webnovel

Minuman Beracun

"Setelah pulang dari rumah Marni, Kakekku menghilang secara misterius. Beberapa hari kemudian, dia ditemukan gantung diri di pohon beringin ini." Jelas Raflina mengakhiri ceritanya. Tama yang sedari tadi mendengar cerita gadis itu sambil menahan nafasnya, terhenyak mendengar penuturannya yang terakhir.

"Di pohon beringin ini?" seketika bulu romanya menegak. Lelaki itu menghimpitkan tubuhnya ke Raflina ketakutan.

"Iya, lalu kakekku pun di makamkan di bawah pohon ini. tapi pusaranya hilang seiring pertumbuhan akar dari pohon beringin ini. "

"Terus, Kenapa Kakekmu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya?"

"Mungkin, Kakekku syok mendengar cerita dari Marni perihal nenek Wagiyem. Sementara tidak ada yang tahu apa yang perbincangan antara Marni dengan Kakekku. Karena setelah di temukannya mayat kakek. Marni menghembuskan nafas terakhirnya. Sehingga sampai detik ini pun, kabar mengenai Nenek Wagiyem masih simpang siur. Tapi keputusan Kakekku untuk mengakhiri hidupnya sendiri itu sudah cukup membuktikan bahwa Nenek Wagiyem pasti mengalami kejadian yang tragis. Semua ini akibat tentara bermata sipit yang biadap itu!" Rahang gadis itu gemeletukan, mengisyaratkan kebencian yang mendalam. Tama hanya terpaku. Rasa takut yang menguasai dirinya berganti menjadi empati yang dalam. Dia pun merangkul pundak gadis itu, Mencoba memberi secercah semangat di hati Raflina yang sudah terlanjur menggelap.

Tama menarik pundak gadis itu sampai jatuh ke pelukannya. Sayup-sayup terdengar suara isakan. Pria itu tercenung. Untuk pertama kalinya dia mendapati sosok yang kaku dan dingin itu menangis. Menangisi beban derita leluhurnya yang kini berada di pundaknya. Siapapun pasti tidak akan bisa memaafkan perbuatan brutal dari penjajah terdahulu. Karena perih itu masih terasa bagi generasi penerusnya sehingga membuat hati menjadi rapuh. Tama berjanji akan selalu ada disamping Raflina untuk menguatkannya.

"Ayo sekarang kita pulang, ibumu pasti sedang menunggu di rumah." tukas Tama setelah memastikan tangis gadis itu mereda. Dua sejoli berjalan kembali ke mobil.

Tanpa mereka sadari, ada sosok lelaki tua yang sedang melayang-layang di antara ranting pohon beringin tadi. Rahang bawahnya membuka sampai mengenai lehernya, lalu kembali menutup lagi. Terus bergerak dan menyebut akan satu nama, Wagiyem.

***

Sesampainya di depan rumah, mereka sudah ditunggu oleh Bu Lastri. Wanita setengah baya itu tampak berdiri diteras rumah tatkala mobil memasuki pelataran rumahnya.

"Kok datangnya malam sekali Nduk, ibu sudah nungguin dari tadi." ungkapnya ketika Raflina menyalami tangan ibunya, lalu berganti dengan Tama.

"Tadi main dulu ke tempat Kakek, Bu." sahut Raflina datar yang tanpa disadari membuat bulu roma Tama merinding. Gadis itu berkata tanpa beban, seolah-olah dia memang main ke tempat Kakeknya. Padahal tempat itu adalah tanah kosong di dekat hutan yang dipenuhi oleh pohon beringin.

Raflina pun beringsut masuk ke dalam rumah. Ibunya hanya melihat punggung gadis itu dan beralih memandang calon menantunya yang hanya terdiam.

"Ayo masuk Nak Tama. Ibu sudah siapkan makan malam buat kalian." Ajak Bu Lastri ramah. Memang perangai Bu lastri sangat berbeda jauh dengan anaknya. Dia sangat hangat dan ramah, begitu yang ada di benak Tama. Tapi walaupun begitu pria itu seolah merasa ada keganjilan yang ada di dalam diri wanita setengah baya itu.

Mereka pun makan malam di dekat dapur. Bu Lastri yang ramah mengajak Tama untuk mengobrol berbagai hal, mulai dari pekerjaan sampai keluarga. Tama yang semula kikuk pun menjadi nyaman dan nyambung ngobrol dengan Bu Lastri. Setidaknya, bisa sedikit melupakan ketakutannya.

