19 Mencoba Percaya

Setelah di obati Misha langsung meloncat mendekati senjata yang baru saja dibawa Richard, mata nya berbinar senang dan menyentuh sudut demi sudut senjata itu.

"Akhirnya aku bisa mempelajari NLAW,"

Misha bergumam senang dan memeluk senjata itu erat, Eva berdecak melihat kelakuan sang kakak pun menariknya menjauh.

"Iih! Eva! Lu ngapain sih?" tanya Misha tak suka.

"Lu baru aja diobatin, malah main sama senjata kek gini," gerutu Eva.

"Tapikan gue gak sabar bikin yang kek gini,"

Misha tampak tak ingin mengalah dari Eva, ia masih memandang senjata itu dengan mata berbinar.

"Kalo lu gak istirahat, ini senjata gue buang!" kecam Eva.

"Ahhh! Baiklah!"

Misha terpekik kesal, ia membanting dirinya sendiri ke kasur dan memejamkan mata. Namun tak bisa, Misha berbaring tak tenang di sana. Mengeluh selimut nya tak cukup hangat lah, bantal yang ke kecil an lah, kasur yang tidak empuk lah. Intinya Misha terlihat tak tenang di kasurnya.

"Kak, istirahat aja napa.. Gue gemes pen lemparkan lu ke jurang kalo kek gini mulu,"

Ungkap Eva jujur, kakaknya memang akan bersikap seperti itu jika menemukan mainan baru. Misha tak akan tenang sampai ia membongkar dan mempelajari nya sendiri.

Srekkk..

Richard bertindak tanpa berkata apa-apa, ia menyuntikkan sebuah cairan ke lengan Misha. Akibatnya Misha pingsan, Richard bernafas lega dan membuang bekas suntikan nya ke bak sampah.

"Kau.. Menyeramkan bang Richard,"

Eva mengungkap perasaanya sambil mundur menjauhi Richard, anak buah kakaknya itu menyeramkan. Bagaimana bisa dia menyuntikkan sesuatu pada bos nya sendiri!

"Maksud anda menyeramkan bagaimana? Saya tidak melakukan sesuatu yang sadis," ujar Richard keheranan.

"Memang tidak sadis, tapi ngeri! Masa bisa-bisa nya lo nyuntik kakak gue se-percaya diri itu?!" pekik Eva frustasi.

"Biasanya jika Miss Misha bersikap seperti tadi, saya akan menyuntikkan obat tidur padanya Miss," ungkap Richard.

Eva menatap Richard horor, berarti sudah berapa kali anak buah kakaknya itu menyuntik seperti tadi? Dia kasian pada kakaknya, jika target suntikan Richard meleset.

"Tapi karena hari ini beliau melihat senjata 'NLAW', kebahagiaan Miss Misha bertambah. Sehingga saya bisa lebih mudah menyuntik nya,"

Richard berucap sambil memejamkan matanya, memang hari ini bos nya sedikit menghilangkan kewaspadaan. Jika menjalankan misi biasanya Misha tak pernah menghilangkan rasa waspada, membuat Richard kesusahan menyuntik Misha.

Bisa saja ia terlempar saat ingin menyuntik Misha tadi, tapi sepertinya ia beruntung hari ini. Luka bekas samurai Misha saja masih tercetak jelas di dada nya, itu adalah luka yang baru-baru ini terbuat saat Richard hendak menyuntik Misha.

"Baiklah, karena Miss sudah tidur. sebaiknya anda istirahat," ucap Richard sambil menaikkan selimut Misha.

"Baiklah, aku istirahat dulu. Tolong jaga kakak ku," balas Eva melangkah pergi bersama Lucas.

***

Kekehan renyah Misha terdengar dari dalam mobil, saat ini mereka tengah dijalan menuju mansion keluarganya. Eva berdecak sebal mendengar kekehan Misha yang semakin lama semakin menjadi itu.

"Hentikan tawa menyebalkan lo itu, dan kenapa lu membawa senjata berbahaya itu ke mansion?!" tanya Eva hampir terpekik.

"Gue ingin membongkarnya di kamar, jadi tak ada yang aneh," jawab Misha santai.

"Bagaimana lp membawa senjata besar itu masuk? Dad dan Mom pasti bertanya-tanya!" omel Eva.

"Lo tenang saja, gue akan menyuruh bang Richard menyerahkan ini melalui balkon kamar,"

Misha berkata dengan santai sambil mengelus senjata dibelakangnya, ia senyum senyum sendiri dibuatnya. Begitu sampai di mansion, senyum Misha luntur. Ia melihat Ryan tengah bersandar pada mobilnya di depan Mansion, Sedang apa dia di sini? Fikir Misha heran.

