3 Penyebab Pindah

Setelah kejadian diruang makan tadi siang, Eva terlihat marah dengan Misha. Buktinya sekarang wajah Eva terlihat datar, tidak seperti Eva biasanya. Melihat sifat sok datar Eva, Misha mulai tak senang. Dimatanya Eva terlihat tengah mengejek dirinya.

"Berhenti lah memasang raut seperti itu, gue pen nabok" ucap Misha jujur.

"Huuh"

Bukannya menjawab Eva malah mengalihkan pandangan, melihat itu kerutan di kening Misha kian terlihat.

Bugh..

Seperti perkataan Misha barusan, tapi bukannya menabok dia malah menendang Eva yang tengah duduk disofa single sampai terjungkal.

"Huaaa! Apaan sih?!" pekik Eva.

"Ha? Lo ngomong yah, babu?"

Misha bertanya dengan smirk menyebalkan di mata Eva, Misha menatapnya dengan pandangan meremehkan, itu menambah kekesalan Eva.

"Ughhh!"

Karena tak mampu melawan Eva akhirnya pergi menuju tangga, namun itu bukanlah hal yang bagus.

"Eva pergi dari sana!" seru Grandpa dari lantai dua.

"Ha?"

Kebiasaan buruk Eva muncul, ya. Meski ia cantik san pintar, Eva adalah gadis yang sangat lemot bin lola.

Bruaaak..

Dalam sekejab Eva di tabrak sebuah lemari, bukannya menolong, Misha hanya melirik malas adiknya yang di tindih lemari.

"Kak! Jangan liat aja dong! Bantuin!" Eva yang kesusahan meminta tolong pada kakaknya.

"Emang elu siapa?" tanya Misha tak acuh.

"BAKAKAMISS!" pekik Eva marah.

"Setiap marah selalu teriak 'BAKAKAMISS!' lo fikir gue gak tau apa, lo ngatain gue bodoh? Kalo gue bodoh lo apaan?"

Tanya Misha seraya mengangkat sebelah alisnya, dia sudah lumayan geram mendengar Eva yang selalu memanggil 'Bakakamis' pada dirinya.

"Isssh! Bantuin napaa?! Grandpaaa! Kak Misha jahat gak mau bantuin Evaa!" Eva mengadu.

"Cih, Ngadu mulu" gerutu Misha pelan.

"Misha, bantu Eva Nak. Grandpa gak bisa kesana, pinggang Grandpa kambuh!" seru Grandpa dari kamarnya.

"Iya Grandpaa" Misha ikut berseru.

Dengan malas dia berdiri dan berjalan, namun matanya menangkap seorang pria paru baya baru masuk dari pintu samping.

"Pak Choi!" panggil Misha membuat Security kediaman Grandpa itu mendekat.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Pak Choi ramah.

"Ada pak, bisa tolong angkat in lemari itu gak? Misha capek banget pengen istirahat"

Misha berkeluh kesah sambil memasang wajah melas, pak Choi selaku security di sana di buat tak mampu menolak.

"Yaudah, sana istirahat.. biar masalah lemari serahin aja ke Pak Choi"vujar pak Choi nyengir.

"Okelah Pak, makasih" ucap Misha tersenyum.

Dia melangkah dan menginjak lemari yang jelas jelas ada Eva di bawah sana, dengan wa-ta-dos-nya Misha berdiam diri di sana.

"Woi kakak gak ada akhlak! Pergi napa! Berat elaah! 60 Kg kak, inget berat badan luu" Eva berteriak membuat Misha kesal.

Dugh..

Dengan sengaja Misha meloncat kecil diatas lemari, membuat Eva semakin meringis kesakitan.

"Kalau gak mau bantuin gak usah nyiksa kali,"

lirih Eva.

"Hoaam ngantuk" ucap Misha seraya menguap lebar.

"Emang waktunya tidur sih" gumam Misha.

Ia mengabaikan adiknya yang meringis kesakitan, berjalan mengabaikan keberadaan Eva dan beranjak naik menuju lantai tiga, dimana kamarnya berada.

*Kamar Misha..

