1 Pertemuan pertama

"Rick, nanti malam ikut ya ke pasar rakyat, refreshing!", ajak Brandon pada suatu sore.

"Malas ah, aku kurang suka kerumunan seperti itu, mending ke pantai atau gunung, itu baru namanya refreshing," sahutku malas. Aku memang lebih suka ke tempat-tempat yang tidak terlalu ramai. Rasanya tenang di tempat seperti itu.

"Ah, gak seru ah. Di pasar rakyat tuh asyik lho, siapa tahu bisa ketemu jodoh di sana," ucapnya seraya tersenyum.

"Apaan sih, kok larinya kesana?!"

"Udah, ikut aja. Nanti aku jemput," tukasnya sambil pamit pulang.

Akhirnya, malam itu dengan terpaksa aku menemaninya. Kucoba untuk menikmati keramaian yang sebenarnya tak kusukai. Saat berjalan-jalan, kulihat seorang perempuan yang sedang bercengkrama dengan teman-temannya. Tawa lepasnya membuatku terpaku. Mendadak jantungku berdebar-debar.

"Woy, Rick ... ngapain diam disitu, sini?!" teriak Brandon menyadarkanku. Aku segera berlari menghampirinya. Sesaat aku melirik ke arah perempuan tadi, tersenyum melihatku.

"Sorry, anu ... itu tadi ... anu, kayaknya aku lihat teman kita. Mau memastikan aja sih, bener gak."

"Hayo ... lihat siapa, kok jelasinnya sampai belepotan gitu?" tanyanya menggoda.

"Beneran, tadi mirip Elly, ah sudahlah, tidak usah dibahas."

setelah itu kami pun melanjutkan jalan-jalan. Lelah berjalan, kami memutuskan untuk pulang. Saat menuju parkiran, untuk kedua kalinya aku bertemu perempuan tadi. Kali ini ia sendiri.

"Permisi, Mas. Bisa bantu saya, motor saya tidak mau menyala," pinta perempuan tersebut pada kami saat kami hendak mengeluarkan motor.

Aku yang kebetulan paham motor pun bersedia. "Brand, tunggu sebentar ya," pamitku yang dibalas acungan jempol.

Lima belas menit kemudian, masalah pada motornya selesai. Ternyata businya kotor.

"Wah, terima kasih ya, Mas udah bantu."

"Sama-sama, Mbak. Kebetulan saya paham soal motor," jawabku singkat.

"Oh gitu, untunglah. Oh ya, nama Mas siapa?"

"Ricky, Mbak sendiri?" jawabku seraya mengulurkan tangan.

"Ayu."

Saat menjabat tangannya, kembali ada debar di jantungku. "Ya sudah, Mbak. Ini motor sudah beres, saya permisi ya. Gak enak teman saya nungguin," pamitku.

"Cie ... aseek, dapat kenalan nih ye, tahu gitu tadi aku suruh bawa motor sendiri-sendiri."

"Apaan sih, biasa aja ah," kilahku.

"Aish ... kamu pikir aku gak tahu kamu apa, kamu kan orangnya pemalu ...."

"Stop, gak perlu dibahas lagi!" teriakku.

****

"Seru kan, makanya lain kali kalau ada event seperti itu lagi, datangi, siapa tahu dapat kenalan baru seperti tadi, hehehe," ucapnya terkekeh saat tiba di rumahku.

"Udah deh, nggak usah dibahas lagi," sergahku malas. Tiba-tiba pikiranku kembali ke sosok Ayu.

"Mmmm, menurut kamu, mungkin tidak kami ketemu lagi?" tanyaku lirih

Brandon tertawa mendengarnya, "Ciee ... ada yang cinta pada pandangan pertama nih sepertinya," jawabnya kemudian.

"Bisa saja kemungkinan itu, cuma ya jangan terlalu berharap," jelasnya serius saat aku tak merespon gurauannya. Bagiku ucapannya memang tidak lucu.

"Gitu ya, ya sudahlah."

Hari-hari berikutnya kembali kulalui seperti biasa, aku pun sudah mulai melupakan sosok Ayu.

'Ah, benar juga. Kalian kan cuma kebetulan ketemu, kok baper sih,' batinku ketika melewati tempat pasar rakyat waktu itu.

Baru saja aku melangkah dari tempat itu saat kulihat Ayu.

"Ayu!" panggilku setengah berteriak.

"Mas Ricky?" jawabnya seraya menghampiriku.

"Wah, gak nyangka kita bisa ketemu lagi," ucapku kegirangan. Sementara dia tampak kebingungan.

