15 Misha marah

Sringg

Kerutan di kening Misha tak dapat disembunyikan olehnya, saat Eva menatapnya terus menerus dari tadi.

"Ck, kenapa lu natap gue segitu nya?" tanya Misha akhirnya.

"Hn.? Gapapa, pengen aja" ujar Eva santai tanpa mengalihkan mata nya dari wajah Misha.

"Muka gue aneh?" tanya Misha memastikan.

"Kaga, gaada yang aneh di muka lu" jujur Eva.

"Ya terus ngapa lu liatin mulu?!" bentak Misha gemas sambil melempar novel tebal miliknya ke meja.

"Dih, orang ngeliatin lu masa salah? Mata mata gue juga" sungut Eva.

"Haaah"

Misha mengalah dan berusaha fokus membaca novel miliknya, namun tak bisa. Eva menatapnya dengan sangat intens, siapa saja akan risih jika ditatap seperti itu.

"Gaada kerjaan?" tanya Misha.

"Hmm"

Eva mengangguk guna membenarkan, melihat itu Misha segera meraih ponselnya dan menelfon seseorang.

"Datang kemari dalam 1 menit!" titah Misha.

"T-tapi Miss--"

"Gaada tapi tapi-an, sekarang!" tukas Misha mematikan telfon.

"Lu gangguin orang lagi kak?" tanya Eva tak percaya.

"Dih, suka suka gue lah. Kan kelakuan gue bukan kelakuan lu, jan kepo deh" decih Misha tak senang.

Mata biru Eva melotot kaget, mulutnya terbuka lebar dan menatap kakaknya guna memastikan. Suara deru mobil dari luar menarik perhatian Eva, ia menoleh ke pintu. Dari luar Lucas masuk dengan nafas ngos-ngosan, Eva heran kenapa anak buahnya itu ada di sini.

"Lucas? Kenapa lu ada di sini?" heran Eva, mengutarakan isi hatinya.

"Ah, Miss Eva ada di sini?" tanya Lucas kaget.

"Ya jelas lah, ini kan rumah ortu gue" tandas Eva membuat Lucas terdiam.

"Bawa Eva pergi jalan jalan," suruh Misha singkat.

"Maaf?" tanya Lucas memastikan.

"Bawa Eva pergi, gemes pen nabok gue kalo dia di sini terus"

Misha berkata sangat jujur pada Lucas, namun tampak nya perkataan Misha sama sekali tak ditangkap oleh keduanya.

"Ajak Eva ke mall, seharian kalau perlu. Faham Lucas?" tanya Misha sambil setengah mati menahan emosi nya.

"Ah! Baik Miss!" seru Lucas seraya menarik tangan Eva keluar.

Eva yang masih memikirkan maksud perkataan sang kakak pun tak sadar kalau tengah ditarik keluar.

Akhirnya ketenangan ini berhasil ku dapat kan__puas Misha dibatin.

Eva hari ini rada rada gila yah__jujur Lezzy setelah menyaksikan drama barusan.

Bukan rada lagi, emang gila. Mungkin karena lelah mengejar Sharel, eh.. Shal.. eh? Shak apaan?__tanya Devi panik.

Well, karena terlalu lama tenang akhirnya Misha dan Lezzy bisa menyaksikan seorang Devi panik seperti sekarang. Walau bukan hal yang penting, setidaknya mereka berdua bisa melihat wajah panik seorang Devi.

Aekhem, sepertinya pekerjaan rumahku belum selesai__terang Devi setelah berdehem.

Lezzy, mari bantu gue bersihin rumah__ajak Devi.

Gak ah, mager.. Capek tau__tolak Lezzy mentah mentah.

Devi berdecak kesal, ia menyeret Lezzy tanpa memberi waktu untuk nya merespon. Misha mengabaikan Lezzy meski terlihat meraung-raung minta tolong padanya.

"Apa waktu tenangku baru di mulai?" gumam Misha percaya diri.

Ia tersenyum bangga karena berhasil mengusir adiknya yang menjengkelkan itu, membuka novel guna kembali membaca. Namun ketenangan itu kembali di ganggu oleh dering ponsel, mata nya menatap jengah layar ponsel iPhone yang terletak di sampingnya.

"Baru gue mulai, udah ada yang ganggu aja. Ngeselin!" bentak Misha kesal.

Dengan segera ia mengangkat telfon dan bertanya ada apa gerangan jadi menghubungi dirinya.

"Temenin abang kumpul sama temen yuu" ajak Ares di seberang.

Flaresta Palvind Mandres, atau yang akrab di sapa Ares. Adalah pria berusia 18 tahun yang notabene nya adalah kakak Misha dan Eva.

"Ck, gue sibuk bang.. Emang gaada pacar apa?" tanya Misha mengeluh.

