webnovel

Two Side (The Blue Bird Murder)

Jakarta sedang dihantui oleh tragedi pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang pembunuh yang dijuluki "The Blue Bird" karna ciri khasnya yang selalu meninggalkan sebuah kertas origami berwarna biru berbentuk burung. Pada kertas-kertas origami tersebut berisikan teka-teki yang sengaja diberikan pembunuhnya guna membantu para Kepolisian menemukan dirinya. Vivian Ananta Detektif terbaik di pihak kepolisian ditugaskan untuk menangani kasus tersebut. Namun Vivian merasa Blue Bird selalu lengkah didepannya oleh karna itu Vivian merasa dirinya saja tidaklah cukup, iapun lalu bekerjasama dengan Rian Afrizal. Detektif swasta terbaik di Indonesia. Mampukah mereka berdua bekerjasama guna menangkap The Blue Bird Murder tersebut?.

Milsscar82 · Horror
Not enough ratings
22 Chs

Wanita Dalam Rekaman

Setelah berada diluar ruangan Ian Roberth. Ditengah-tengah ruang pameran lukisan yang cukup luas dan juga dipenuhi lukisan-lukisan yang terpajang di dinding-dinding tersebut, Vivian pun lalu langsung memanggil salah satu rekannya di kepolisian yang bernama Adam untuk menemaninya keruang cctv yang kebetulan berada disana bersamaan dengan 3 rekannya yang lainya. "Adam." Sapa Vivian dari kejauhan. Lalu Adam yang sedang berbicara dengan temannya kemudian dengan sigap berlari menghampiri Vivian yang memanggilnya.

"Ya, ada apa Vi ?" Sahut Adam sambil berdiri tegap dihadapan Vivian.

Lalu Vivian pun mengisyaratkan dengan ayunan telapak tangan sebelah kirinya. "Ikutlah denganku."

Dengan wajah keheranan Adam memotong ucapan Vivian. "Kemana ?" Ucap Adam heran.

Dengan berbesar hati Vivian mengehalakan nafasnya sejenak, sebelum kemudian ia menjelaskan maksudnya ke Adam. "Ruang cctv. Aku perlu melihat beberapa rekaman disana, bantu aku menyelidiki cctv itu Dam."

Adam lalu perlahan menganggukan kepalanya. "Baiklah Vi, aku mengerti."

Kemudian mereka berdua jalan menuju ruang cctv bersamaan, namun ditengah perjalanan Vivian tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Lalu ia mengerutkan wajahnya dan memejamkan matanya sejenak. Ia merasa bahwa lagi-lagi ia melupakan sesuatu yang penting. "Ah... Sial." Keluh Vivian.

Adam lalu memandangi Vivian terheran-heran. "Ada apa Vi ?" Tanya Adam penasaran.

Vivian lalu menundukan kepalanya dan sedikit merenung. "Aku lupa memberitahumu, bahwa Pak Gubernur mungkin adalah target selanjutnya."

Adam seketika langsung terkejut mendengar akan hal tersebut. Kelopak matanya terbuka lebar, begitupula mulutnya. Kemudian ia menatap Vivian tajam. "Kau serius Vi?!"

Vivian pun hanya terdiam dan memandangi Adam dengan tatapan serius, menunggu jawaban dari Adam. Adam kemudian menepuk jidatnya dan mengeluh. "Ini semakin sulit saja Vi."

Vivian kemudian memandangi Adam kembali dengan wajahnya yang polos itu. "Boleh aku minta tolong sekali lagi padamu Adam ?" Tanya Vivian halus. Adam hanya diam, menunggu Vivian melanjutkan ucapanya tersebut.

"Kabari anggota kepolisian yang lain, suruh sebagian dari mereka melaporkan hal ini kepada Pak Kepala secara langsung! Tidak menggunakan chat, ataupun telpon, kau mengerti ?" tanya Vivian memastikan. "Oh iya, dan suruh sebagian yang lainya untuk langsung datang ke kediaman Pak Gubernur. Kita harus menjaganya sampai waktu yang tepat." Lanjut Vivian.

Dengan wajah serius Adam mengangukan kepalanya dengan cepat. "Ya. Aku mengerti Vi." Setelah itupun Adam langsung berlari meninggalkan Vivian.

