webnovel

Two Side (The Blue Bird Murder)

Jakarta sedang dihantui oleh tragedi pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang pembunuh yang dijuluki "The Blue Bird" karna ciri khasnya yang selalu meninggalkan sebuah kertas origami berwarna biru berbentuk burung. Pada kertas-kertas origami tersebut berisikan teka-teki yang sengaja diberikan pembunuhnya guna membantu para Kepolisian menemukan dirinya. Vivian Ananta Detektif terbaik di pihak kepolisian ditugaskan untuk menangani kasus tersebut. Namun Vivian merasa Blue Bird selalu lengkah didepannya oleh karna itu Vivian merasa dirinya saja tidaklah cukup, iapun lalu bekerjasama dengan Rian Afrizal. Detektif swasta terbaik di Indonesia. Mampukah mereka berdua bekerjasama guna menangkap The Blue Bird Murder tersebut?.

Milsscar82 · Horror
Not enough ratings
22 Chs

Suspect A

Setelah keluar dari caffe tersebut, Rian dan juga Vivian langsung pergi menuju parkiran tempat dimana mereka memarkirkan mobilnya, dan sesampainya di depan Mobil milik Rian tersebut, dengan tersenyum lebar manis, Rian membukakan pintu sebelah kiri, lalu ia pun kemudian menjulurkan tanganya dan mempersilahkan Vivian masuk kedalam mobilnya layaknya seorang putri kerajaan. "Silahkan..." Ucapnya seraya tersenyum kepada Vivian. Vivian lalu membalas senyuman Rian dengan senyuman pula, ia menarik kedua bibirnya secara lebar, ia terseyum manis kepada Rian seraya berkata. "Terimakasih." Dan lalu melangkah maju kedepan.

Namun sesaat Vivian hendak memasuki mobil pribadi milik Rian tersebut, tiba-tiba saja Rian membanting dan menutup pintu mobilnya itu keras-keras. Lalu tiada angin tiada hujan, raut wajah Rian memandangi Vivian seketika berubah. Dari yang awalnya tersenyum lepas, kini berubah menjadi tatapan tajam penuh kecurigaan. Rian sediki mengangkat alisnya keatas, matanya tajam menatap wajah Vivian, mulutnya bahkan tak berguming sedikit pun kala itu. Seketika itu juga suasananya menjadi sangat berbeda, terutama untuk Vivian.

Seketika Rian membanting pintu mobilnya, dan menatapnya layaknya seoarang kriminal, Vivian sejatinya sudah sadar, bahwa saat itu ia merasa bahwa ada yang tidak beres, bahwa ia merasa ada sesuatu yang salah pada dirinya dipandangan Rian. Namun ia tidak tau itu apa. Saat itu Vivian hanya bisa terdiam menatap Rian bingung dengan wajah tanda tanyanya itu.

Vivian lalu mencoba menenangkan dirinya dengan menghelakan nafasnya sejenak. "Apa ada yang salah Rian ?" Tanya Vivian penasaran.

Rian pun seketika tersenyum menyeringai setelah mendengarkan pertanyaan yang keluar dari mulut Vivian tersebut. "Ya... tentu saja ada." Sahut Rian dengan sigap menjawab pertanyaan Vivian.

Vivian lalu ikut menatap tajam Rian. "Apa itu ?, katakan saja." Ucap Vivian tegas. Seketika suasananya pun semakin menegangkan, aura ketegangan begitu terasa diantara dua orang yang sedang bertata-tatapan itu.

"Baiklah, sebelum kita memulai kerjasama kita ini. Biarku katakan satu hal kepadamu Vivian," ucap Rian serius. Vivian pun masih terus menatapnya tajam, seraya berharap ia mengatakan sesuatu yang memperjelas situasi yang tidak mengenakan ini baginya. "Jujur, aku tidak mempercayaimu Vivian, dan jujur aku mencurigaimu." Lanjut Rian dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu serius saat mengucapkannya.

Seketia Vivian terkejut mendengarkan hal itu keluar dari mulut Rian, ia tak menyangka sama sekali bahwa Rian mencurigainya. Vivian yang benar-benar bingung dan tak mengerti sama sekali akan hal itu hanya bisa terdiam menatapnya keheranan seakan-akan tak percaya akan hal itu.

Lalu Rian yang awalnya menatap Vivian dengan begitu tajam, tiba-tiba saja setelah mengatakan hal tersebut, ia mengehalakan nafasnya dan menatap Vivian kembali dengan senyuman. "Ya..., mungkin kamu akan bingung dengan perkataan dan sikapku barusan Vi, tapi aku mengatakan itu untuk mempertegas hubungan ini, aku tidak mau ada kesalahpahaman diantara kita Vi." Seru Rian menjelaskan lebih detail.