"Kamu pasti capek ya, ibu antar kamu ke kamar ya " Ujar Bu Lastri setelah selesai makan malam. Tama mengangguk santun. Wanita setengah baya itu berdiri dan berjalan ke ruang tengah, Tama hanya mengikutinya dari belakang.

"Ini kamarnya Nak silakan beristirahat." Tukas Bu Lastri, kemudian berlalu dari hadapannya. Tama yang sudah kecapekan karena menyetir seharian pun langsung memasuki kamar tersebut dan merebahkan diri di kasur.

Dia meletakan kedua telapak tangannya di belakang kepalanya sebagai bantal. Pandangannya lurus ke awang-awang.

Ketika akan memejamkan mata, tiba-tiba dia kebelet ingin buang air besar. Dia berdecak kesal sambil beringsut keluar dari kamarnya untuk pergi ke kamar mandi yang letaknya di dekat dapur. ketika akan sampai di dapur, dia mendengar percakapan ibu dan anak itu.

"Nduk! Apakah tunanganmu itu tahu tentang semua rencanamu?" tanya Bu Lastri dengan mimik muka serius. Nada bicaranya yang semula terdengar lembut berubah menjadi penuh tekanan.

Raflina hanya mendesah pelan, "Iya Bu. Tama sudah tahu semuanya."

"Bahaya kalau begitu Nduk? Bagaimana kalau dia lapor polisi. Bisa gawat Nduk." Bu Lastri tampak panik.

"Sudah ibu tidak usah khawatir. Dia enggak bakal ngelakuin itu Bu."

"Kamu jangan bilang seperti itu Lina! Manusia kapan saja bisa berubah pikiran! Kalau sewaktu-waktu dia membenci kamu. bukan tidak mungkin, dia akan melaporkan semuanya!" tandas ibunya.

"Terus, gimana Bu?"

Tama menguping pembicaraan mereka dengan perasaan ngeri. Bu Lastri yang sangat santun itu ternyata adalah psikopat kejam. Bahkan mungkin lebih parah daripada Raflina. Dia sekarang mengetahui tunangannya menjadi Psikopat yang jahat karena didikan Bu Lastri.

Pria itu tidak jadi ke kamar mandi. Dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar itu lagi. Sambil menahan buang hajat yang sudah diujung. Yang terpenting sekarang adalah keselamatan nyawanya sendiri.

Tidak berselang lama. terdengar suara ketukan pintu. Dengan tangan gemetar, Tama membuka pintunya. Terlihat sosok wanita setengah baya itu memandanginya dengan seutas senyum. Dia membawa segelas ramuan yang menyerupai beras kencur.

"Maaf Nak Tama menganggu istirahatnya. Ini ibu ada jamu penambah stamina. Bagus diminum sebelum tidur." Wanita itu menyodorkan minuman berwarna putih itu kepadanya. Mau Tidak Mau, Tama memegang gelas itu. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan minuman itu.

"Minumlah sekarang! supaya gelasnya nanti bisa langsung ibu cuci." Kata Bu Lastri. Tama meneguk ludah. Kalau dia minum ramuan itu, dia takut terjadi apa-apa dengannya. tapi kalau dia tidak diminum, Wanita di depannya itu jelas akan tersinggung. Akhirnya dengan berat hati Tama pun bersiap untuk meneguk ramuan itu.

"Biar saya saja yang nyuci Bu." Seloroh Raflina yang muncul dari ruang dapur. "lagipula, saya ada sesuatu yang mau dibicarakan dengan Tama. Sekarang lebih baik ibu istirahat saya."

Terlihat Ibunya mendengus kesal. Tapi itu hanya sebentar saja. Dengan cepat raut wajahnya berubah ramah kembali.

"Baik, kalau begitu ibu tinggal dulu ya. Ingat kalian belum menikah. jangan tidur sekamar." Bu Lastri mewanti-wanti. Setelah itu berlalu dari hadapan mereka.

Tama bisa bernafas dengan lega. Tiba-tiba, Raflina merebut gelas itu dari tangan Tama dan bergerak di dapur.

"Sayang mau kemana?" Tama mengikuti kekasihnya itu. ternyata Raflina membuang isi dari gelas itu di dalam kamar mandi dan menyiraminya untuk menghilangkan jejak. Setelah itu gadis itu menyucinya dan meletakkan di rak peralatan dapur.

Sejenak dia memandang Tama. Lalu Tanpa sepatah katapun, Gadis itu beringsut ke kamarnya, meninggalkan tunangannya itu yang di selimuti berbagai pertanyaan.

Next chapter