9 Pacar?

Setelah tadi malam di buat tak bisa tidur oleh Eva, kini kondisi Misha memprihatinkan. Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas. Misha terus mengeluh ngantuk kepada Eva, siapa tau dirinya diperbolehkan tak sekolah hari ini agar bisa tidur.

"Gak boleh! Baru sekolah 2 hari masa sudah pengen libur" ketus Eva melangkah diikuti duo E.

Bugh.

"Sabar beb, Eva lagi pms jadi gitu"

Aixa menenangkan Misha yang sedih, dengan cara menabok Misha kencang. Bukannya terharu, Misha malah kesal dengan kelakuan Aixa.

"Kalau masalah Eva gue bisa maklumin, tapi kalau lo.." ucap Misha menggantung.

Srekkk..

"Ekhh?!!"

Aixa terpekik kaget setelah Misha dengan tiba-tiba mengunci kepalanya dengan lengan kanan nya.

"Berhubung lo gangguin gue, yaudah.. Selamat jadi pelampiasan,"

Ungkap Misha dan berjalan sambil menjitaki Aixa. Anes menyusul dengan tawa menggema, dia terus ketawa karena ekspresi Aixa yang menyedihkan.

"Lepasin Mish! Masa lo tega biarin gue terseret mobil" keluh Aixa.

Saat ini dia melihat Anes dan Misha masuk mobil, namun dirinya di luar dengan kepala ke dalam dari jendela mobil.

"Ya itu masalah lo," ucap Misha tak peduli.

"Jalankan mobilnya Anes." lanjut Misha membuat Aixa melotot.

Aixa menatap Anes memohon dan menggelengkan kepalanya kencang, tapi melihat itu bukannya kasiuan Anes justru ber smirk jahil.

Brumm..

"Eeeeeee!!"

Anes menginjak pedal gas, akibatnya Aixa berlari dengan susah tapi akhirnya terseret juga.

Apakah ada manusia yang bisa lari menyamai kecepatan 40 km per jam?

Ckiittt..

Brukk.

"Anjim lu Nes" gerutu Aixa meringis kesakitan.

"Cepet masuk kalo gak pengen di tinggal," ucap Anes malas.

"Gue kesakitan elaah!" pekik Aixa, ia berusaha bangkit. Setelah Aixa masuk, Anes segera melajukan mobil karena jam sudah menunjukkan pukul 07:34 pagi.

***

Dugh..

Seseorang menabrak bahu kiri Misha tanpa sengaja, Misha meringis kesakitan menatap orang yang menabraknya tajam.

"Mata lo buta?" tanya Misha sinis.

"Dih, lu gak liat mata gue? Bisa pake soflen, artinya gak buta" ucap gadis itu menunjuk matanya.

Dugh..

Setelah Misha mengingat siapa gadis didepannya ini, ia menyikut tangan gadis itu, sehingga tangan gadis itu mencolok matanya sendiri.

"Argggg!!" pekik gadis ber name tag Caroline.

"Lo sengaja yah!?" bentak Caroline.

"Hn? Sengaja? Kurang kerjaan banget" ucap Misha bersmirk.

Ketiganya pergi tanpa memperdulikan kondisi Caroline, namun Anes menghentikan langkah Misha ketika hampir sampai dikelas.

"Darah lu keluar" Anes memberitahu.

Misha melirik luka di lengan kirinya dan menghela nafas, Aixa serta Anes saling bertatap mata untuk menentukan apa yang harus mereka lakukan.

"Lu istirahat aja gih, masalah Eva sama guru biar lu serahin ke kita" Aixa memberi saran.

"Haaah, yaudah. Nih" dengan pasrah Misha menyerahkan tas miliknya.

"Kalau udah istirahat ntar gue telfon," ujar Anes menerima tas Misha.

"Hm." dehem Misha menaiki tangga yang kebetulan berada disamping mereka.

Ceklekk..

Clakk..

Misha masuk dan mengunci pintu rooftop, sejenak ia memejamkan mata seraya menarik nafas panjang dan mengeluarkannya.

Misha mulai melangkah dan di sambut cahaya matahari pagi yang muncul, dia mendekati Sofa yang ada dipojokan rooftop dan duduk di sana.

Tesss.

Suara tetesan itu membuat Misha menoleh, darahnya mulai berjatuhan. Misha kembali berdiri untuk melepas almamaternya serta melemparkannya asal.

Misha berbaring di sofa lusuh itu dan memejamkan matanya, lebih baik memanfaatkan ketenangan ini untuk tidur kan?

Dia tak menyadari, ada seorang pria yang tengah merokok dibagian lain Rooftop. Pria itu sadar lebih dulu ketika Misha berbaring di sofa. Terlihat pria itu menatap Misha penuh selidik, setelah menghabiskan rokoknya dia menghampiri Misha dengan pelan.

