16 Serius atau bercanda?

Setelah kehebohan mulai mereda, mereka mulai mengenalkan diri pada Misha, ya walau mereka agak takut pada Misha.

Misha menatap lima orang didepannya dengan dingin, Ares tak tahan dengan kelakuan sang adik pun mengacak rambut Misha.

"Kalau Lo terus mandang mereka kek gitu, bisa bisa mereka mati berdiri" ujar Ares ketika Misha tersentak.

"Ah, gue cuma kesal kok" ucap Misha jujur.

"Maafkan kami Nona!" mohon mereka berlima membungkuk hormat.

"Astaga, guys! kalian lebih tua dari Misha, ngapain sih?" tanya Ares tak percaya.

"Kami gak ingin mati," desis mereka semua ketakutan.

Ares menghela nafas lelah, ia menyerah membujuk teman-temannya. Mau dibujuk berapa kali pun, nyatanya mereka tetap takut pada Misha.

"Gue gak bakal marah kalau kalian gak bikin gue kesel, simple kan?" tanya Misha acuh tak acuh.

Mereka hanya mengangguk patuh, dengan waspada duduk di tempat mereka. Memulai pembicaraan yang tidak bisa difahami oleh Misha.

Apa yang mereka bicarakan sih?__gumam Misha dibatin.

Ia ingin sekali ikut dalam perbincangan menyenangkan itu, tapi Misha sadar diri. Bukannya semakin menyenangkan, yang ada situasi suram mengisi Càfe.

Ares dan teman temannya akhirnya bisa berhenti takut pada Misha, bukan karena bujukan Ares. Melainkan mereka tengah asik bermain game online, meninggalkan Misha yang bengong karena gabut.

Jika gue enggak dibutuhin, ngapain di ajak?__heran Misha dibatin.

"Haaahhh"

Misha menghela nafas, daripada memperhatikan abang dan teman abangnya, Lebih baik ia menatap kaca besar yang memperlihatkan keramaian jalan raya.

"Sudah berapa lama ini?" Misha melirik jam tangannya sambil bergumam pelan.

"Udah dua jam? Gak kerasa" gerutu Misha.

Ia melirik Ares dan temannya masih berisik bermain, ia berdiri untuk menghampiri Ares. Begitu Misha melangkah, suara lonceng Càfe berbunyi.

Sontak Misha melirik keasal suara, keningnya berkerut dan bibirnya menggumamkan nama 'Dean'.

"Tunggu.. gue tahu ini tak pantas, tapi bukannya dia pacar gue?" heran Misha dengan kening berkerut.

Ryan masuk ke Càfe itu bersama Caroline, bukannya sebelumnya Ryan berkoar koar kalau dia mencintai Misha? Apa itu hanya candaan? Jika benar candaan, maka ini adalah candaan yang buruk bagi Misha.

Misha adalah tipe orang yang tak suka dipermainkan, meski dia tak memiliki perasaan pada Ryan, tapi ini sangat tak baik bagi pria itu.

Setelah berkoar koar didepan umum, apa dia akan berkata kalau tidak mencintai Misha didepan umum pula? Jika itu terjadi, maka jangan salahkan Misha kalau kepala Ryan terpisah dari tubuhnya.

"Ada apa Mish?" tanya Ares saat menyadari sang adik berdiri disampingnya.

"Ah, gak apa. gue sepertinya harus pergi,"

Misha mengatakan kalimat itu tanpa mengalihkan matanya dari Ryan yang tengah 'sedikit' bermesraan dengan Caroline. Menyadari sang adik menatap kearah lain, ia mengikuti pandangan Misha.

"Dek, bukannya dia pacar lu?" tanya Ares setengah kaget.

"Hm" Misha hanya berdehem saking malasnya menjawab.

"Wah? Adek lu punya pacar terus kelihatannya di selingkuhin? Hahaha, pantes sih. Soal--"

Pria bernama Denies yang niatnya mengejek Misha terhenti, saat mata abu-abu Misha menatapnya bengis.

"Gue engga butuh ejekan, kebetulan gue lagi emosi.. Mau nanggung emosi gue?" tawar Misha tersenyum seram.

"E-enggak, gue cuma bercanda" panik Denies.

Misha menghela nafas dan merogoh kantong hoodie nya, ia membuka aplikasi kamera dan men jepret Ryan dan Caroline.

"Mau lo apakan foto itu?" tanya Zevan penasaran.

"Gatau sih, pengen aja.." polos Misha, membuat semuanya melongo.

"Lah? Adek lu kek nya gak waras Res" ungkap teman teman Ares.

"Mungkin otaknya lagi eror karena belum makan, lu laper kan dek?" tanya Ares cengar cengir canggung.

