webnovel

Bab 2

Pada pukul sebelas malam monica baru sampai di rumahnya, rasa lelah dan kantuknya membuat monica langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur lantainya yang sudah mulai usang itu. Dengan penghasilan standar UMR monica bisa saja memberi banyak barang-barang baru hanya saja sejak ia mulai kerja dulu ia selalu memprioritaskan keluarganya juga Denis. Memastikan Ibu,Adiknya dan juga Denis mengenakan barang-barang bagus.

Meski Monica merasa baru sebentar ia terlelap nyatanya hari sudah berganti dan matahari pun perlahan muncul, suara keributan di luar kamarnya sudah mulai terdengar membuat monica yang ingin memejamkan matanya sebentar lagi pun tak bisa. Ia terpaksa bangun dari tidurnya. Dengan tampang yang acak-acakan dan masih menggunakan baju semalam Monica keluar dari kamarnya.

“Mau sampai kapan si kamu di bilangin? Cewek itu bangun pagi. Boro-boro ngebantuin mama, ngurus diri sendiri aja ngga bisa. Kalau mama mati siapa yang mau bilangin kamu, males kok di piara” oceh ibu Monica.

Monica tak menghiraukan Ia mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi,

“kalau di bilangin orang tua terus aja pura-pura budeg, ngebahagiain orang tua mah ngga perlu kaya, berbakti juga udah bikin orang tua bahagia”

Sekali lagi Monica berusaha mengabaikan ucapan Ibunya, ia sungguh tak memiliki mood memulai hari dengan pertengkaran.

“Lagi kerja apa sih yang pulang sampe malem terus, gaji ngga seberapa aja, sikapnya udah kaya jagoan”

“Apa sih ma? Monic capek, apaan sih apa?”

“Tuh kaya gitu, pantesan aja apa-apa gagal. Sama orang tua aja ngga punya sopan santun. Emang kamu doang yang capek, semua orang juga capek. Mama capek, adik mu cape, Adek kamu tuh pulang kuliah masih sempet bantu mama. Kamu boro-boro ganti baju sendiri aja ngga bisa”

Monica masuk ke dalam kamar mandi dan sedikit membanting pintunya. Ia sungguh sangat jengah terus di bandingkan dengan adiknya. Ya dia memang orang yang penuh ke gagalan. Lalu kenapa?

“Kalau oranag tua ngomong itu bukan karna benci, tapi biar ngerti. Kamu di omongin setiap hari aja ngga ada berubahnya apa lagi di diemin”

Hal yang bisa monica lakukan agar tak kembali keluar dan melawan Ibunya adalah menyalakan keran air agar meredam suara sang ibu.

***

Monica menutup laptopnya dan merebahkan kepalanya di atas tanganya saat sudah memasuki jam makan siang. Ia tidak terlalu berminat untuk makan siang hari ini. Perlahan mata monica terpejam, ucapan ibunya terus membayang dalam kepalanya. Harusnya Ia sudah biasa dengan semua itu hanya saja sesekali ucapan itu masih sering menyakiti perasaan Monica, dan itu berlaku untuk hari ini. Monica sudah akan terlelap kalau saja Denis tak datang dan menempelkan satu kaleng minuman dingin pada wajah Monica.

“Denisss..” ucap Monica bahkan tanpa membuka matanya.

“Jadi apa tema ceramah pagi mama hari ini?” tanya Denis. Monica tak menyaut, Ia masih terus memejamkan matanya.

“By the way thanks pptnya..”

“hmm”

Denis meletakan satu kantung makanan di meja Monica. “nanti kalau udah mood dimakan ya, gua ada janji di luar..bye” ucap Denis

Monica menyipitkan matanya dan menatap Denis. “Mau kemana?”

“kencan..” ucap Denis

Monica mengangguk, “Salam buat clara, kapan lu mau kenalin gua ke dia?”

Denis meringis tak enak, “kan lu tau kalau clara cemburuan banget..”

Monica mengangguk mengerti, ia sudah terbiasa dengan hal ini. Setiap kali Denis punya pacar dia harus mengalah. Tapi tak apa Monica tetap percaya Denis sayang padanya. Lagi pula jika Ia memiliki pacar Ia pun di prioritaskan oleh kekasihnya.

