2 Eva dan Misha

Hosh

Hosh

Hosh

Nafas gadis berkuncir dua terdengar tidak stabil, dia menunduk dan mencoba mengatur nafasnya. Keringat berjatuhan dari tubuh, itu membuktikan dirinya benar-benar kelelahan.

Gadis itu baru saja selesai lari keliling komplek sebanyak 20 putaran, sebelum dia lari keliling komplek, ia sudah memutari komplek dengan membawa ban besar yang beratnya bisa mencapai 50 kg.

Melihat gadis itu berlalu lalang membawa ban berat, para tetangga nya melihat gadis itu dengan kasihan. Sebenarnya, pemandangan seperti ini sudah biasa bagi mereka. Itu karena, kakak gadis itu setiap pagi melakukan kegiatan serupa dengan yang dia lakukan hari ini.

"Lama amat, lu siput apa manusia sih?" tanya gadis berkuncir satu, dia tengah bersandar di pohon rindang depan gerbang mansion besar.

"Kaga kak. Gue monyet," gadis berkuncir dua berkata dengan asal, ia melempar ban berat itu ke sembarang arah. Gadis ber kuncir 1 mengangguk paham, "Oh monyet toh, pantes lelet. Biasanya kan monyet bergelantungan, kalau gitu besok lo harus bergelantungan sambil membawa ban itu."

Mendengar ucapan sang kakak, mata gadis berkuncir dua melotot tak percaya. Apakah dia salah dengar? "Lo becanda kan kak?" tanya gadis berkuncir dua tak percaya, kakaknya itu sering tak memikirkan apa yang dikatakan olehnya.

Srekk

Hap

"Menurut lo, ini becanda?" tanya gadis berkuncir satu balik, tentu saja setelah mengangkat ban seberat 50 kg dan membawa nya bergelantungan dipohon rindang tadi.

Gadis berkuncir dua itu melotot dan meringis melihat kakaknya bergelantungan di dahan pohon, pasalnya satu tangan kakanya memegang dahan pohon dan satunya memegang ban berat itu.

Urat urat lengan kakaknya mengencang, membuat otot luar biasa milik kakaknya terlihat dengan jelas.

Buk

Setelah melempar ban itu dengan santai, gadis berkuncir satu meloncat. Ia membersihkan kedua tangannya yang agak kotor karena memegang ban besar.

"Bisa kan?"

Tanya Gadis berkuncir satu mengangkat sebelah alisnya, smirk kemenangan terpampang jelas di wajahnya.

"Lo emang bisa kak, beda cerita kalau gue kek gitu. Yang ada lengan gue lepas dari bahu," ketus gadis berkuncir dua mengalihkan pandangannya, menatap kakaknya pun tak bisa membuatnya menang.

"Alasan, jika kau tak mampu mengatasi hal yang se mudah ini. Bagaimana kau mengurus Black Moonlight?"

Tanya gadis berkuncir satu tegas. Dia seperti ini juga demi adiknya, jika ia tidak menegaskan Clan yang sudah didirikan. Bukannya membantu yang ingin mereka melindungi, bisa saja Clan itu malah menghancurkan yang ingin mereka lindungi.

"Jika anggotamu melihat pemimpin mereka lemah, maka kemungkinan pemberontakan akan benar benar terjadi. Jika dilihat sekarang presentasi mereka berontak sebesar 80%, kalau saja Lue, Sera dan Lucas tidak ada maka presentasi mereka berontak naik jadi 95%," jelas gadis berkuncir satu sambil bersidekap, menatap adiknya tegas.

"T-tapikan—"

"Sudahlah, kita bahas ini nanti. Sekarang pergilah ke komplek Mekar Jaya dan ambilkan pesanan gue dirumah no 22."

Gadis berkuncir satu menyuruh adiknya, ia tampak tak perduli dengan perasaan adiknya. Bukannya tidak perduli, dia memang tahu bagaimana perasaan adiknya karena merasakan perasaan batin adiknya.

"Jalan kaki!"

Gadis berkuncir satu berkata penuh penekanan, ia menatap gadis didepannya dengan tajam.

