webnovel

Bab 9 - Sisi lain Nolan

<p>Hari ini adalah kerja terakhir di SW-TV, Flair dan Fayre berharap bisa pulang lebih awal. Banyak sekali yang harus mereka kerjakan setelah pemotretan hari ini. Salah satunya sore nanti ada kelas memasak di Townsend Hotel.<br/><br/>Fayre mengutak atik layar ponselnya ," Sudah lama aku tidak mengupdate tas baru kita Flair, "Do you have a new idea?" Ucap Fayre sambil menunjukkan halaman instagram mereka.<br/><br/>" Ah aku sudah menyimpan beberapa sketsa kmaren Fay, aku lupa membaginya denganmu. " sahut Flair sambil mengambil notebook dari dalam tasnya. Flair menunjukkan satu persatu model tas yang sudah ia gambar.<br/><br/>Sudah satu tahun ini mereka memulai bisnis tas rancangan mereka yang mereka pasarkan secara online di IG mereka memanfaatkan follower yang jumlahnya sudah ratusan ribu. Tas itu dinamai Flush-F. Tas didesain dengan ide mereka yang unik dan warna-warna yang menarik. Dan diproduksi secara terbatas agar model yang ada selalu baru dan hanya sedikit orang yang bisa memiliki model yang sama.<br/><br/>"Aku akan berusaha terus supaya cita-cita membuat brand tas dan sepatu kita terkenal Flair, Semoga saja berjalan dengan mudah. "Celetuk Fayre sambil menggenggam tangan sang kakak.<br/><br/>"Pasti Fay, kita tidak boleh menyerah. Aku yakin suatu saat kita akan berhasil!!" Seru Flair optimis.<br/><br/>"Okay! Akan kubawa ke pengrajin Thomas dulu. Aku akan kesana bersama Rory. Bisakah kau meminta pangeran Hadley untuk mengantarkan mu pulang, sayang? " Pinta Fayre.<br/><br/>"Baiklah, akan ku minta padanya nanti, kita bertemu di Townsend Hotel sore ini. Okay? " sahut Flair riang.<br/><br/>"Pastikan kamu mendaftarkan meja kita di sana, mungkin aku sedikit terlambat. Baiklah, I'll go first!!" Fayre pamit sambil mencium pipi kanan kiri saudari kembarnya itu.<br/><br/>Setelah Fayre pergi, suasana menjadi hening, dan flair melanjutkan membereskan alat riasnya. Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Knock! Knock! Knock!<br/>Flair membuka pintu dan didapatnya seorang wanita cantik berambut pirang di depan pintu kamar gantinya. Baru pertama kali ia melihat wajah cantik itu. Senyumnya menawan, bibirnya semakin cantik dengan balutan lipstik berwarna pink menyala yang selaras dengan blush on nya.<br/><br/>"Ya, ada yang bisa saya bantu? " Tanya Flair penasaran.<br/><br/>"Benarkan Anda Nona Flair Holea Bosley?" tanya wanita cantik itu.<br/><br/>Flair mengangguk ramah.<br/><br/>"Saya Heidi, sekretaris dari Mister Nolan. Saya kemari untuk menyampaikan undangan kepada Anda."Lanjut wanita itu sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan Flair.<br/><br/>"Maaf undangan untuk apa?" Balas Flair sambil membuka pintu ruang ganti tersebut lebih lebar lagi.<br/><br/>"Silahkan duduk!" Flair mempersilahkan Heidi untuk masuk.<br/><br/>"Mister Nolan memerintahkan saya untuk mengundang Anda menemuinya di ruang kerja. Beliau mengatakan bahwa ada hal penting yang ingin ia sampaikan kepada Anda mengenai kontrak kerja yang akan dilanjutkan hingga pertengahan tahun." Heidi menjelaskan.<br/><br/>"Kontrak kerja? " tanya Flair masih belum paham.<br/><br/>" Ikuti saja saya, nanti Mister Nolan akan menjelaskannya lebih lanjut. "Jawab Heidi dengan kerlingan matanya yang indah.