Brukk..

Misha terdiam sesaat setelah menjatuhkan diri ke kasur queen size miliknya, dia menatap langit langit kamar yang berwarna hitam putih.

Melirik sekelilingnya yang juga berwarna hitam putih dengan malas, fikiran fikiran liar memenuhi kepalanya.

"Seandainya bisa gue membuat walpaper kamar sesuai mood.." gumam Misha dan memejamkan mata.

"Tunggu, sesuai Mood? Otomatis sebuah kecerdasan bukan? Jika dicoba mungkin akan berhasil" Misha tampak memegang dagunya dalam kondisi terpejam.

Srekk..

Misha duduk setelah termenung beberapa menit, dia segera bangkit menuju sebuah tembok dikamarnya dan menarik sebuah buku. Tembok itu terbuka menampilkan ruangan gelap dan aroma besi mulai tercium, Misha ber smirk ketika mencium dan melihat keduanya.

Dia masuk dan pintu otomatis tertutup kembali, Misha duduk didepan banyak layar dan mulai mengetik dengan lincah di keyboard nya. Menggambar ide yang ia dapat barusan dan membuatnya, menggunakan beberapa barang susah dan kinetik Serry ciptaan Misha akhirnya jadi.

"Lo masak martabak di sini kak?" Eva tiba-tiba bersuara dari belakang yang mampu mengagetkan Misha.

"Lu kira ada aroma martabak di sini?" tanya Misha balik ketus.

Eva hanya nyengir tak menjawab ucapan Misha, dia melihat lebih dekat benda gepeng didepannya.

"Gue tau lo kepengen Martabak kan?" tebak Misha diangguki Eva antusias.

Dugh..

Misha menyikut Eva membuat sang empu meringis kesakitan, ia memegangi perutnya yang barusan di sikut Misha.

"Kita di Korea! Martabak gak akan terbang dari Indonesia kesini" ketus Misha.

"Ugghh, tapi gue dah kangen banget sama martabak"

Eva merengek pada Misha yang tengah membereskan meja, dia berdecak karena Eva terus saja menarik-narik lengannya yang tengah sibuk.

"Kelakuan lo kek kita baru pindah ke Korea aja, inget. Kita udah pergi dari Indonesia lebih dari lima tahun," Misha memijit kening karena tak sanggup dengan kelakuan adiknya.

"Oh iya, selama kita pergi gue gak tau alasan kenapa kita pindah" ucap Eva polos. Mndengar ucapan Eva, Misha seolah dipaksa mengingat kejadian 7 tahun lalu.

*FLASHBACK..

Misha kecil terlihat tengah membersihkan darah yang mengalir dari kedua hidungnya di toilet. Dia terlihat buruk, dari pantulan cermin terlihat beberapa lebam diwajah polos Misha.

"Kak Misha! Kaka di sini?!" tanya Eva berteriak dari luar toilet.

"Iyaa, tunggu bentar! Jangan masuk!" seru Misha.

"Okee, tapi jangan lama yah!"

Meski mendengar pekikan Eva, Misha tak menjawab. Dia hanya mengeluarkan sesuatu dari tas hitamnya, foundation.

Memang agak aneh jika seorang anak 10 tahun memiliki foundation bukan? Dia mencuri milik ibunya. Dia terpaksa mencuri nya, karena sadar keluarganya pasti curiga dengan kebiasaan Misha yang selalu pulang memakai kupluk hoodie.

Misha mengoleskan foundation ditempat lebam berada, sedikit meringis karena pedih namun berusaha ia tahan.

Sedari kelas 2 Sd Misha memang menjadi bahan bully an teman temannya, alasan? Karena sifat Misha yang tak peduli sekitar, sehingga mengabaikan temannya yang ingin berkenalan dengan dia.

Tapi sejak kelas 4 ini mereka semakin sadis dalam membully Misha, jika dulu hanya menancapkan kuku tajam mereka ke lengan dan pipinya.

Sekarang mereka berani meletakkan korek api yang menyala ke lengan Misha, menampar Misha dan melukai Misha menggunakan silet.

