu gemas sama hidung Claudia. Entah kenapa dia bisa melahirkan putrinya yang begitu imut dan pintar berbicara.

Dulu waktu usia seperti Claudia tidak selancar ini. Mungkin bawaan dari keluarga Chandra? Tidak mungkin, bukannya Chandra tipe pria yang pendiam dan pelit berbicara? Bisa jadi, mirip keluarga Fera. Apalagi mamanya paling cerewet, sehingga dia sering berdebat dengan mamanya.

"Jalan-jalan saja, mama. Besok senin bukannya teman Claudia ulang tahun. Jadi beli hadiah untuk dia, mama," ucapnya lagi sembari mengingatkan.

Fera pun tidak ingat, bisa-bisanya si putri tinggal mengingatkan dia. "Oh iya, mama hampir lupa?! Ya sudah, nanti siang kalau papa tidak sibuk, kita pergi bertiga," ujarnya.

"Oke siap komandan?!" Hormat Claudia lalu memeluk leher Fera. Fera tentu membalasnya.

Chandra baru saja selesai mandi dan melihat kelakuan dua perempuan itu saling berpelukan sembari tertawa bahagia. Chandra pun tidak mau kalah, dia juga ikut bergabung. Suara tawa Claudia menggema akan kegelian dari Chandra dan Fera.

🍃

Suara tangisan di luar kamar membuat Monika memaksa bangun. Sumber suara pintu seseorang menggendor sangat kuat. Dia pun bangun untuk melihat, akan tetapi tangan panjang kokoh masih memeluk perutnya. Monika melirik takut membangunkan Nico disampingnya. Dengan pelan-pelan dia pun mengangkat tangan Nico kesisi sampingnya lagi.

Ketukan pintu itu masih terdengar, suara tangisan seakan-akan memanggil dirinya. Albert kecil ketika terbangun tidak menemukan Monika disebelahnya, dia turun dari tempat tidur lalu memanggil nama Monika, sehingga rumah yang sepi hanya terdapat suara tangisan Albert. Rui yang masih rebahan di kamar bermesraan manja dengan suaminya turut terbangun.

Sedangkan pengasuh Albert saja kewalahan untuk menenangkan diri Albert dari tangisan tiba-tiba. Albert yang ngeyel tetap memerlukan sosok Monika yang keibuan.

"Sayang, sudah tante Monik sedang tidur. Kita mandi dulu, setelah mandi kita bangunin tante Monik, mau?" Bibi Nisa berusaha membujuk Albert kecil.

Albert kecil menggeleng kuat-kuat, "Tak mau! Abett cuma mau tante Monik?!" teriaknya bersama dengan suara tangisannya.

Rui pun datang bukannya bantu membujuk melainkan memarahi putranya sendiri. "Ya ampun Albert setiap pagi Mama harus sarapan tangisanmu terus menerus?! Bisa tidak jadi anak yang baik di rumah tanpa harus menangis?!" ucapnya.

Bibi Nisa membantu bukakan baju Albert kecil yang terisak-isak setelah Rui memarahinya di depan kamar Monika. Di kamar Monika berada, suara semakin ricuh. Dia pun untuk memeriksa, bukan maksud untuk ikut campur.

"Ayo, mandi. Jadi anak yang pintar. Nanti kita bangunkan tante Monik kalau Albert sudah mandi, wangi?!" hibur Bibi Nisa kembali membujuk Albert kecil untuk menurut.

"Gak mau?! Abett mau tante Monik?!" tolak Albert kecil bersikeras tetap menginginkan Monika. Rui menghela berat dia sudah hilang kesabaran mengurus putranya sendiri. Dengan terpaksa dia pun menarik lengan Albert kecil secara kasar menyeretnya ke kamar mandi. Albert kecil turut berusaha tidak meninggalkan depan kamar Monika.

Pintu kamar Monika terbuka, Monika keluar dan terkejut melihat sikap Rui perlakukan putranya secara tak penuh kasih sayang. Albert berteriak-teriak menolak untuk dimandikan oleh Rui.

Monika tentu piluh situasi, dia bukan tidak ingin ikut campur pribadi keluarga. Rasa dalam dirinya tidak tahan  lagi. Monika pun melangkah menghampiri keberadaan Albert kecil dan Rui berasal.

Albert kecil mengap-mengap saat Rui menyiram air dingin dari atas kepala hingga ujung kakinya. Albert kecil masih menangis mengusap wajahnya yang tersiram air tersebut.

"Ada apa sebenarnya?" Monika membuka pembicaraan.

Rui dan Albert kecil menoleh, wajah Albert kecil mata merah dan sembab terisak-isak karena terlalu lama menangis.

"Tante Monik!" panggil Albert kecil setelah di mandikan oleh Rui, hanya belum mengeringkan putranya. Rui mendengus lalu meninggalkan tempat kamar mandi itu dengan mengumam seperti menyindir. "Sok cari perhatian?!"

Monika hanya senyum, dan berjongkok menyambut Albert kecil masih basah. Bibi Nisa berikan handuk kepada Monika. "Baju Albert sudah saya siapkan di kamar, saya kembali beres-beres dulu," ujar Bibi Nisa.

Monika mengangguk, kemudian mengeringkan badan Albert kecil yang terisak-isak itu. "Keponakan tante kok pagi-pagi sudah cengeng begini?" ucap Monik.

"Abett pikir tante benar-benar pulang ..." balasnya.

Monika senyum gemas lihat putranya Rui. Tampan, mirip seperti suaminya Rui. Monika berharap bisa memiliki putra seperti Rui dan Aldo.

"Buktinya tante masih di sini?"

Setelah memakaikan baju ke Albert kecil, di kasih minyak kayu putih, bedak, dan menyisir rambutnya, sangat cakep sekali. Monika merasa betah lama-lama di sini.

Aldo yang dari tadi perhatikan wanita itu saat mengurus putranya. Apalagi senyuman yang telah lama dia rindukan akhirnya terbit juga. Albert kecil menoleh karena sadar akan ada seseorang memperhatikan mereka dekat.

"Papa?!" teriak Albert kecil memanggil Aldo. Aldo pun berjongkok melebarkan dua tangan menyambut putranya begitu ganteng setelah mandi.

"Waaah ... Putra Papa wangi banget! Mau ke mana, cakep-cakep begini?" Aldo bertanya menggendong putranya.

Albert kecil menunduk memperhatikan bajunya sendiri, "Tante Monik mau ajak Abett ke mal sama Om Nico," jawabnya melirih Monika berdiri dari jauh.

Aldo juga melirih Monika, Monika tidak menunjukkan apa pun padanya. Monika memungut handuk, bedak, dan minyak kayu putih letakkan ke tempat masing-masing. Kemudian dia menunduk berpamitan keluar dari kamar Albert kecil.

"Boleh, Abett ikut ke mal?" Albert kecil bersuara lagi berharap kalau Aldo mengizinkan.

****

Hi.. Lama tak up nih. Bagaimana dengan cerita ini? Suka gak?

Yuk beri komentar...

Terima kasih

avataravatar
Next chapter