<br/><br/>"Baiklah, saya ambil tas saya dulu. "Sahut Flair sambil berdiri meraih tas bawaannya dan mengikuti sekretaris Heidi berjalan ke arah lift dan menuju tujuh lantai di atasnya.<br/><br/>Setelah pintu lift terbuka, tampak ruangan yang sangat lebar dan dihuni oleh empat orang dengan suasana yang sangat sepi sekali. Sekretaris Heidi menuntun langkah Falir keluar dari lift dan menuju suatu pintu kayu berwarna merah marun dan mengetuknya. Setelah terdengar sahutan dari dalam ruangan yang tidak begitu jelas, Sekretaris Heidi membuka pintu tersebut, " Mister, Nona Flair sudah berada di sini. " Ucap Heidi.<br/><br/>Disana ruang kerja yang sangat luas jika untuk hanya ditempati oleh satu orang. Sebuah furniture meja kerja yang besar dan luas ditempatkan di sana dengan kursi kerja yang juga berukuran besar dari bahan kulit berwarna coklat tua senada dengan meja kerja tersebut. Ada juga sepasang Sofa panjang dengan kulkas mini berwarna marun di tengahnya. Sungguh sebuah ruangan bernada classic dan elegan. Kursi besar di belakang meja kerja itu itu nampak bergerak-gerak seperti ada yang mendudukinya, namun tak terlihat karena ukuran sandarannya yang menutupi tubuh orang yang menduduki kursi tersebut.<br/>Sekretaris Heidi menuntun lagi langkah Flair untuk menuju meja kerja. Kursi kerja itu menghadap ke tembok di depan kursi itu sedang berlutut laki-laki dengan usia sekitar empat puluh tahun dengan muka lebam dan seolah memohon pada pria si pemilik kursi besar itu. Sungguh pemandangan yang sangat ironis.<br/><br/>"Pria ini sungguh jahat dan kejam" Batin Flair. Ia sangat sedih melihat pria yang berlutut memohon itu meski tak tahu apa yang terjadi. Apapun itu jika hanya kesalahan kerja seharusnya seorang karyawan tidak boleh diperlakukan seperti itu, pikir Flair.<br/>Pria yang duduk di kursi besar itu, tidak lain adalah Nolan, memutar kursinya, dan memandang Flair dengan mata dinginnya.<br/>"Cukup dariku hari ini, jika terulang lagi orang-orangku akan kuperintahkan menggantungmu dari atap gedung ini!!!!" Bentak Nolan dengan mata yang buas kepada pria malang itu.<br/><br/>"Baik mister tidak akan saya ulangi." Jelas pria malang tersebut dan bergegas pergi. Ia nampak lega karena Heidi dan Flair memasuki ruangan karena itu merupakan kesempatan yang dapat menyelamatkan dirinya.<br/><br/>"Kau boleh keluar sekretaris Heidi.!" pinta Nolan. Heidi pun menunduk pamit dan keluar ruangan. Tinggallah Flair berdua bersama si kejam ini.<br/><br/>Berdua dengan seorang pria bengis dalam satu ruangan tertutup bukan pilihan yang baik untuk Flair. Ia seperti ditempatkan di sebuah ruangan kaca dengan seekor harimau loreng berbulu putih didalamnya yang siap mencengkeramnya dan mengoyak daging si tubuhnya.<br/><br/>Nolan tampak menyelesaikan menandatangani beberapa dokumen tanpa membuka pembicaraan sedikitpun. Dari situ Flair melihat sekeliling dan mendapati beberapa foto yang terpajang di dinding ruangan itu.<br/><br/>Di sana terdapat empat buah foto yang menarik perhatiannya. Ia nampak begitu familiar dengan seorang yang ada dalam foto itu. Hadley, pria dalam foto itu nampaknya adalah Hadley dengan usia lebih muda dari yang sekarang dan wajah yang lebih tirus dan masih polos dari Hadley yang ia kenal kini.