8 Bab 8/Dicintai dan Mencintai

Sarah kini duduk menunggu jemputan dari Mamanya. Ia terpaksa pulang sedikit lebih lama karena menghabiskan waktunya di ruang BK, atas keinginannya sendiri. Ia memilih menunggu di tepi lapangan, dari sana ia masih bisa melihat keadaan depan pagar. Jaga-jaga kalau Mamanya sudah tiba.

Sarah duduk di bangku panjang tempat biasanya para murid menonton pertandingan basket. Bukan tanpa alasan, hanya saja tempat itu adalah tempat terdekat dengan pagar.

Sarah menunggu dengan sesekali menggoyangkan kedua kakinya melawan kebosanan. Tak lama kemudian, sebuah bola basket menggelinding di kakinya. Sarah menghentikan bola tersebut dengan kakinya.

Gadis berkuncir itu menatap bola di kakinya. Dan detik berikutnya, ia mengambil bola basket itu dan menatapnya lama. Sarah menggenggam dan menatap dengan lekat. Entah kenapa, ia merasa dirinya seperti terikat dengan bola basket. Tapi, Sarah mengakui jika ia sama sekali tidak bisa bermain bola basket. Itu terbukti ketika dirinya tidak dapat melakukan dribbling atau pun passing pada bola basket ketika pengambilan nilai olahraga.

Sarah tetap menatap bola tersebut lama, hingga bola itu diambil dari tangannya dari cepat. Sarah kaget dan menatap pelaku yang menarik bola basket tersebut.

"Bola kesayangan gue hanya gue yang boleh pegang." ucap sang pemilik bola sembari mengelus-elus bolanya tanpa menatap lawan bicaranya.

Sarah menegadah menatap orang tersebut "oh maaf, saya cuma ngambil dari lantai."

Zafran yang merasa familiar dengan suara tersebut, kini menoleh menatap Sarah. Zafran memutar kepalanya melihat sekeliling lapangan sekolah. Tidak ada seorang murid pun kecuali satpam dan para anggota basket.

"Lo masih di sini?" tanya Zafran. Seketika Sarah pun sadar jika pemilik bola itu adalah Zafran yang makan bersamanya di kantin tadi.

Sarah hanya mengangguk lemah sebagai jawabannya.

Zafran berdehem keras, lalu menaruh bolanya di samping pinggang. "gue udah buat peraturan tidak tertulis, kalau menyentuh bola gue akan dikenakan sanksi dengan mentraktir gue jus jeruk di kantin." peringatnya.

"Tapi, karena peraturannya baru gue sah kan beberapa detik yang lalu. Jadi lo, gue biarin."

Tanpa sadar, Sarah mengulum senyumnya. Merasa lucu dengan yang diucapkan oleh Zafran.

"Kenapa lo selalu tertawa ke gue? emang wajah gue kayak teletubbies?" tanya Zafran sambil memegang wajahnya, takut ada yang salah di sana.

Sarah tersadarkan, dan langsung menggelengkan kepalanya kepada Zafran, sebagai isyarat jika tidak ada apa-apa.

"Meski lo nggak akan ingat untuk seterusnya, gue akan tetap memberitahu peraturan tadi walau itu cuma sia-sia buat lo," Zafran menjelaskan. Dan diangguki oleh Sarah.

"Kalau gitu, gue mau latihan." Zafran berbalik untuk kembali ke lapangan. Baru satu langkah, Zafran langsung menghentikan niatnya untuk meneruskan jalannya. Cowok itu kini berbalik kembali menatap Sarah. Membuat sarah kebingungan sendiri.

"Ma..masalah itu," ucap Zafran ragu ragu "lo ada masalah apa sampai masuk BK?" tanyanya pada akhirnya. Jujur, Zafran penasaran akan hal itu sedari tadi.

"Saya nggak ada masalah," jawab Sarah.

"Terus ngapain? nggak mungkin mintak sembako." Tanya Zafran merasa belum puas.

Sarah berfikir untuk memilih kata-kata yang bagus. Setelah cewek itu berdehem panjang ia menatap Zafran. "Saya cuma menjalankan tugas saya semasa hidup,"

"Hah?" Zafran berfikir keras.

Sarah mengangguk "ya, saya membantu orang yang nggak salah."

"Maksud lo, bantu cewek yang dibully di kantin tadi?" tanya Zafran nggak santai.

"iya, saya hanya menceritakan yang sebenarnya pada guru."

Zafran sontak duduk dengan cepat di samping Sarah, ia menatap Sarah takjub sambil menunjuk-nunjuk ke arah ruang BK.

"Hidup lo terlalu santai untuk masuk ke sana dengan senang hati,"

"Saya hanya melakukan yang menurut saya benar" bela Sarah pada dirinya.