Taklama kemudian Vivian berteriak dengan nada yang cukup tinggi. "Janga lupa susul aku setelah kau kabarkan ini kepada yang lainya Adam!."

Adam berhenti, lalu menoleh kearah Vivian dan tersenyum bersemangat. "Ya!" Ucapnya sembari menganggukan kepalanya.

Vivian kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ruang cctv sendirian, sementara Adam kembali ke tempatnya semula, untuk menemui teman-temannya.

Sesampainya di ruang cctv, dengan munjukan lencana detektifnya, Vivian meminta izin kepada operator disana untuk memperlihatkan rekaman cctv dihari dimana transaksi Ian Roberth dengan wanita tersebut terjadi.

Ruangan tersebut lumayan kecil dan sempit, begitu sempitnya ruangan itu sampai-sampai, hanya muat sekitar 4-5 orang yang bisa masuk didalam sana secara bersamaan.

Didalam sana hanya ada 4 buah monitor lengkap dengan komputer yang telah tersambung ke cctv. Lalu didepan monitor tersebut terdapat kursi-kursi kosong yang totalnya berjumlah 5 buah kursi.

Vivian pun disambut dengan sangat ramah oleh operator tersebut. "Silahkan duduk." Seru Oprator tersebut sembari menunjuk kursi disebelahnya yang kosong itu.

Lalu dengan senyumannya yang manis itu Vivian tersenyum kepada operator tersebut yang membuat wajahnya memerah seketika. "Terimakasih." Katanya yang kemudian ia langsung menduduki kursi yang kosong tersebut.

Lalu dengan sigap operator itu langsung membantu Vivian dengan menunjukan rekaman tersebut kepada Vivian.

Pandangan Vivian langsung fokus tertuju kepada layar monitor diruang cctv tersebut. Vivian memajukan sedikit badanya sehingga bisa lebih dekat dengan layar monitor tersebut. Ia begitu serius memperhatikan setiap detail pada Video tersebut. Mulai dari waktunya, sudut-sudut ruanganya sampai letak-letak lukisan pada hari itu atau lebih tepatnya pada sebelum kedatangan wanita itu. Ia memperhatikanya dengan serius.

Dengan mata yang masih tertuju pada layar monitor tersebut, Vivian tersenyum dan berkata. "Galeri ini cukup ramai ya," seru Vivian tanpa maksud apapun. "Nampaknya orang-orang mulai melek akan seni." Lanjutnya sembari terus memperhatikan rekaman tersebut.

Dengan wajah memerahnya, Oprator itu pun terus terdiam dan terus memandangi wajah Vivian yang terlihat begitu menawan dengan dress yang ia kenakan saat itu.

Lalu tak lama kemudian Vivian menoleh kearah Operator tersebut. "Apa disini menggunakan daftar tamu ketika ingin memasuki galeri ini ?" Tanya Vivian penasaran.

Dengan sangat gugup, oprator itu mengelengkan kepalanya. "Saya tidak mengetahui tentang hal semacam itu detektif." Jawabnya terbatah-batah.

Vivian kemudian menoleh kembali, dan menaruh fokusnya kepada rekaman cctv tersebut. "Bisakah kau pause sebentar oprator." Gumam Vivian memberi perintah.

Dan dengan sigap Oprator itu pun mem-pause rekaman cctv tersebut, sesuai dengan perintah dari Vivian.

Kemudian Vivian mengacungkan jari telunjuknya kedepan, ke layar pc yang menunjukan rekaman cctv tersebut. Lebih tepatnya Vivian menunjuk sebuah meja besar didekat pintu masuk, dengan sebuah buku yang cukup besar berada diatasnya. Yang mana jika dilihat dari rekaman cctv tersebut, buku itu seperti buku akuntan.

Dengan tatapan polos layaknya seorang anak kecil yang meminta ice cream kepada ibu mereka, Vivian berkata. "Lalu itu apa ?" Gumam Vivian penasaran.

Oprator itu dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tau detektif." Jawabnya gugup.

"Tidak tau ya...," Gumam Vivian dengan perasaan kecewa. "Bisakah kau memutar rekaman ini kembali. Kembali saat pertama kali galeri ini dibuka ?" Lanjut Vivian meminta. Oprator itu menganggukan kepalanya dengan cepat. "Baik Detektif." Lalu kemudian ia langsung memutar kembali rekaman tersebut pada saat galeri baru saja dibuka.