"Gaada dedek gemes nya abang, males ih punya pacar yang suka abang" keluh Ares balik.

"Lah? Jadi abang pengen punya pacar yang gak suka sama abang gitu?" tanya Misha.

"Yap, anti mainstream kan?" tebak Ares sombong.

Ini abang gue bego atau gimana sih? Mana ada cewe yang mau jadian sama cowok yang gak dia sukai? dasar aneh__Misha menghardik Ares didalam batin.

"Gue sibuk" ujar Misha singkat, padat dan jelas.

"Gue beliin coklat deh, temenin ya?" tawar Ares.

"Gak" kekeuh Misha.

"Em gue beliin hoodie!"

"Gak"

"Baju, baju!"

"Gak"

"Boneka!"

"Eenggaak"

"Kasur?!"

"Bang, ngapain beli kasur? Kan udah punya?"

keluh Misha pusing sendiri.

"Ah! Novel!" seru Ares terdengar sampai ruang tengah, dimana Misha berada.

Mendengar suara sang abang Misha menengadah dan menyipit kan mata untuk melihat disela sela pembatas tangga.

"Gue biasa nyewa penulis sendiri," balas Misha acuh tak acuh.

"Akhh! Terus apaan dong" rengek Ares frustasi.

"Diem dan gak usah pergi." saran Misha.

"Tapi masalahnya ini temen tongkrongan gue, gaenak Misha" rengek Ares.

"Dih, kek bocah jirr.. Yaudah, tapi kalo temen temen lu pada freak, jan salahin gue kalo tulang mereka patah" terang Misha terlebih dahulu.

Ares yang memiliki sifat lola sama seperti Eva pun meng-iya-kan, padahal jelas jelas teman tongkrongannya pada bar bar semua.

Beberapa menit kemudian Ares turun dengan gaya casual, ia melirik Misha yang masih asik dengan novelnya dan berdehem.

"Gak ganti baju dek?" tanya Ares membuat Misha meletakkan novelnya.

"Cuma ke tongkrongan kan? Kek gini pun udah cukup" ujar Misha ke lebih santai.

Dia mengenakan hoodie besar dan celana jeans longgar, rambutnya yang terurai dan sebuah kacamata minus terpasang diwajahnya.

"Gak ngaca atau cuci muka dulu?" tanya Ares memastikan.

"Ck, biar gak ngaca pun gue dah cantik. Cuci muka? Dikira baru bangun tidur apa" gerutu Misha.

"Oke oke, tapi lu yakin mau keluar dengan rambut kek gitu?" tanya Ares lagi.

"Haah"

Misha memasang kupluk hoodie dan mengikatnya di bawah dagu menggunakan tali hoodie itu sendiri.

"Puas?" tanya Misha dingin.

Ares mengangguk dan nyengir, ia segera beranjak menuju motor guna memanaskan mesin motornya.

"Bi! Kalo Mom, Dad atau Eva nyariin bilang lagi traveling!" seru Misha kencang.

"Kuy" ucap Misha setelah duduk dikursi belakang motor Ares.

"Kok lu bilang traveling? Kita kan cuma ke angkringan tempat anak tongkrongan gue kumpul?" heran Ares.

"Cot, bacot bacot bacot bacot cott!" seru Misha ditelinga Ares dengan nada yang khas.

Ares meringis saat merasa gendang telinga nya hampir pecah, setelah rasa sakitnya berkurang, Ares menjalankan motornya.

"Wee, Res! Napa lu baru dateng!?" seru sekumpulan pria saat motor yang dikendarai Ares berhenti sempurna.

Misha turun dan memastikan dengan seksama teman dari abangnya itu, keningnya berkerut tak senang saat melihat beberapa dari mereka merokok.

Duagh..

Tanpa bicara Misha menendang mereka yang merokok, Ares meringis melihat kelakuan bar bar adiknya dan berusaha menenangkan Misha.

"Gue gasuka abang gue punya temen kek lo pada!" desis Misha.

"Lah anyi*k! Gue gak salah apa apa jir!" bentak salah satu pria yang ditendang Misha.

"Kalau abang gue ikutan merokok awas lu pada!" kecam Misha.

Srekk..

"Heh! Bit*h, lu baru dateng udah main hajar orang aja.. Pengen gua kasih pelajaran?"

tantang gadis yang menarik kupluk hoodie Misha keras.

"..."

Misha hanya menerjab dan memperhatikan beberapa helai rambutnya yang terlihat ditangan gadis itu.

Ia menghela nafas serta memijit pangkal hidungnya, Misha melirik abangnya sebentar dan lagi-lagi menghela nafas.

Plakk..

"Rambut gue rontok sial*n!" desis Misha.

Semua orang shock, mereka tak percaya gadis seperti Misha bisa menampar gadis tadi sampai terjungkal dan pingsan.

***

avataravatar
Next chapter