"Jadi, gimana cara lo membuktikan kalau cewek tadi nggak salah?" tanya Zafran tidak sabaran.

"Saya menyaksikan sendiri kalau cewek itu nggak apa-apain makanan punya Kakak kelas yang galak itu." jelas Sarah.

"Buktinya?"

"Di saat saya mengambil makanan secara bergiliran di kantin, cewek berkacamata itu ada di samping saya. Saya ingat setiap dia di sajikan makanan oleh Penjaga di sana. Setiap langkah dan makanan yang ia terima, saya lihat dan ingat. Bahkan dia langsung pergi tanpa menambahkan merica setelah nampannya terisi."

"Itu belum cukup bagi gue," tolak Zafran masih belum puas.

"Saya juga tidak sengaja mendengar pembicaraan Kakak kelas tadi dan temannya yang lain ketika mereka jalan di samping saya. Saat itu saya sedang berdiri mencari meja kosong, dan saya dengan jelas mendengar rencana jahat Kakak kelas itu."

Mendengar penjelasan panjang lebar Sarah, Zafran pun ikut semakin penasaran "jadi, gimana kakak itu masukin merica ke dalam makanannya sendiri?"

"Saya lihat saat saya duduk di meja dan makan dengan kalian. Kakak itu mengeluarkan merica dari saku rok nya, dan menaburkan dengan hati-hati pada sup wortelnya. Lalu memberi merica itu pada temannya yang lain, supaya nggak ada yang tahu kalau dia yang bawa."

"Setelah itu, kakak itu tersenyum sinis dengan mengangkat sudut bibirnya bagian kiri dan memutar- mutar bola matanya dua kali."

Zafran sontak menutup mulutnya dengan tangan. Matanya membulat takjub. "Lo merhatiin dia sampai segitunya?"

Sarah menggeleng "saya nggak merhatiin!"

"terus?"

"Saya hanya nggak sengaja merhatiin. Karena, setiap langkah kecil yang dilakukan oleh seseorang, membuat otak saya dengan sendirinya mengingat."

Zafran menghela nafasnya lemah dan menatap sendu ke bawah "memang ya ingatan orang amnesia ini sangat luar biasa? gue yakin, semut jalan berapa langkah aja dia tahu." kagum Zafran tidak henti-henti.

Zafran kini menatap kembali pada Sarah. "jadi, guru percaya sama lo?"

Sarah mengangguk "guru sudah tahu kondisi saya, dan mereka lebih percaya dengan saya daripada yang lain."

Zafran mengangguk mengerti. Mungkin berada di posisi Sarah ada untungnya juga. Tapi, tetap saja bagi Zafran, kondisi Sarah itu sungguh merepotkan dan sangat tidak menyenangkan.

Kali ini Zafran menatap kosong ke depan. Ia hanya melihat ke arah lapangan basket. Zafran menghembuskan nafasnya panjang dan berat.

"Tapi, tetap aja. Kenapa lo sampai mau repot mencampuri urusan orang? lo kan nggak ada hubungannya dengan mereka? lo nggak takut kalau malah lo yang kena imbasnya?" tanya Zafran tanpa menatap lawan bicaranya.

Begitu juga dengan Sarah, cewek itu juga menatap kosong ke depan, ke arah lapangan basket. Sarah tersenyum singkat dan menghela lemah.

"Saya merasa jika saya sudah melakukan hal yang tepat."

"Tepat darimananya? lo udah campuri urusan orang lain."

Sarah menggeleng "saya bukan mencampuri, tapi saya menolong. Karena dengan begitu, saya merasa seperti hidup."

Mendengar itu, Zafran langsung beralih menatap Sarah di sampingnya, "maksudnya?"

"Ya, saya merasa menjadi seperti manusia sesungguhnya. Saya seperti benar-benar hidup. Di saat ingatan saya hilang setiap harinya. Rasanya saya seperti bangun dari tidur yang panjang, tanpa melakukan apa pun. Karena itu, saya ingin merasakan hidup sesungguhnya" ucap Sarah yang entah kenapa, baru kali ini ia berbicara panjang lebar.

"Dengan cara seperti ini?" tanya Zafran.

Sarah menatap sendu ke arah bawah. Ia menatapi sepatunya dengan tatapan kosong. Sarah menggeleng.

"Alasan yang lainnya karena, saya merasa nggak adil sebagai manusia. Mungkin banyak orang di luar sana yang mencintai saya, banyak yang peduli dengan saya, tapi saya nggak akan pernah mengingat cinta itu."

