4 Saatnya Berjuang

Tawaran Mama kemarin membuat semangatku kembali. 'Masih ada kesempatan, tunggu saja, kita akan bersatu,' batinku semangat. Mengetahui dia memblokir WA ku, aku berniat menemuinya di tempat kerjanya. Aku putuskan untuk menunggunya di warung dekat kantornya. Tak lama berselang, aku melihatnya keluar dari kantor.

"Ayu!"

Mendengar panggilanku, dia malah mempercepat langkahnya.

"Tunggu, berhenti!" teriakku berusaha mengejarnya. Sesaat sebelum dia menaiki bus, aku menariknya.

"Kenapa lari, kenapa menghindari ku?!"

"Lepaskan tanganmu, apa maumu?!" tanyanya berusaha melepaskan diri. Beberapa orang tampak mulai berkerumun. Aku pun sedikit mengendurkan cengkeraman.

"Ayo kita bicara!" bisikku. Aku lantas membawanya ke warung tempatku menunggu.

"Aku mau minta maaf atas kejadian ...."

"Sudahlah, tidak usah dibahas lagi, dengar sendiri kan Ayahmu bilang apa kemarin, jadi ya sudah. Kita tidak usah berteman lagi. Aku tidak mau disalahkan atau diperlakukan seperti kemarin lagi," jelasnya memotong ucapanku.

"Dengarkan baik-baik, yang kemarin itu tidak akan terjadi lagi."

Dahinya mengernyit mendengar ucapanku.

"Maksudnya?"

"Ya, kita tetap berteman seperti biasanya, kalau tidak ku bawa main ke rumah, Papaku gak akan tahu kita masih berteman," terangku. Dia tampak terdiam beberapa saat.

"Yu, jujur ya. Mas itu tidak mudah berteman, Mas hanya berteman dengan orang yang bisa membuat Mas merasa nyaman. Dan kamu salah satunya."

"Tapi aku tidak mau ...." Aku segera memotong ucapannya.

"Kamu tenang saja, kamu tidak akan disalahkan."

"Ricky, kamu masih berhubungan dengan Ayu, ya?!" tanya Papa sepulangku dari menemui Ayu.

Aku memilih diam dan masuk kamar.

"Sudahlah, Pa. Kasihan Ricky tidak tahu apa-apa." Mama coba membelaku. Namun sepertinya Papa tidak terlalu terpengaruh.

"Diam kamu, kenapa kamu malah bela dia. Aku begini demi kebaikannya juga. Ingat apa yang dilakukan Alex. Aku tidak mau anak kita terluka seperti Papanya dulu!"

Dari dalam kamar, kudengar mereka berdebat. Entah kenapa Papa bisa begitu membenci Papa Ayu.

"Ini terakhir kali Papa lihat kamu dengan Ayu, awas kalau sampai terulang lagi. Dan jangan pernah berharap Papa menyetujui hubungan kalian!" teriak Papa mengancam.

"Papa egois, kenapa berteman saja tidak boleh?!"

"Kamu pikir Papa tidak tahu kamu naksir dia?!" tanya Papa yang langsung membuatku terdiam.

Aku mendengar Mama mencoba menenangkan Papa. Untuk sesaat, aku merasa harapanku telah pudar. Namun kemudian kembali setelah memandang foto Ayu.

"Ayo semangat, katanya mau berjuang! Sabar ya,Yu," gumamku.

Situasi yang sempat memanas tadi berangsur mereda saat makan malam.

"Ric, Papa minta maaf ya, mungkin benar kalau kamu menilai Papa egois, tapi semata-mata demi kamu sendiri Nak. Ingat ada pepatah mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya ...," ucap Papa pelan dan kemudian menghela napas.

"Asal kamu tahu Nak, Pak Alex dulu sahabat Papa, kami bangun bisnis bersama. Tapi apa yang terjadi kemudian? dia ...."

"Pak Alex diduga menggelapkan uang perusahaan, Papamu rugi ratusan juta. Walaupun masih diduga, Papamu terlanjur kecewa dan sakit hati," Mama coba menjelaskan

avataravatar