Hal tersebut justru membuat Vivian semakin bingung. "Kenapa, kenapa kau tidak bisa mempercayaiku, dan kenapa kau mencurigaiku Rian..., apa aku berbuat salah padamu ?" Tanya Vivian yang telah merasa bahwa ia melakukan kesalahan yang mana ia tidak ketahui.

Rian hanya diam sejenak, lalu tak lama kemudian ia membukakan pintu mobilnya kembali seraya berkata. "Mulai dari sini akan menjadi pembicaraan yang sedikit berbahaya, jadi alangkah baiknya kita bicarakan itu semua didalam perjalanan kita menuju rumahku saja."

"Tunggu dulu, bukankah kau mencurigaiku ?" tanya Vivian yang benar-benar mulai merasa tergangu dengan keanehan tersebut. Lalu dengan cepat Vivian menutup kembali pintu mobil yang telah Rian buka tersebut. "Lalu Jika kau tidak mempercayaiku, untuk apa pula kau mengundangku kerumahmu, aku tidak mengerti, jadi bisakah kau jelaskan ini semua sebelum aku berpikir yang tidak-tidak." Cetus Vivian dengan sedikit emosi.

Rian lalu tersenyum tipis dan membuka kembali pintu mobilnya tersebut. "Hei Vivian, biarku luruskan ini. Aku memang tidak bisa mempercayaimu 100% dan tentu saja aku memang mencurigaimu, namun bukan berarti kerjasama kita berakhir begitu saja Vivian. Aku jauh-jauh datang dari Bali ke Jakarta, tujuanku adalah untuk menangkap the blue bird murder, dan aku sangat yakin bahwa aku tidak bisa melakukanya tanpa bantuan darimu, bantuan dari pihak kepolisian. Ya, meskipun aku mencurigaimu bukan berarti aku tidak butuh bantuan darimu Vivian," ucap Rain menjelaskan dengan tegas. Vivian pun masih terus menatap Rian tajam, seraya menunggu Rian menyelesaikan penjelasannya tersebut. "Dan utuk masalah kenapa kerumahku, tentu saja sudah jelas bukan ? Kita akan mendiskusikan masalah ini ditempat paling aman, yaitu dirumahku."

Vivian lalu terdiam sejenak menelaah semua ucapan Rian tersebut lalu ia memandangi Rian dengan penuh tanda tanya. "Tunggu dulu, tempat paling aman, apa maksudmu mengatakan itu Rian. Bukankah jika kau berkata begitu, maka tempat paling aman sudah pasti adalah markas besar kepolisian ?" Tanya Vivian penasaran.

Rian kembali tersenyum geli. "Biarku beri tau satu hal lagi Vivian, sebelum kita berangkat menju rumahku. Dengar ini baik-baik Vivian, saat aku berkata aku tidak mempercayaimu, saat aku berkata aku mencurgaimu, itu semua bukan berarti aku tidak mempercayaimu sebagai dirimu pribadi, sebagai Vivian. Akan tetapi, aku tidak mempercayaimu karna kau adalah bagian dari kepolisian, yang mana itu artinya adalah aku tidak mempercayai kepolisian, dan aku mencurigai mereka semua yang ada disana. Tentunya itu termasuk dirumu dan juga pak kepala sekalipun. Maka dari itu aku mengajakmu kerumahku, karna itu adalah tempat paling aman menurutku."

Vivian memiringkan kepalanya kekiri sedikit. "Kenapa, kenapa kau tidak bisa mempercayai pihak kepolisian ?" Tanya Vivian serius.

Rian pun kembali tersenyum tipis. "Bukankah kau sudah melihat apa yang ada di dalam caffe ini bukan, para mafia menggunakan caffe ini sebagai salah satu tempat mereka bertransaksi informasi. Kau pikir apa mereka tidak tercium oleh pihak kepolisian, apakah kau pikir kepolisain terlalu bodoh untuk tidak mengetahui aktifitas seperti ini ? oh ayolah Vivian cobalah untuk berpikir lebih dalam lagi."

Vivian pun terdiam sejenak, lalu secara tak sadar ia menoleh sejenak melihat caffe tersebut dengan tatapan murung. "Kurasa aku mulai mengerti, kenapa tempat ini bisa tidak terusik oleh kepolisian meskipun caffe ini adalah pusat berkumpulnya para mafia, itu semua berkat pihak kepolisian yang tutup mata dengan hal tersebut," Ucap Vivian dengan nada suara yang sangat pelan seraya ia menoleh kembali menatap wajah Rian yang tersenyum simpul tipis kepadanya itu. Rian pun lalu menganggukan kepalanya, sebagai jawaban simpel atas pernyataan Vivian barusan. "Namun bukankah kalau begitu kau juga sama Rian, kau bahkan bertransaksik dan mengambil keuntungan dengan mereka. Lalu jika itu dengan para mafia pastinya ada harga yang dibayar, dan seperti yang kau bilang, bayarannya adalah Informasi pula, bukankah begitu Rian ?"