"Kek pernah liat ni orang," gumam pria itu berfikir keras.

"Ah! Cewe yang nabrak gue di cafe dan dikantin!" seru pria itu tanpa sadar.

"Brisik!" ketus Misha, pria itu tampak terkejut saat mendengar suara Misha.

"Ngapain lo deket-deket?!" tanya Misha sinis ketika pria itu hendak duduk disamping nya.

"Ya pengen duduklah, ini kan sofa um--"

Belum selesai pria itu berbicara Misha sudah menempelkan kertas berlapis emas di sofa itu, tulisannya sangat jelas. MILIK MISHA!

"Yee, ini punya sekolah yah" kesal pria itu duduk tanpa memperdulikan Misha.

"Telinga lo bersih banget yah?" tanya Misha sarkas.

"Iyalah, orang setiap hari dapet pekikan dugong" sahut pria itu malas.

"Udah, anggap aja gue gak ada" lanjut pria itu, dia mulai asik dengan ponsel ditangannya.

Misha berdecak melihat pria tak bisa di suruh itu, dia membuka kancing seragamnya dan membuka perban yang dipenuhi darah.

"Tangan lu kenapa?" tanya pria itu penasaran.

"Dih, KEPO" ucap Misha menekan satu katanya.

"Orang nanya bener bener juga," gumam pria itu sambil mengerucut bibir. Misha mengabaikan pria itu dan fokus menarik perban yang belum dia dapatkan ujungnya.

"Ck, ini perban apa mumy sih!" gerutu Misha melempar perban itu kearah pintu rooftop.

Pletakk..

"Hilih! Lo ini! Perbannya sekarang kotor, tangan lu di balut pake apa bego?" tanya pria itu gemas setelah menjitak Misha.

"Eh?! Baru kenal aja udah main tangan?! Lu mau gue banting?!" tanya Misha murka.

"Syututut! Cukup biarin gue obatin luka lo"

ucap pria itu menyumpalkan sebuah kue ke mulutnya.

Tangan kiri Misha di tarik dan mulai diobati oleh pria asing ini, dia hanya terdiam sambil mengunyah kue besar yang masuk ke mulutnya.

"Luka lo lumayan parah, keknya kena pisau yah?" tanya pria itu.

"Hm" dehem Misha tak peduli, dia asik melamun setelah memakan kue itu.

"Btw, nama gue Adryan Dean Meshach. Ryan, kelas XI Ips 1" ucap pria itu menatap Misha, ketika selesai membalut luka Misha menggunakan saputangan miliknya.

"Adeera Mishall Mandres" ucap Misha singkat.

Misha berdiri dan menepuk nepuk roknya, setelah membersihkan roknya Misha melangkah pergi.

"Deera!" panggil pria bernama Ryan.

"Misha," ucap Misha.

"Maksudnya?" heran Ryan.

"Panggil gue Misha, bukan Deera" jelas Misha seadanya.

"Gak ah, yang lain kan manggil lo Misha. Gue pengen beda, jadi lo gue langgil Deera" tolak Ryan nyengir.

"Lo bisa manggil gue Dean, supaya sama duo D yang akan disatukan dalam pernikahan!"

ucap Ryan lagi.

Misha menatap Ryan malas, dia menerjab karna merasa bingung pria didepannya ini menggombal atau bicara ngawur.

"Terserah." ucap Misha dan beranjak.

"Bareng yak.." ucap Ryan, lagi lagi nyengir.

"Serah!" Misha pasrah karena capek sendiri menghadapi manusia satu ini.

Keduanya turun dari rooftop bersamaan dengan bel istirahat berbunyi, ponsel Misha berdering karena ditelfon seseorang.

"Mish sekarang ud--"

"Ya, gue tau kok. Ini lagi jalan ke kantin, lu semua susul ntar" Misha memotong pembicaraan Anes dan mematikan telfonnya secara sepihak.

"Siapa?" tanya Ryan kepo.

"Pacar gue," jawab Misha tak peduli.

Warga sekolah heboh ketika melihat Misha dan Ryan jalan bersama, namun pembicaraan mereka tak difahami dua sejoli itu. Yang bisa Misha tangkap hanyalah dua balok es lagi jalan bersama. Misha kembali memikirkan sifat Ryan tadi di rooftop, sangat jauh dari kata dingin kan?

Degh..

Mata Misha dan Ryan bertemu selama beberapa detik, sebelum Misha mengalihkan pandangannya.

Dingin darimana nya sih.?__gumam Misha dan Ryan dibatin.

Seperti jodoh saja dua remaja itu begumam sama persis, beberapa kali mereka saling lirik melirik karena penasaran.

Sebelum, bencana datang.

Bugh..

***

avataravatar
Next chapter