14 Terpesona sampai terbengong

Arabella sangat paham, seharusnya nenek tua ini seperti ini, pasti karena setiap harinya dia begitu kesepian. Mengingat ucapan Lewi yang tadi ketika di rumah sakit bahwa cucu-cucunya tidak memedulikan dirinya, Arabella mengutuk cucu-cucu Lewi dalam hati.

'Benar-benar anak yang tidak tahu berbakti. Tunggu saja kalau aku melihatmu nanti, pasti aku akan memarahimu habis-habisan karena tidak menjaga nenekmu!' batinnya.

Kemudian dia menatap wajah Lewi yang sangat membutuhkan jawaban darinya. Benar-benar membuat Arabella sangat tidak tega untuk merusak suasana hati nenek tua itu saat ini, "Benar. Sebenarnya tadi, aku juga ingin tidur denganmu, agar bisa bercerita sedikit sebelum terlelap, hanya saja, aku takut membuat nenek merasa sempit dengan ranjang yang kecil ini. Jadi, aku memutuskan nenek tidur di kamarku dan aku pindah ke kamar mama." Arabella berhenti sebentar, ia memegang kedua pundak Lewi, "Nanti, setelah aku berhasil membeli ranjang yang sedikit lebih besar, aku akan mengajak Anda tidur denganku. Kita akan bercerita banyak hal, sampai pagi. Anda tidak perlu lagi merasa kesepian. Bagaimana?"

Senanglah hati Lewi mendengar itu, "Benarkah? Kau masih akan mengundangku ke rumahmu? Apakah kedatanganku tidak mengganggu dan menyita waktumu?"

"Mana mungkin." Arabella menjawab dengan tertawa kecil.

"Kalau begitu, berikan padaku nomor ponselmu," pinta Lewi bersemangat.

Arabella tersenyum melihat tingkah Lewi. Setelah melewati beberapa kejadian yang sangat sulit, yang hampir membuatnya menyerah, tidak disangka, hari ini hatinya bisa merasa sedikit tenang karena ada seorang nenek tua yang secara tidak langsung menghiburnya. Arabella sungguh bersyukur.

Kebahagiaan Lewi semakin terlihat jelas saat dirinya mendapatkan nomor ponsel Arabella.

Bella dalam diam menatap pada Lewi. Dia merasa kagum pada nenek tua ini. Ternyata benar, semakin lanjut usia seseorang, taraf kebahagiaannya bukan lagi materi, melainkan hanya perhatian-perhatian kecil saja, pun sudah mampu membuat mereka bahagia. Tapi sayangnya, banyak yang mengetahui hal ini tetapi tidak banyak yang bisa melakukannya.

"Apakah aku boleh menghubungimu, kapan pun itu?" tanya Lewi lagi.

Bella merasa sangat lucu dengan pertanyaan nenek tua ini, dengan tawa kecil yang mengambang di bibirnya, ia menjawab dengan pasti, "Tentu saja, kapan pun Anda mau, Anda bisa menghubungi aku."

"Wah, sangat bagus, sangat bagus kalau begitu. Terima kasih Nak Bella."

Setelah beberapa saat kemudian, seakan teringat sesuatu yang mengganjal, Lewi bertanya lagi, "Oh, iya, kenapa kau tertidur dan memasang alarm dengan begitu cepat?"

Seketika pipi Arabella memucat. Ia menggigit giginya, "Um... Aku harus bersiap-siap untuk pergi bekerja, Nek." Dia menjawabnya setelah berpikir beberapa saat.

"Bekerja? Kau masih harus pergi bekerja sekarang?"

Bella mengangguk.

"Oh, kebetulan cucuku yang nakal itu akan segera sampai. Bersiaplah, kami bisa mengantarmu," tawar Lewi.

Ugh!!

"Tidak perlu nek. Aku naik kendaraanku sendiri saja. Mungkin cucu nenek sangat sibuk, aku takut mengganggunya."

Lewi langsung menjawab, "Mana mungkin! Kau sudah membantuku, cucuku juga tidak akan masalah jika harus mengantarmu ke tempat kerjamu. Kalau dia marah, aku bisa mengomelinya sepanjang hari."

Ha ha ha...

Arabella benar-benar tertawa lepas mendengar jawaban nenek tua itu. Menurutnya itu sangat lucu ketika seseorang yang sudah lanjut usia memarahi cucunya. Ia teringat akan neneknya yang selalu memarahinya dikala ia berbuat nakal. Telinganya pasti akan menjadi korban.