"Va, bawa in kesayangan gue ke kamar yak. Dean keknya nungguin gue," ujar Misha sambil menatap Ryan.

"Oh? Ooke, gak jamin aman sama gue sih," ucap Eva menatap senjata Misha aneh.

"Kalo lu apa apain dia, hmm!"

Misha mengepalkan tangannya didepan wajah Eva, setelah merasa puas mengancam Eva. Ia membuka pintu mobil dan menghampiri Ryan.

"Dean, kok di sini?" tanya Misha.

Ryan segera menegakkan diri, terlihat sangat jelas raut bahagia Ryan saat melihat Misha. Ia salah tingkah sendiri karena Misua menatapnya intens.

"Ah Deera, akhirnya kamu pulang" ucap Ryan senang.

"Kamu sedang apa di sini?" tanya Misha lagi, membuat Ryan meringis.

"Seperti yang ku janjikan, ayo kita jalan bersama," kata Ryan dengan senyum terpampang.

"Hmm, kalau begitu ayo masuk dulu. Gak mungkin baru dateng udah main keluyuran kan?" canda Misha di sambut gelak tawa Ryan.

Keduanya memasuki mansion keluarga Mandres dan langsung di hadang oleh Mom, serta Ares.

"Lho, Misha? Kamu punya pacar?" tanya Mom shock.

"Hmm, mungkin?"

Bukannya menjawab dengan penuh kepastian, Misha malah menjawab dengan ragu. Ares berdecak melihat kelakuan adiknya, ia menatap Ryan intens dan bergumam.

"Dia pacar Misha? Boleh juga,"

"Tunggu bentar yak, pen mandi dulu," terang Misha dan berlari naik, meninggalkan Ryan yang kaget karena di tinggal Misha.

"Ayo jangan sungkan, selama Misha mandi tolong jawab pertanyaan kami yah.." ucap Ares tersenyum seram.

Sepertinya aku dalam bahaya__gumam Ryan berkeringat dingin.

***

"Dean ayo berang--"

Ajakan Misha terhenti saat melihat Ryan seolah tewas di sofa, ia berlari menghampiri Ryan dan bertanya pada Ares serta ibunya.

"Dean kenapa Mom? Bang?" tanya Misha panik.

"Gatau dek, cuma di tanya seputar remaja aja gak bisa jawab" Ares menggidikkan bahunya.

"Sepertinya mental pacar kamu lemah Nak," sambung Mom terkekeh, Misha menatap ibu dan kakaknya dengan tatapan memicing.

"Mom sama abang, gak jahil kan?" tanya Misha dijawab gelengan oleh keduanya.

"Kamu sudah siap kan? Sana pergi, kenapa malah berlama-lama di sini?" tanya Mom mempersilahkan Misha dan Dean untuk pergi.

Misha inginnya seperti itu, namun Ryan tampak shock sejak ia tinggalkan ke kamar. Misha sekarang curiga dengan apa yang dilakukan kedua orang tersayangnya itu.

"Dean, jadi gak sih?" tanya Misha memastikan.

"Jadi, jadi kok.. Ayo" ajak Ryan bangkit dan melangkah keluar.

Setelah melihat Ryan keluar dengan tatapan kosong, Misha menatap ibu dan abangnya tajam. 'Apa yang mereka tanyakan sehingga Ryan menjadi seperti itu?' Batin Misha bertanya-tanya.

"Aku akan mengawasi kalian berdua," ucap Misha dan menyusul Ryan.

"Apa yang diawasi dari kita berdua?" tanya Mom bingung.

"Entahlah Mom, Misha aneh," balas Ares.

Mereka saling bertatap mata dan terdiam, secara tiba-tiba kedua nya terbahak sampai air mata mereka berjatuhan.

"Kamu emang anak Mom, Ares!" seru Mom bahagia.

"Kalau bukan anak Mom, aku anak siapa?" tanya Ares kelakar.

Slipp..

Setelah mendengar ucapan Ares, kebahagiaan Mom seolah terenggut. Ia menatap Ares horor dan bertanya dengan nada menyeramkan.

"Kamu nuduh Mom selingkuh dari Dad, Ares?" tanya Mom.

"Eh?! Enggak Mom! Sumpah!" pekik Ares panik.

***

"Kita mau kemana Dean?" tanya Misha yang masih berusaha menyamakan langkah lebar Ryan.

"..."

Ia tak mendapat jawaban dari Ryan yang masih melongo sendiri, Misha menghela nafas saat Ryan dengan sendirinya memasuki mobil Lamborghini aventador.

"Dean, kita mau kem--"

Brumm..

***

avataravatar
Next chapter