"Haa?! Tapikan komplek Mekar Jaya berjarak 3 komplek!" pekik gadis berkuncir dua frustasi. Gadis berkuncir satu berkata dengan malas, "Lakukan saja, lagian lo kan babu gue untuk sebulan kedepan."

"Ini tidak dapat diterimaaa!" pekik gadis berkuncir dua merengek, ia melancarkan aksi berguling di jalan.

Gadis berkuncir satu menatap kelakuan sang adik yang tengah berguling guling dijalan malas, dia menghela nafas melihat kelakuan childish dari adiknya.

"Mau merengek sebanyak apapun tidak akan membuahkan hasil, lo kalah. Terimalah kenyataan itu!" tegas gadis berkuncir satu kesal.

"Tapi lo menang karena curang! Gue gak terima itu!" pekik gadis berkuncir dua, dia masih guling guling dijalan dan tidak terima dengan keputusan kakaknya.

"Dalam perlombaan selama tidak membuat lawanmu gak bisa berlari itu dibolehkan, kecurangan atau keadilan jika sudah menang maka akan tetap saja menang."

Kata gadis berkuncir satu terdengar menerangkan, adiknya itu dibuat bungkam sejenak untuk memikirkan kalimat yang kakaknya ucapkan.

"Hilih! Gue gak pernah denger yang begituan yah!" protes gadis berkuncir dua, setelah mengetahui apa maksud kakaknya. Gadis berkuncir satu menjawah dengan serius, "Ada kok, kamus gue dengan jelas tertulis seperti itu."

"Dih, pokoknya gue gak terima!" tolak gadis berkuncir dua. Mendengar adiknya menolak, ia tersenyum. "Lo mau koleksi kesayangan dikamar gue bakar?"

"Ancaman lu garing kak," gadis berkuncir dua itu sudah sangat malas dengan ancaman kakaknya. Gadis berkuncir satu menjawab, "Oh, yaudah. Gak ada steak dan yogurt stroberi untuk hari ini sampai sebulan kemudian."

"Eeeh! Iya iya ah, gue pergi dulu. Selamat tinggal lemak perut!" seru gadis berkuncir dua dan pergi ke arah barat.

"Mengusili adikmu lagi, Misha?" tanya pria yang berusia 70 tahun muncul dari balik gerbang.

"Enggak kok Grandpa," jawab gadis berkuncir satu dan berjalan mendekati sang kakek.

"Halo Grandpa, apa kabarnya?"

Gadis berkuncir satu bertanya dengan suara yang berbeda dari sebelumnya, itu adalah sosok yang bersemayam di dalam diri gadis berkuncir satu.

"Ah, Lezzy? Baik, perasaan tadi malam kamu nanyain kabar Grandpa juga," heran Grandpa dan mengelus kepala gadis berkuncir satu yang ternyata Misha.

"Hehe, gak papa. Pengen nanya lagi ajaa," ujar Misha nyengir.

Auranya sungguh berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya aura Misha terasa misterius dan berbahaya, kini aura nya sungguh ceria, meski tersemat bahaya di sana.

"Grandpa maafkan Lezzy, aku akan memberinya pelajaran," ucap Misha dengan suara berbeda lagi. Grandpa tersenyum, "Tidak apa Devi, jangan terlalu keras padanya oke."

Aura dari Misha sekarang kelam dan gelap, jujur saja Grandpa bahkan ketakutan jika bertemu Devi. Tentunya Devi sendiri tahu hal itu, makanya dia hanya bicara sebentar dan kembali memberikan alih tubuh pada Misha.

"Kata Devi maaf membuat Grandpa ketakutan," terang Misha terkesan lelah. Melihat sang cucu kelelahan, Grandpa berinisiatif, "Kau pasti lelah, ayo masuk dan tunggu Eva kembali."

Meski Misha berhasil berteman dengan Alters nya, tentu saja ada baik dan buruknya bagi dia dan tubuhnya. Terkadang tubuhnya menjadi lemas saat di ambil alih oleh mereka berdua, memaksa tubuh mengeluarkan aura yang berbeda juga menyakitkan.