<br/><br/>"Merasa mengenali sebuah wajah di sana? " Celetuk parau Nolan memecah heningnya suasana.<br/><br/>Flair segera mengalihkan pandangan dari foto itu kepada Nolan. "Bukan apa-apa. " Balas Flair datar.<br/><br/>"Aku sudah selesai dangan dokumenku Nona Bosley, mari kita mulai pembicaraan kita." Nolan menutup map file terakhirnya dan bangkit dari kursi besarnya sambil menutup kancing jas abu-abu tuanya. "Silahkan duduklah dulu, " Ucap Nolan seraya mengambil dua buah gelas dari lemari dan mengambil minuman dadi lemari pendingin, dan ia tungkan ke gelas dan diberikannya pada Flair yang telah duduk di sofa panjang.<br/><br/><br/>"Maaf aku tidak minum!! "Seru Flair menolak.<br/><br/>Nolan menyeringai dan mulai duduk di sofa sebelah Flair, "Ini bukan alkohol jangan khawatir, aku tidak suka dengan perempuan yang mabuk. Bagiku sedikitpun itu tidak terlihat pantas. " Jelas Nolan sambil menyodorkan kembali minuman itu pada Flair. " Aku pun sangat melarang adikku untuk mabuk." lanjut Nolan.<br/><br/>Flair meminum air yang diberikan Nolan, mengecap di mulutnya, ia merasakan rasa manis, segar seperti air kelapa tapi juga asam seperti lemon. "Tidak buruk" batinnya merasakan segarnya minuman itu.<br/><br/>"Nona Bosley, tujuanku memanggilmu kemari karena Bibiku Idlina ingin sekali lagi memakai mu sebagai model untuk rancangannya ke depan. Sudah sejak tahun lalu ia ingin membuat busana bagi wanita-wanita kembar berkulit hitam, putih, tanned, dengan curly hair ya salah satunya ia memilih kalian Bosley bersaudara. Ia memintaku untuk menyampaikan hal ini kepadamu. Dan menyerahkan semua perjanjian kontrak kepada perusahaan kami. Nanti Heidi akan memberikan proposal nya kepadamu dan kami beri waktu tiga hari untuk memberikan jawabannya dan kita akan urus kontraknya minggu depan. Apa kamu tertarik.?" Tanya Nolan dengan mengernyitkan dahi.<br/><br/>" Tawaran yang bagus, nanti akan aku bicarakan dengan adikku dan asisten kami. " Balas Flair dengan yakin.<br/><br/>" Dan satu hal lagi, ini yang paling penting mengapa Aku memanggil mu kemari." Nolan mendekatkan duduknya pada Flair. Memandang kedua mata gadis itu dalam-dalam membuat jantung Flair berdegub kencang.<br/><br/>Tiba-tiba Flair teringat kejadian di depan toilet saat pameran busana Idlina saat itu. Flair menjauhkan duduknya dari Nolan dan berusaha menghindar dari pandangan mata Nolan.<br/><br/>"Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemaren, antara kau dan adikku Altha." Ucap Nolan masih memandang Flain serius.<br/><br/>" Bagiku tidak masalah Mister, aku sudah melupakannya. " Sahut Flair masih deg degan di dadanya.<br/><br/>"Aku ingin kau tidak menceritakan hal tersebut pada siapapun, karena akan menjadi rumor yang tidak sehat untuk Altha. Kau mengerti bukan? " Lanjut Nolan masih memandangi Flair denga serius tanpa berkedip.<br/><br/>"Saya bukan orang yang demikian, suka menceritakan tentang orang lain Mister, saya tidak tertarik. Dan sejujurnya saya juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kemarin. " Sahut Flair masih sambil menelan ludahnya. Perasaannya selalu gugup jika dekat dengan pria ini.