“Lu marah ya?”

“ngga, udah biasa. Udah sana gua mau tidur”

“See you” ucap Denis dan mengusap kepala Monica singkat sebelum meninggalkannya.

Monica mendadak mengangkat kepalanya dan memanggil Denis.

“Nis.. Hari ini lu kan harus kirim kado dan ucapan ke pak Edward dan istri”

Denis menepuk keningnya. “yah gua lupa.. gimana dong?”

“Masa gua?” tanya Monica

“Yah ca…”

“ah lu.. yaudah sana”

Denis memberikan cengirannya “Lu emang sahabat terbaik di dunia… dah caca…”

“Au!”

***

Meski sering merasa kesal dengan Denis yang meninggalkan pekerjaan padanya namun Monica selalu saja melakukannya. Hal itu sudah terjadi sejak dulu,sejak mereka berada dalam satu organisasi sebagi ketua Denis tak banyak melakukan sesuatu semuanya di bantu oleh Monica sebagai seketarisnya. Dan kebiasaan itu berlanjut sampai saat ini, Monica bahkan tidak keberatan jika idenya di pakai oleh Denis.

Monica sedang memfotocopy beberapa berkas saat ia mendengar kabar tentang akan di naikannya jabatan Denis dan juga akan ada lowongan seketaris. Monica tersenyum simpul Denis pasti sengaja tak bicara padanya agar dapat memberikannya kejutan.

“anak itu..” gumam Monica

“Mon.. katanya Denis mau naik pangkat, lu kapan?” celetuk salah satu rekan kerja monica yang baru saja datang dan akan menggunakan mesin fotocopy juga.

“Kalau gua naik pangkat, nanti siapa yang bantuin lu? Nanti lu keteteran” ucap Monica dan tersenyum simpul.

“5 tahun kerja di sini, masih aja staff umum. Makannya jangan mau di manfaatin”

“Thanks udah care ya Esme”

Esme menghela napasnya. “Mon.. baik boleh, tapi mungkin lu juga harus bisa membedakan mana baik dan..”

“Gua cabut dulu ya.. dah” ucap Monica dan menghela napasnya.

Esme mengikuti Monica, “Monic..gua tuh serius. Yang lain itu dua tiga tahun aja udah dapet promosi, lu?”

“Gua tau niat lu baik,, terimakasih. Tapi gua baru kenal lu dan gua lebih kenal siapa Denis. Gua ngga masalah juga kalau dia naik pangkat, bagus malah” terang monic

Esme hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Monic.

***

Hari paling menyebalkan dalam hidup Monica akhirnya datang juga, yaitu acara keluarga. Monica sungguh tak mengerti apa manfaatnya mengadakan pertemuan keluarga setiap bulan, kalau acaranya hanya arisan dan membandingkan keadaan keluarga satu dengan yang lain. Jika Ia bisa memilih Ia pasti memilih untuk tidak datang sayangnya kali ini Monica kehabisan alasan, Ia tidak bisa menolak lagi permintaan ibunya untuk tak datang. Terakhir kali Ia menolak ibunya benar-benar tak berhenti membahas hal itu satu bulan penuh.

“eh Monic tumben dateng, makin lebar aja itu badan nic”

“Iya budeh, terlalu bahagia” ucap Monic mencoba menanggapi.

“Bahagiakan engga harus gendut , kamu belum nikah lagi nanti ngga ada cowok yang mau” ucap Budeh Monica yang lain.

“Tau tuh, nanti juga ke duluan adeknya”

Monica tersenyum dan mengangguk, “Baguslah tan, dari pada pacaran-pacaran nempel-nempel mulu sampai kesini aja di bawa-bawa jijik liatnya, mending kalau udah cinta mati banget ya nikah aja. Aku sih ngga papa” saut Monica. Ia sungguh jengah terus di kata-katai seperti itu, pikir mereka apakah karna tubuhnya yang gendut dan berlapis lemak itu hatinya tidak bisa lagi di gunakan?