"Gak" jawab Misha singkat.

"Kok gitu? Perasaan dari tadi pagi kamu belum makan?" heran Ares.

"Menurut abang, apa ada orang yang masih kelaparan setelah meminum 10 cangkir greentea latte dan banyak camilan?" tanya Misha tersenyum masam.

Mereka terbatuk-batuk setelah mendengar pernyataan Misha, sepertinya mereka telah lupa waktu saat bermain game online. Mereka saling lirik-lirikan untuk mencari sosok yang bisa disalahkan, tapi tentu saja tidak ada.

"Di antara kalian tidak ada yang salah, hanya gue saja lah yang salah karena ikut nongkrong sama anak gamers" ujar Misha melerai pertarungan sengit antar mata diantara enam pria didepannya.

"Maafkan kami Misha, memang kalau sudah main kami bisa lupa waktu" cicit Zevan mewakili teman temannya.

"Tak masalah, seperti nya gue harus belajar main game itu juga nanti, supaya gak dikacangin tentunya."

Doeng..

Mereka di sindir Misha secara halus, tentu siapa saja marah kalau di kacangi selama dua jam penuh oleh pria pria lumayan tampan itu.

"Dahlah, gue pergi" pamit Misha.

Ia melangkah pergi tanpa membayar sepuluh gelas Greentea latte dan camilan yang tak terhitung miliknya. Setelah Misha pergi barulah Ares dan temannya sadar, bahwa Misha belum membayar.

"Mishaaaa!" seru Ares dan teman temannya frustasi.

Meski mereka semua anak orang kaya, tentu saja jatah jajan mereka sudah ditentukan. ini akhir bulan dan uang mereka menipis, dan sekarang? Mereka disuruh membayar sepuluh cangkir Greentea latte, yang harga satu gelasnya senilai 53 ribu.

Belum lagi camilan yang sangat banyak, setelah ini sepertinya mereka akan menjalani puasa.

"Res, nanti jangan ajak adek lu lagi yah.. Gue gamau puasa Res, apa kabar tar perut sixpack gue?" tanya Denies hampir menangis.

Mereka semua meratapi dompet yang telah menemani mereka, mulai besok tidak ada lagi kata kumpul atau jajan. Di lain sisi, Ryan dan Caroline mendengar pekikan itu. Tubuhnya sontak menegang dan menoleh ke asal suara, mata nya bergerak liar mencari keberadaan Misha.

Misha gaada? Sepertinya hanya nama yang sama__gumam Ryan berusaha berfikir positif.

***

Misha menatap jam dinding dikamarnya malas, sudah pukul delapan malam saja. Apa adiknya sedang bersenang-senang sekarang? Aah, dia ingin ikut.

Misha melempar novelnya ke sembarang arah, ia membuka galeri dan memperbesar foto yang berhasil ia abadikan tadi.

"Jadi dia selama ini bercanda doang gitu? Malu malu in jir" gumam Misha tak senang.

Meski begitu hati nya berkata lain, Misha sendiri tak faham kenapa jantungnya terasa diremas-remas oleh orang tak kasat mata. Ia memegang dada nya dan bergumam heran.

"Kenapa sakit ya?" gumam Misha menutup matanya menggunakan lengan kiri.

Brakk..

Misha yang tengah melamun sontak tersentak, ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.

"Gak bisa liat orang tenang?" tanya Misha sarkas.

"Gak, Gaada rasa tenang buat lo!" ketus Eva dan melempar sepatu nya kesembarang arah.

Ia melepas hoodienya sehingga hanya tersisa tank top dan celana selutut miliknya, sebelum meloncat ke kasur Misha ia melirik novel yang sedikit terlipat dipojok kamar.

"Tumben lu gak sayang sama novel?" heran Eva setelah meloncat.

"Ha? Maksudnya? Lu ngejek gue?" tanya Misha memicingkan matanya.

"Dih, napa lu sensian sih? Orang gue cuma nanya, tuh novel lu ke lipet dipojok kamar!" ketus Eva menunjuk novel Misha.

"Omaigaattt!" pekik Misha panik dan segera menghampiri novelnya.

"Huaaaaa! tidaak!" pekik Misha dan tak sadarkan diri.

Eva gelabakan dan dengan cepat memanggil dokter keluarganya, ia sangat panik melihaag kakaknya tak sadarkan diri. Misha di nyatakan pingsan karena shock semata, Eva menghela nafas melihat kelakuan kakaknya.

Gimana mau marah kak, kadang aja lu goblok nya kebangetan__gumam Eva dibatin kesal.

***

avataravatar
Next chapter