<br/><br/>"Hadley tidak menjelaskan kemarin? " selidik Nolan.<br/><br/>"Tidak sama sekali, dan aku juga tidak bertanya. " Jawab Flair.<br/>Nolan bangkit dan berdiri menghadap jajaran foto berisi Hadley dan Altha dan juga dirinya.<br/><br/>"Di tahun terakhir aku kuliah di Australia, adikku datang untuk masuk universitas yang sama denganku, lalu kami berbagi apartemen. Saat ia ke sana ia membawa Hadley yang dia kenalkan sebagai temannya di SMA. Tapi dari cara Altha menggenggam tangannya aku tahu mereka sepasang kekasih saat itu. Mereka terlihat bahagia sewajarnya remaja seusia mereka." Jelas Nolan bercerita.<br/><br/>Flair mendengarkan dengan seksama, hal yang baru ia ketahui karena Hadley sama sekali tidak pernah membuka cerita tentang hal ini padanya.<br/><br/>"Setelah perkuliahan berjalan, mereka pergi keluar bersama, dikelilingi sahabat-Sahabat mereka, pergi ke pesta sama-sama. Hingga suatu saat aku lihat pagi hari Hadley kebingungan mencari Altha tidak ada di kamarnya dan segera keluar untuk mencarinya." Jelas Nolan mengenang apa yang terjadi saat itu.<br/><br/>"Lalu siang hari saat aku masih mempersiapkan sidang ku hari itu, Hadley pulang dan segera mengemasi barang-barang miliknya dan pamit padaku untuk meninggalkan apartemen kami dan tidak akan lagi tinggal di sana. "Lanjut Nolan masih mengingat hal yang sama.<br/><br/>" Setelah Hadley pergi, Altha pulang dalam keadaan menangis tersedu-sedu dan sulit sekali untuk ditenangkan. Semenjak itu aku tidak pernah lagi melihat mereka bersama. Sampai aku lulus dan meninggalkan mereka di Australia." Lanjut Nolan menutup cerita.<br/><br/>"Tapi mereka kembali lagi bekerja di sini, di bawah naungan atap perusahaan yang sama. "selidik Flair tertarik untuk menguak lebih dalam.<br/><br/>" Sebenarnya Altha menetap di Australia, bekerja di sana memproduksi beberapa film bersama teman-temannya, Namun kakekku memintanya untuk kembali. Sedangkan Hadley, kakek dan ibunya lah yang memintanya untuk bekerja dengan kami. Aku yakin dia lebih enjoy mengelola PH miliknya sendiri karena lebih bebas bekerja sama dengan beberapa perusahaan televisi swasta lainnya. " Jelas Hadley mengobati rasa penasaran Flair.<br/><br/>"Aku baru tahu kenyataan ini, lalu maksud Anda dengan mengatakan ini kepada saya? " tanya Flair merasa mungkin saja Nolan ingin mencegahnya dekat dengan Hadley.<br/><br/>" Aku hanya ingin meminta maaf atas kekacauan yang disebabkan oleh adikku kemarin, dan seperti yang tadi aku sampaikan jangan menceritakan kepada siapapun." Nolan mengulangi kata-katanya.<br/><br/>"Itu saja? " Tanya Flair lagi<br/><br/>"Ya tentu saja, apa lagi memangnya? " Jawab Nolan menenggak minumannya. " Meskipun kau menarik bagiku, aku tidak akan memaksamu menerimaku dengan terpaksa, biarlah saja kamu menjalani harimu dengan Hadley, aku akan tetap mendekatimu dengan caraku selama kau belum menikah dengannya. Hal itu masih boleh terjadi. " Seringai Nolan lebar pada Flair.<br/><br/>"Maaf tapi saya tidak tertarik membahasnya, Mister." Sahut Flair ketus.<br/><br/>"Saya akan pergi jika sudah tidak ada lagi yang bisa dibicarakan, Mister. " Ucap Flair sambil beranjak dari sofa karena pembicaraan mulai mengarah pada hal yang tidak menyenangkan baginya.