“Monica, kalau di omongin tuh. Kebiasaan kamu , emang nyatanya kamu makin lebar gitu kok. Kalau di nasehatin tuh dengerin. Emang kamu mau makin tambah gede gitu? Mau ngga nikah-nikah?” timpal Ibu Monica.

Rasa sakit dan marah memenuhi hati Monica, ia sungguh ingin sekali mengungkapkan apa yang Ia rasakan namun Ia tidak mungkin membentak ibunya sendiri di depan banyak orang. Mata monica sudah berkaca-kaca, jika ia bicara satu kata saja ia pasti sudah akan menangis.

“bukannya jahat loh Mon, Cuma ngingetin takunta kamu makin gemuk nanti cowok pada ngga mau”

Monica hanya mengangguk, ia tak mau bicara apapun lagi dan itupun berlanjut hingga acara Selesai. Ia hanya berbicara saat di tanya selebihnya hanya diam. Meskipun begitu tak ada yang peduli padanya, tak ada satupun yang merasa bersalah padanya.

***

Setelah penantian panjang Acara pun selesai, Monica dan Magisa pulang lebih dulu sedangkan sang Ibu memilih untuk mampir ke pasar di antar oleh kekasih magisa.

“Mba..” panggil magisa.

Monica menghentikan langkahnya, “apa?”

“kamu ngga mau minta maaf sama aku sama gilang?” tanya Magisa

Monica membalik tubuhnya menghadap Magisa, “kenapa harus?”

“ya, magisa ngerti mba monic kesel sama budeh dan tante yang ngomentarin mba Monic. Tapi magisa pikir Magisa dan Gilang ngga salah apa-apa loh, Mba Monic harusnya ngga ngomong kaya gitu” ucap magisa

“oh jadi ngga salah?”

“ya emang apa salahnya? Magisa juga udah gede, kenapa coba kalau magisa bawa Gilang, gilang juga baik, Dia sering bantu mama”

Monica mengangguk, “ya gilang baik, lu baik semua baik kecuali gua. Jadi jelas kan kenapa gua ngomong kaya gitu ya karna gua jahat” ucap Monica

“magisa ngga terima mba Monic kaya gitu, okelah kalau Cuma magisa tapi ini Gilang juga, Gilang tuh orang lain, mba monic punya hak apa buat ngomongin dia kaya gitu? Mba monic aja ngga suka kan diomongin orang?”

“ya kalau aja lu lebih bisa jaga perasaan gua, gua juga ngga akan kaya gitu”

“Emang magisa ngapain?”

Monic sungguh tak tau harus mengatakan apa, tentu saja adiknya tidak mengerti apa yang Ia rasakan. Magisa adalah seorang wanita canti dengan segudang prestasi, seakan-akan Cuma ada hal baik dalam diri magisa.

“Oke maaf, gua salah, gua ngga harusnya bilang kaya gitu” ucap Monic mengalah.

“Mba harus minta maaf ke gilang,”

Monic tersenyum miris, bagaimana bisa seorang adik yang Ia besarkan dan Ia biayai memperlakukan dirinya seperti itu. “oke,”

“tapi magisa, lu kan tau kalau mereka pasti akan ngebahas badan gua, jodoh gua, bukannya harusnya lu sedikit aja respect sama gua dengan ngga bawa cowok lu ke sana dan bikin gua makin di hina-hina”

“Emang kalau mba monic ngga punya pacar sampai sekarang jadi salah Magisa? Terus Cuma karna mba monic engga punya pacar magisa jadi ngga boleh punya urusan pribadi? Magisa juga pengen punya pacar, pengen nikah nantinya. Bukan karna Mba monic engga mau terus magisa harus ikut kaya mba monic?”

Monic menatap adiknya itu, benar adiknya sudah tumbuh dewasa. Ia tak seharusnya berbicara seperti itu. Bukan karna hidupnya gagal lalu Ia meminta orang lain untuk peduli pada hidupnya, Ia tak punya hak itu bahkan kepada adiknya sendiri.

“jangan lupa minta maaf sama gilang nanti” ucap Magisa dan meninggalkan Monic.

Monic terdiam di tempatnya, Ia mencoba menahan diri agar tak menangis. Tidak di depan orang lain terutama.

***

Next chapter