Vivian kemudian menghelakan nafasnya sejenak, lalu menyederkan badanya kepada kursi yang ia duduki. "Huft... Mungkin itu memakan waktu yang lama..., tapi kita tidak punya pilihan lain bukan ?" Gumam Vivian mengeluh.

Baru saja diputar rekaman tersebut, Vivian langsung terkejut bukan main melihat bahwa buku tersebut sudah ada disana sejak toko tersebut dibuka. "Tunggu dulu, buku itu sudah ada disana sejak toko ini buka!" Seru Vivian terkejut. Oprator itu menoleh kearah Vivian kebingungan. Vivian juga menoleh kepadanya dengan senyuman bersemangat. "Kau tau apa maksudnya itu bukan, tuan Oprator ?" Tanya Vivian bersemangat.

Oprator itu menggelengkan kepalanya secara perlahan. "Saya rasa tidak detektif." Jawab Oprator tersebut agak ragu.

Vivian lalu tersenyum lebar, yang mana senyuman itu membuat Oprator itu kembali memerah wajahnya. Oprator itu seketika memalingkan wajahnya dari Vivian karna malu.

Vivian kemudian memajukan badanya kembali. Lalu sembari mengigiti kuku jarinya, ia pun terus memandangi layar monitor tersebut. "Tolong diputar mundur terus hingga disaat buku itu ditaruh disana." Pinta Vivian serius.

Dengan cepat Oprator itu memutarkan rekaman itu kembali. Selama hampir 15 menit Video itu diputar, akhirnya Vivian mendapatkan apa yang ia mau.

Rekaman itu menunjukan seseorang wanita cantik berwajah polos dengan rambut hitam pandek, berkulit putih menggunakan kardigan berwarna merah muda dan sepatu skets berwarna putih serta menggunakan kacamata baca, wanita itu menaruh buku tersebut disebuah meja besar kosong yang berada tepat didekat pintu masuk galeri. "Stop! Stop disitu." Sahut Vivian dengan suara yang lantang.

Oprator itu seketika langsung mem-pause rekaman tersebut. Kemudian Vivian lagsung tersenyum bahagia, ia kemudian memetikan jarinya. "Got You!" Serunya gembira. Oprator itu menatap Vivian kebingungan, wajahnya seolah berkata "Apa itu ? apa yang kau dapatkan ?!" Namun ia hanya terdiam memaku duduk disebelah Vivian.

Lalu Vivian menyandarkan badanya kembali dikursi tersebut. Seraya tersenyum ia berkata. "Bisa tolong diputar kembali rekamannya disaat pertama kau putarkan rekaman itu kepadaku tuan Oprator."

Oprator itu segera menunjukan rekaman yang Vivian pinta tersebut. Tak lama kemudian, ketika diwaktu rekaman menunjukan pukul 12 : 23 yang artinya 4 jam lebih setelah galeri itu buka, munculah wanita yang sama dengan penampilan yang sangat berbeda seperti pada rekaman yang Vivian lihat sebelumnya. "There you are...." Gumam Vivian tersenyum lebar. "Tapi kenapa kau terlihat berbeda, kenapa ?" Gumam Vivian kembali.

Video rekaman itu terus berjalan sampai pada saat wanita tersebut keluar dari galeri tersebut, dengan membawa sebuah lukisan yang dibungkus dengan kain besar berwarna coklat tua. "Stop!" Cetus Vivian tegas.

Oprator pin bergegas mem-pause rekaman tersebut.

Vivian menegakkan tubuhnya, lalu kemudian ia mengeluarkan buku catatan kecilnya tersebut dari tas kecil mahalnya itu.Vivia lalu memandangi catatanya tersebut, ia menyamakan ciri-ciri wanita yang ia catat ketika bertanya kepada Ian Roberth tadi dengan sesosok wanita yang berada di cctv tersebut. "Hmn... sedikit berbeda ya." Gumam Vivian seraya memperhatikan perbedaan ciri-ciri keduanya.

Vivian lalu menghelakan nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya dikursi itu kembali, ia beristirahat menenangkan pikirannya sejenak.

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Milsscar82creators' thoughts