<br/><br/>"Makan sianglah dengan ku besok, akan kupastikan Hadley sibuk dengan pekerjaannya hingga kau merasa kesepian dan tidak bisa menolak ajakanku. " Ucap Nolan saat Flair membuka pintu keluar.<br/><br/>Flair hanya memandang Nolan sambil menggelengkan kepala atas ulah pria itu dan menutup pintu dengan keras. Di dalam ruangan Nolan tertawa kegirangan melihat Flair yang pergi dengan cemberut dan kesal.<br/><br/>Di depan pintu Lift tak lupa Heidi menghampiri Flair dan memberikan Flair salinan proposal yang dimaksud oleh Nolan tadi. Flair menerimanya dan sekilas membacanya. Pintu Lift terbuka ia masuk sendiri dalam lift itu. Kemudia pintu lift yang mulai tertutup perhalan tiba-tiba dihalangi oleh sebuah tangan dari seorang laki-laki yang membawa beberapa map berkas-berkas.<br/>"Bukankah ini pria tadi di ruangan Nolan?" Batin Flair mencoba mencermati wajah pria ini dengan luka lebam di wajahnya.<br/><br/>" Anda yang tadi ada di ruangan Mister Nolan? " Tanya Flair pada pria itu.<br/><br/>Di dalam lift yang sedang turun itu hanya ada mereka berdua.<br/><br/>" Iya benar Nona masih ingat saya. " Jawab pria itu dengan tersenyum.<br/><br/>"Anda bekerja di sini?" Tanya Flair lagi.<br/><br/>" Iya saya bekerja di sini, saya ada di divisi IT." Jawab pria lebam itu.<br/><br/>"Anda bisa melaporkan tindakan kejam atasan Anda jika sampai melukai secara fisik secam ini. Ia bisa terkena sanksi pidana dengan apa yang sudah dilakukannya. "Jelas Flair emosi dengan apa yang ia lihat didepannya tadi.<br/><br/>"Owh ini? "Sahut pria itu sambil menyentuh pipinya yang lebam. "Bukan Mister Nolan yang melakukannya, justru sayalah yang bersalah. "<br/><br/>Pria itu membetulkan dasinya yang melorot. "Saya memberikan data rahasia kepada stasiun televisi kecil skala lokal yang kebetulan orang itu masih kerabat saya, dan Mister Hadley mengetahuinya. Kemudian beliaulah yang menghajar saya. Untung saja pengawal mister Nolan mengetahui kejadian saat saya dihajar itu, dan saya terselamatkan. Jika tidak mungkin saya akan dihajar sampai koma oleh Mister Hadley." Jelas pria bermuka lebam itu dengan hati bersalah.<br/><br/>Flair menutupi kedua mulutnya dengan tangan kanannya karena heran dengan apa yang dilakukan Hadley. " Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" Tanya Flair ingin tahu.<br/><br/>"Mister Hadley melepaskan saya, dan saya dibawa ke ruangan Mister Nolan, saya menulis permintaan maaf dan saya memohon untuk tidak dipenjarakan atau dikeluarkan dari perusahaan ini. Mister Nolan itu masih mau berbaik hati memberikan saya kesempatan kedua. Ia berhati baik sebenarnya walau terlihat dingin di luar. " Jelas pria itu dengan senyum membayangkan wajah Nolan.<br/><br/>"Baiklan saya keluar dulu Nona." Pamit pria itu pada Flair yang masih kacau dengan pikirannya sendiri.<br/><br/>"Iya, silahkan. " jawab Flair masih melamunkan tindakan Hadley, bagaimana ternyata Hadley bisa menghajar orang lain hingga demikian, Juga bahkan pria sedingin Nolan bisa berbaik hati pada seorang penghianat?????<br/><br/>*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas<br/>untuk tahu judul Novel saya yang lain<br/><br/>Berikan Vote nya Please!!! Agar semakin banyak yang membaca....</p>

Next chapter