"Karena itu, saya ingin mencintai orang lain juga. Saya selalu ingin membantu yang lainnya dengan kelebihan dan kekurangan saya. Meski saya tidak akan ingat akan kebaikan saya. Setidaknya, kenyataan jika saya sudah mencintai dan menolong orang lain itu tetap akan pernah ada. Dengan begitu, saya tidak akan pernah merasa menyedihkan lagi."

"Intinya, meskipun saya tidak ingat. Saya akan berusaha tahu dan mengingatkan diri sendiri, jika saya sudah melakukan hal yang benar. Karena saya sudah dicintai, dan saya ingin mencintai."

kini Sarah beralih menatap Zafran disampingnya. Tatapan mereka bertemu, lalu Sarah mengeluarkan senyum manisnya.

"Karena dengan begitu, saya merasa menjadi manusia yang sebenarnya."

Zafran terdiam membeku. Ia bergeming tanpa berkedip sedikitpun. Zafran merasa kagum akan ucapan-ucapan yang dikatakan oleh Sarah. Ia seperti mendengar suatu kata motivasi. Mendengar niat Sarah, Zafran merasa dirinya sangat menyedihkan.

"Saya nggak tahu harus berterima kasih pada siapa. Tapi, dengan begini, setidaknya saya bisa membalasnya pada orang lain." tambah Sarah.

Zafran tersadarkan, ia kemudian berdehem keras.

"Tetap aja, katanya Kirana itu sangat sadis. Gimana kalau lo yang jadi incarannya karena udah ikut campur?" tanya Zafran yang dari tadi memikirkan itu.

Sarah mengangkat kedua bahunya. Tidak terlalu memikirkan ucapan Zafran.

"Saya nggak peduli! mungkin saya seperti pengecut, tapi karena saya hilang ingatan setelah satu hari. Saya bisa menunjukkan pada siapa pun jika saya sama sekali nggak ingat dan nggak tahu. Semua orang mengerti saya." jawab Sarah tidak ingin berbohong.

Zafran membulatkan mulutnya tidak santai.

"Wah... jadi lo bisa dengan mudahnya menghindari tanggung jawab dari celana gue!" ketus Zafran.

Sarah mengernyitkan dahinya "ya? apa?" Sarah tidak mengerti.

Zafran langsung menghela berat dan mengibaskan tangannya sebagai isyarat lupakan saja ucapannya

"Udahlah, nggak usah dipikirin. Gue lupa kalau lo memang lupa ingatan beneran."

Sarah mengangguk mengiyakan. Kemudian, Sarah melihat mobil Mamanya sudah terparkir di luar gerbang sekolah. Sarah langsung berdiri.

"Saya udah dijemput, saya duluan!" pamit Sarah dan diangguki oleh Zafran.

Baru saja Sarah ingin melangkah, tangannya tiba-tiba ditahan oleh Zafran. Membuat Sarah menatap kebingungan.

"Soal insiden sup wortel" ucap Zafran "mungkin lo nggak ingat. Tapi, gue udah maafin dan lupain kesalahan lo. Karena mengingat kondisi lo."

Sarah mengangguk dan tersenyum singkat "Makasih udah maafin saya, Zafran." ucap Sarah mencoba menerima jika dia mungkin benar-benar bersalah pada Zafran.

Zafran yang baru kali ini mendengar Sarah menyebut namanya, merasa takjub. Karena biasanya, Sarah tidak akan pernah ingat dan tahu nama Zafran. Yah! walaupun Zafran yakin jika besok Sarah akan kembali lupa.

"Tapi, meskipun gue udah maafin dan lupain, bukan berarti kejadian itu nggak pernah terjadi, ya? karena melupakan bukan berarti nggak pernah terjadi!"

Mendengar itu, Sarah tersenyum singkat

"kalau gitu, saya duluan," Sarah kembali berjalan beberapa langkah.

"Ada lagi!" panggil Zafran, Sarah yang sudah berjalan 3 langkah pun memutar kepalanya dan menatap Zafran.

"Makan wortel bagus untuk mata, nggak baik kalau dia yang baik malah dibenci."

Sarah mengangguk dan menanggapi dengan senyuman manis, lalu berbalik untuk melanjutkan langkahnya.

Zafran menatap punggung Sarah yang mulai menjauh, Zafran menghembuskan nafasnya berat dan panjang.

"Pengecut yang luar biasa" lirihnya pelan pada Sarah yang sudah menjauh.

Di sisi lain, Sarah berjalan menuju mobil Mamanya dengan pandangan kebawah menatap lantai. Sarah menampilkan tatapannya yang sendu.

'Karena melupakan bukan berarti nggak pernah terjadi!'

Ucapan Zafran terputar terus bagai cambukan yang kuat untuknya.

Sarah menghembuskan nafasnya lemah.

"Sebenarnya, apa yang berusaha gue lupakan dulu sampai seperti ini?"

avataravatar
Next chapter