"Tapi sungguh tidak apa-apa, Nek. Aku akan pergi ke tempat kerjaku dengan kendaraanku sendiri. Bukan aku tidak menerima niat baik nenek, hanya saja jika nenek mengantarku pergi ke sana, itu akan sulit bagiku untuk pulang nanti." Setelah habis kerja, dia masih harus kerja part-time. Tentu saja dia memerlukan kendaraannya sendiri.

"Ah, benar sekali. Anak gadis tidak baik jika harus menggunakan kereta bawah tanah. Meskipun aku sedikit bersedih karena tidak bisa mengantarmu, tetapi memang aku harus memikirkan jalanmu pulang juga nanti. Baiklah, tidak apa-apa, sungguh."

Arabella hanya tersenyum. Dia pun berpamitan bersiap-siap untuk pergi kerja, sembari Lewi menunggu cucunya datang.

Setelah Bella sudah selesai, rupanya Lewi masih ada di ruang tamu, masih belum pergi, "Nenek, apakah cucumu memang akan datang?"

"Akan datang. Dia sudah di jalan, 5 menit lagi akan tiba. Apakah kau sudah harus pergi?" ucap Lewi.

Bella menjawab, "Ah, tidak, aku masih memiliki waktu, masih bisa menunggu nenek."

"Oh, ya, bolehkah nenek bertanya?"

"Ugh, tentu saja, ada apa nenek?" ucap Bella.

"Di sini banyak foto-fotomu ketika mendapatkan piala. Di kamarmu juga ada banyak piala, seharusnya kau cukup pintar."

Arabella tersenyum malu, "Tidak, itu semuanya hanya kebetulan."

"Kau bekerja, kenapa tidak melanjutkan sekolah?"

"Aku tinggal menunggu jadwal wisuda."

"Oh, luar biasa. Sangat hebat. Nanti carilah pekerjaan yang tidak melelahkan ketika sudah mendapatkan surat kelulusanmu."

"Hihihi... Aku mengerti, Nek." Sebelum dia wisuda, dia harus membuat ibunya bangun terlebih dulu. Jika tidak, maka wisuda ini sama sekali tidak akan berarti.

Saat sedang bercakap-cakap, dari luar terdengar ketukan suara pintu.

"Ah, mungkin itu cucuku yang nakal. Dia sudah sampai." Lewi pun segera bangkit dari duduknya.

Arabella juga ikut bangkit, "Baik, akan aku bukakan pintu untuknya." Dia berlari kecil menuju pintu rumah dan membukanya.

 Di depan pintu berdiri sosok yang tinggi ramping dan tegap. Ia penuh wibawa dan membawa aura yang tenang. Awalnya, Arabella ingin memarahi cucu nenek tua ini, seperti yang sudah ia tekatkan dalam hati, karena telah mengabaikan neneknya dan dengan enteng memperbolehkannya bepergian sendirian tanpa didampingi. Namun begitu melihat sosok yang di depan ini, Arabella malah terdiam kaku.

"Permisi...."

Suara itu menyadarkan Arabella. Ia sangat malu, karena bahkan sejak tadi matanya tidak berkedip melihat sosok pria yang ada di depannya. Ini benar-benar memalukan!

"Ah, ya?" jawab Bella dengan kaku.

"Apakah Nenek Schallert ada di sini? Tadi beliau mengirimkan alamat rumah ini."

Dari belakang, Lewi segera menjawab, "Cucu tengik, bocah bodoh!! Kau masih mengingat aku ini cucumu, ha?"

Loye kebingungan mendengar seruan Lewi. Dia mengira nenek tua ini pasti telah salah mengenalinya, "Nenek, aku bukan tu-"

Lewi cepat-cepat menyela, "Kau masih berani menjawabku? Masih tidak membantuku berdiri? Apa karena aku sudah tua, jadi ucapanku tidak lagi berguna untukmu?"

Loye sangat bingung, tetapi dia hanya bisa masuk dan membantu Lewi untuk berdiri.

Sebelum Lewi benar-benar pergi, dia berkata, "Anak cantik, terima kasih sudah menampung nenek tua ini. Kami pergi dulu. Aku harap kita masih bisa bertemu ke depannya."

Arabella hanya bisa menganggukkan kepala. Ia masih belum dapat mengontrol matanya dari sosok yang ada di hadapannya ini. Sungguh, di sepanjang hidupnya, baru kali ini ia melihat pria sekeren Loye.

Setelah Lewi dan Loye pergi, barulah Arabella tersadar. "Eh, tunggu!" Dia memanggil mereka yang sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan rumahnya.

avataravatar
Next chapter