Kelebihannya, jika dirinya sangat lelah atau malas. Dia bisa bertukar tempat, kekuatan mereka juga tak bisa di anggap remeh.

Lezzy adalah gadis ceria berumur 16 tahun, dia meninggal karena penghianatan pacarnya. Dia adalah seorang gadis psycho. Sedangkan Devi adalah wanita pendiam dan dingin, dia meninggal di umur ke 25 tahun karena penghianatan anggota nya.

Yap, Devi adalah seorang pendiri sebuah mafia bernama Devil Zersso. Oleh karena itu lah dia sangat senang saat bangun di dalam tubuh Misha, dia telah menghancurkan Devil Zersso menggunakan tubuh Misha.

"Tidak apa Grandpa. Hanya sedikit pusing karna Lezzy tak mau diam."

Misha berusaha menenangkan sang Grandpa dengan senyum yang tercetak diwajah cantiknya.

"Yak! Kak, lo mesen apaan?! Berat banget!"

Tiba-tiba terdengar pekikan dari arah belakang, Misha menoleh untuk melihat apa yang dilakukan adiknya. Eva terlihat membawa beberapa kardus berat di tangannya.

"Bawa masuk aja, ntar lu tau sendiri."

Putus Misha masuk bersama Grandpa di ikuti Eva dengan susah payah, kardus yang di bawa nya itu sangat berat.

"Ayo masuk dan istirahat Eva," Grandpa mengajak Eva masuk, membuat Eva nyengir.

"Syiaap Grandpa!" pekik gadis berkuncir dua.

*Ruang makan

"Mana pesanan gue?" tanya Misha pada Eva yang baru selesai mandi. Eva duduk di atas meja sambil mengeringkan rambutnya, "Di ruang tengah,"

"Ambilin!" suruh Misha cuek sambil menyalakan kompor.

"Ambil sendiri, capek." seloroh Eva ikutan cuek.

"Ck, Evaa" panggil Misha malas.

"Ck, Kak Mishaa" panggil Eva balik.

Misha menatap Eva datar, aura nya mengatakan dia tidak senang dengan kelakuan Eva sekarang.

"Apa?" tanya Eva bersikap seolah tak faham.

"Haah..." Misha menghela nafas kesal dan beranjak pergi.

Tak lama Misha membawa dus besar dan mulai membukanya, Eva terlihat penasaran namun tidak mendekat, walau dia kembaran Misha itu tidak menjadikannya bebas berbuat apa saja kan.

Aroma yang keluar dari kotak kotak yang Misha keluarkan membuat Eva duduk tegak.

Daging!__seru Eva di benaknya.

Misha melirik Eva yang kini bengong dengan mulut terbuka. Seolah tahu apa yang di pikirkan Eva, Misha berkata. "Jangan harap lo dapat bagian Eva."

"T-tapi tadi gue yang ngambilin paketnya!"

ucap Eva tak setuju.

"Tapi tadi lo gak mau ambilin pesanan gue. Udah diem, hari ini lo makan salad aja" Misha berkata dengan ketus.

Misha memasukkan 3 steak ke teflon, seketika aroma khas nya menyeruak keseluruh penjuru Mansion.

"Waah, harum sekali," celetuk Grandpa yang datang dengan Grandma.

"Misha masak Steak Grandma, Grandpa." terang Misha tersenyum tipis.

Tak lama steaknya telah matang, Misha menyajikan nya dan meletakkan didepan mereka berdua. Dia juga meletakkan salad dihadapan Eva, adiknya itu menatap Misha tidak percaya melihat kelakuan sang kakak.

"Lho? Misha, kenapa Eva makan salad aja?"

tanya Grandma.

"Kak Misha—"

"Dia harus diet ketat Grandma. Liat lemak perut yang menari riang diperutnya itu, menjijikan," sela Misha membuat Eva terperangah dan reflek memegang perutnya.

Yang sabar yah perut__ucap Eva dalam benak sambil mengelus perutnya sedih.

***

avataravatar
Next chapter