"E ... maksudku aku tidak ...."

Ayu terkekeh mendengar kegugupanku. "Iya iya, aku paham kok."

"ngomong-ngomong, Mas mau kemana nih?" imbuhnya

"Jalan-jalan aja sih, ini baru mau pulang, kamu sendiri mau kemana?" jawabku sambil balik bertanya.

"Mau pulang, kebetulan kantorku dekat sini, tadi ada urusan sedikit," jelasnya seraya menunjuk sebuah gedung di ujung jalan.

"Oh, rumahnya dimana, gak bawa motor?"

Ayu menggeleng. "Motorku rusak lagi, gak tahu tuh sering mogok. Akhirnya masuk bengkel deh kemarin. Rumahku di Jalan Nangka," terangnya

"Nangka? jauh dong dari sini. Mau aku antar, kebetulan rumahku dekat sini. Tunggu ya." Aku coba menawarkan bantuan.

"Gak perlu repot-repot, aku naik bus saja."

"Oh gitu ya, ya sudah. Boleh aku temani?" tanyaku basa-basi.

"Lho katanya mau pulang?"

"Santai saja, kan aku bilang rumahku dekat sini, jadi ya ... menunggu sepuluh sampai lima belas menit gak apa-apa lah, sekalian istirahat juga," jawabku setengah memaksa. Aku harap bisa lebih mengenalnya.

Tak terasa sepuluh menit sudah kami berbincang, saat bus yang ditunggu mendekat.

"Senang bisa berbincang denganmu, semoga kita bisa bertemu lagi, bye," pamitnya.

"Ada WA?, biar komunikasi kita lebih enak," tanyaku cepat.

"Ada, besok ya, bus nya sudah datang. Besok sore ketemuan disini lagi. Ya ...jam empat an lah, oke?" tukasnya sambil masuk ke dalam bus.

Untuk sejenak kupandandangi bus tersebut. Aku bersyukur hari ini bisa kembali bertemu dia, ya ... meskipun sebentar, tapi cukup mengobati rindu.

'Eh, rindu ... apa kamu sedang jatuh cinta?' batinku.

Setelah bus tersebut menghilang, aku segera pulang. Kali ini langkahku terasa ringan.

"Brand, tahu gak, aku tadi ketemu Ayu lagi, senang rasanya," ceritaku saat Brandon berkunjung ke rumahku.

Wajahnya menyiratkan kebingungan.

"Siapa Ayu, oh cewek yang waktu itu, ya. Ketemu dimana?"

Aku lantas menceritakan pertemuanku yang tak sengaja tadi.

"Wah, jangan-jangan jodoh itu. Mantap lah, ketemuannya di tempat yang sama. Sukses ya buat besok," ujarnya menyemangati.

"Aku deg-degan nih."

"Santai saja, toh kalian sudah ketemu sebelumnya. Biasa saja. Biarkan semua mengalir." Brandon coba menenangkanku.

"Kamu kan tahu sendiri aku orangnya seperti apa ...."

"Iya, aku tahu, tapi tenang saja. Nanti pasti cair kok, ya asal kamu juga paham situasi dan kondisi yang ada."

****

Setelah mendapat nasihat dari sahabatku semalam, kepercayaan diriku mulai meningkat. Dan kini tiba saatnya untukku bertemu dengannya.

Jam menunjukkan pukul 4:15, aku mulai gelisah. Mungkinkah dia lupa. Namun tak lama, kekhawatiranku sirna saat kulihat dia di seberang jalan.

"Hai, Mas. Sorry ya nunggu, tadi ada urusan sedikit di kantor," sapanya membuka percakapan.

"Santai saja, Mas juga baru datang kok. Oh ya, mau minum apa?, mas pesankan ya."

"Es teh saja," jawabnya singkat. Aku pun segera memesan dua gelas.

Setelah sedikit canggung, percakapan kami mulai menyenangkan. Dia lebih senang mendengar. Terkadang dia juga tertawa menanggapi ceritaku. Akhirnya tak terasa sudah hampir dua jam kami berbincang. Setelah saling bertukar nomor WA, kami pun berpisah.

Sesampainya di rumah, kuucapkan terima kasih atas waktunya tadi.

[Terima kasih ya, untuk meet up nya, semoga next time, kita bisa meet up lagi]

[Sama-sama, senang bisa ngobrol sama kamu, oke deh, nanti kita atur lagi waktunya] balasnya kemudian. Balasan tersebut tak ayal membuat jantungku kembali berdebar. 'Responnya positif' batinku kegirangan.

avataravatar
Next chapter