Karena wajah Misha saat dibully sangat tenang, mereka geram dan terus membully Misha. Ditambah Misha sama sekali tidak mengadukan pembullyan ini ke siapa pun.

Ceklek..

"Udah pup nya?" tanya Eva nyengir sambil menabok lengan Misha.

"Gak." singkat Misha dan menangkis tangan Eva yang terus menabok lengannya.

Sreekk..

Eva memeluk Misha dari belakang, kedua tanganya melingkar diperut Misha dan mengurung kedua lengan Misha. Kerutan tipis terlihat dikening Misha, meski kesakitan dia tak bersuara sedikitpun dan terus melangkah.

"Kak kita beli martabak dulu yah," ajak Eva yang masih betah nemplok dibelakang Misha.

"Iyaa" ucap Misha.

"Males pake mobil Kak, ribet.. orang orang merhatiin kita setiap keluar dari mobil, jalan kaki aja yuk" ajak Eva.

Jujur saja Misha juga risih setiap turun dari mobil, orang orang menatap mereka iri. Apa yang membuat mereka iri coba, itu semua kan milik orangtua mereka.

Itulah salah satu alasan banyak anak yang berteman dengan mereka, Misha mengetahui hal itu jadi dia mengabaikan mereka. Tapi lain dengan Eva, dia adalah gadis yang tidak peka. Selalu berfikiran dangkal dan polos adalah kebiasaannya.

"Baiklah, aku menelfon mang Jaka dulu yah" saran Misha membuat Eva menggeleng keras.

"Haaah, yasudah" putus Misha dan menuju penjual martabak yang tak jauh dari sekolah mereka.

Hanya berjarak 5 km dari sekolahnya.

Saat ditengah jalan Misha merasa ada yang memperhatikan dan mengikuti mereka dari kejauhan.

"Eva," panggil Misha ketika sudah tak jauh dari penjual martabak.

"Iyaa, ada apa kak?" tanya Eva polos.

"Kita main tukar peran yuk" ajak Misha.

"Okee, aku jadi Misha, kakak jadi Eva kan?"

tebak Eva antusias.

"Iyaa" Misha tersenyum kecil melihat rasa antusias dari Eva.

Eva turun dari punggung Misha dan berdehem sebentar serta memejamkan mata, aura disekitarnya berubah dan saat membuka matanya Eva benar benar seperti Misha. Misha menatap Eva dan menerjab, seketika aura disekitar Misha benar benar seperti Eva.

"Kaka! Aku mau yang rasa keju yah!" Misha berkata dengan semangat menggebu-gebu.

"Iyaa, tunggu di sini bentar yah" pesan Eva kalem dan menyebrang.

Misha duduk di trotoar sambil bersenandung riang, dia memperhatikan Eva yang sudah masuk ke tempat penjual martabak dan melirik sebentar orang yang kini tak jauh darinya.

Dengan cepat dia membuka hp dan mengetikkan lokasi mereka pada supir mereka.

'Pak, datang ketempat penjual martabak kesukaan kami. Eva di sana, ada yang ngikutin kami dan bisa jadi mereka musuh Dad. Kami main tukar peran jadi Eva gak tau soal ini'

Setelah mengirim pesan itu Misha menyalakan GPS dan menyimpannya baik baik di dalam tas.

Benar saja tebakan Misha, dia di bekap menggunakan sapu tangan yang sudah diberikan obat bius. Misha memberontak supaya penculik benar benar mengira kalau dirinya adalah Eva, kenapa?

Karena mereka tidak mungkin menargetkan Misha, secara dari luar saja Misha terlihat tidak bisa dijadikan sandera. Sifatnya terlampau santai, membuat mereka tak ingin menculiknya.

Semoga Eva gak sadar__gumam Misha dibatin.

Kesadaran Misha berangsur angsur hilang dan akhirnya dia jatuh pingsan, tubuh kecilnya dibawa menggunakan mobil hitam dan melaju cepat.

***

SALAM.

Greentea Or Fifi.

Haii makasih udah baca yah, tolong ramaikan novel ini kaya di wattpad :)

avataravatar
Next chapter