Rian menganggukan kepalanya. "Ya, tentu saja," seru Rian dengan tegas. Lalu kemudian Rian menatap tajam dalam bola mata milik Vivian yang indah tersebut. Lalu dengan tegas dan lantang Rian berkata. "Namun aku tidak melakukan itu semata-mata demi uang, aku melakukan itu demi keadilan yang aku miliki." Seru Rian yang membuat Vivian sedikit terkejut.

Bola mata Vivian sedikit membesar, alis matanya pun sedikit naik yang menunjukan betapa terkejutnya ia mendengarkan ucapan Rian barusan. Lalu Vivian pun mengehelakan nafas sejenak untuk menenangkan dirinya kembali. "Demi keadilan yang kau miliki, apa maksudnya itu ?" Tanya Vivian penasaran.

"Ya, simpelnya bagiku keadilan haruslah ditegakkan, dan tentu saja yang salah haruslah mendapatkan hukuman. Namun bukan berarti aku akan bermain bersih demi mendapatkan semua itu, bukan berarti aku tidak akan menggunakan cara curang guna menyelesaikan semua kasus-kasusku itu," ucap Rian menjelaskan dengan ekperesi wajah yang sedikit murung. "Bagiku adil itu adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, jadi meskipun itu adalah hal yang pada dasarnya buruk jika aku menempatkannya pada tempatnya maka itu akan menjadi suatu hal yang baik, layaknya membunuh. Membunuh adalah hal yang pada dasarnya buruk, namun jika kau membunuh orang yang jika dibiarkan akan sangat meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak korban jiwa, maka membunuh akan menjadi suatu tindakan yang mulia. Maka dari itu diciptakanlah hukuman mati, dan begitupula sebaliknya membantu seseorang adalah suatu tindakan yang pada dasarnya adalah mulia, namun jika kau membantu seseorang pembunuh melakukan aksinya, maka itukan menjadikan suatu hal yang buruk juga." Ucap Rian panjang lebar.

"Jadi apa maksud semua itu ?" Tanya Vivian yang ingin memperjelas maksud dari Rian yang sebenarnya.

Rian tersenyum simpul. "Intinya bagiku, aku akan melakukan apapun guna menyelesaikan kasus-kasusku, meskipun itu cara kotor sekalipun, aka aku lakukan itu. Bagiku pekerjaanku ini sudah seperti perang, dan didalam perang You win or you die, ther's no middle ground." Cetus Rian dengan penuh keyakinan dan percaya diri. Perkataan tersebut sedikit banyaknya membuat Vivian mulai mengerti jalan pikir Rian, dan tentu saja maksud dari Rian yang mencurigai dirinya, itu semua mulai terlihat masuk akal didalam pikirannya Vivian.

"Baiklah aku sekarang yakin bahwa alasan kau mencurigaiku dan pihak kepolsian lainya, adalah karna kau berpikir pembunuhnya adalah salah satu dari kami, atau lebih tepatnya salah satu dari pihak kepolisian yang menangani kasus ini, bukan begitu Rian ?" Ucap Vivian dengan sangat yakin.

Rian lalu menepuk kedua tanganya dengan perlahan seraya tersenyum lebar kearah Vivian. "Yap kau benar sekali, kau memang hebat ya Vivian." Ucap Rian memuji Vivian.

Vivian menghelakan nafasnya sejenak, lalu kemudian ia pun menjulurkan tanganya seraya berkata. "Baiklah kalau begitu aku percaya denganmu," Vivian pun kemudian tersenyum lebar nan manis sehingga membuat matanyapun terpejam. "Jadi mulai sekarang mohon bantuannya, kita temukan penghianat itu bersama-sama." Ucapnya dengan senyuman begitu manis yang membuat Rian sedikit tersipuh malu ketika melihatnya.

Wajah Rian pun terlihat sedikit memerah karna tersipuh malu melihat senyuman manis dari Vivian, ia pun kemudian dengan segera mengambil juluran tangan Vivian tersebut. "Mohon kerjasamanya ya..." Serunya seraya tersenyum lebar membalas senyuman Vivian tersebut.

Setelah mereka bersalaman, mereka pun kemudian saling melepas genggaman tangan itu, dan tanpa basa-basi Vivian langsung memasuki mobil Rian yang pintunya sudah terbuka sedari tadi itu. "Baiklah aku masuk." Ucapnya seraya memasuki mobil pribadi milik Rian itu. Rian kemudian ikut masuk kedalam mobil miliknya tersebut.

~Jadi sebenarnya apa yang direncanakan oleh Rian ?~

Creation is hard, cheer me up!

Milsscar82creators' thoughts