1 Tuan Gerandong Adalah Seorang Idol

Brakk..

Brukk..

"Ngh.."

Di dalam sebuah ruangan yang dipenuhi dengan pakaian, suara desahan dan tubrukan menjadi satu, bersamaan dengan desahan nafas yang terus menderu.

'Ruang ganti aktor'

Begitulah pamflet yang terpasang di atas pintu masuk.

Siapapun yang mendengar suara-suara itu pasti akan memerah wajahnya, atau langsung berpikiran buruk menyangka bahwa sepasang kekasih tengah memadu kasih di balik jejeran pakaian yang memenuhi ruangan ini.

"Nggh.."

"Mnn.."

"Mpphh.."

Seorang wanita yang sedang terperangkap di dinding terus-menerus mendesah.

Wajahnya memerah, menampilkan ekspresi eksotis yang membuat siapapun menyadari bahwa dia sedang hanyut di dalam hasrat.

Pun pria di depannya. Tak jauh berbeda dengan wanita yang masih terus mendesah di balik kungkungan tangan kokohnya, pria itu juga sesekali mengerang rendah.

Bibirnya terus menikmati bibir wanita yang terus menggeliat, tanpa sadar menggesekkan kedua gundukan lembutnya ke dada sang pria yang justru semakin menyulut gairah di dalam dirinya.

Pria itu semakin memperdalam ciumannya, bahkan tanpa menahan kekuatan sedikitpun dia menggigit bibir bawah wanita itu, membuat wanita itu sontak membuka mulutnya.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, lidah pria itu mulai menginvasi seisi mulut wanita itu, mengabsen seluruh bagian mulutnya satu persatu.

Gila!

Pria itu merasa bahwa dia benar-benar gila sekarang. Tubuhnya benar-benar panas, bahkan bagian bawahnya sudah sangat mengeras, meronta-ronta ingin segera dilepaskan.

Percayalah, sekalipun seorang pria, ini adalah kali pertama dia mencium seorang wanita seintens ini. Bahkan tangannya mulai bergerak nakal ke balik pakaian wanita itu, merasakan dua gundukan lembut yang terasa sangat nyaman dalam genggamannya.

Wanita di depannya semakin liar menggeliat, terlihat sangat menikmati sentuhan yang pria itu berikan. Bahkan, bibirnya yang semula kaku dan hanya menerima ciuman panas yang pria itu berikan, kini mulai memberi perlawanan.

Wanita itu berbalik menautkan lidahnya dengan lidah sang pria, bak sedang melakukan gulat lidah. Sesekali dia menggigit bibir pria itu kuat-kuat, sukses membuat pria itu mengerang lagi.

"Ngg...Mmpphh."

Pagutan bibir dan sentuhan-sentuhan nakal mereka semakin menjadi-jadi. Sampai tanpa mereka sadari, suara 'klik' beberapa kali terdengar.

Dari balik pintu, seseorang tersenyum manis memandangi adegan yang ada di depannya. Tangannya terus terangkat, beberapa kali menekan tombol di smartphonenya yang terarah ke arah dua manusia yang masih di mabuk hasrat.

"Jebakan bagus, untuk sebuah berita bagus."

Gumamnya riang, sambil terus bermain dengan layar smartphonenya.

***

(Beberapa hari sebelumnya)

"Ja..Jadi.. Hanya aku yang bisa membuatmu benar-benar mati?"

Nirwani memandang seorang pria tampan di depannya yang masih menerawang memandangi langit.

Pria itu mengangguk, senyum sedih tergambar jelas di wajahnya

"Jadi, saat waktunya tiba, tolong cabut benda ini"

Pria itu menunjuk bagian belakang kepalanya.

"Karena hanya kau yang bisa melihatnya"

Wajah Nirwani memucat saat melihat sebuah benda yang menancap di bagian belakang kepala pria itu. Sebenarnya sejak hari pertama bertemupun, Nirwani sudah melihat benda itu.

Benda panjang yang melintang di belakang kepala pria itu, dengan gagang emas kuno yang Nirwani yakin bakalan membuatnya kaya jika dijual. Tapi tentu saja, Nirwani tak tega mencabutnya sekarang.

Jika ini adalah pertemuan pertama mereka dan pria itu membeberkan fakta ini, maka Nirwani akan dengan senang hati mencabutnya. Kapan lagi dia bisa kaya mendadak tanpa banyak bekerja?. Yatim piatu sejak kecil dan selalu disiksa tante dan pamannya membuat Nirwani sedikit mata duitan.

"Ta.. Ta.. Tapi, kalau aku mencabutnya, kau akan mati kan?"

Tanya Nirwani dengan tatapan pedih.

Pria itu berbalik memandang Nirwani, rasa sayang tergambar jelas di wajahnya. Siapa sangka setelah penantian selama beratus tahun, dia akhirnya dipertemukan dengan pengantin yang sudah ditakdirkan untuknya?.

Satu-satunya orang yang bisa memberikan ketenangan abadi untuknya, satu-satunya orang yang bisa melihat dan mencabut benda yang sudah beratus tahun menancap di belakang kepalanya.

Nirwani menatap pria di depannya dengan tatapan horor. Dia langsung menggeleng cepat

"Tidak, aku tak akan pernah menyabutnya. Kau gila? Kalau kau mati... Kalau kau mati..."

Nirwani tak sanggup meneruskan kalimatnya.

"Ani.."

Panggil pria itu lembut. Meletakkan tangannya di pipi Nirwani yang mulai dibanjiri air mata. Bagaimana mungkin dia bisa tenang saat wanita yang paling dia cintai menangis?.

Dia bahkan sudah memantau Nirwani mulai dari dia lahir. Saat tuhan menggariskan takdir kepada Nirwani untuk menjadi pengantinnya. Sejak itu dia mati-matian melindungi Nirwani dari serangan makhluk ghaib yang mengincar Nirwani.

Tentu saja Nirwani sangat diminati para makhluk dari dunia berbeda, mengingat aroma Nirwani yang manis karena dia adalah pengantinnya. Pengantin seorang jendral terlupakan di kerajaan majapahit. Pengantin seorang jendral yang dituding sebagai pengkhianat dan dibumi hanguskan keluarganya, termasuk sang adik perempuan yang menjadi istri putra mahkota.

"Tariklah benda ini jika nanti kau sudah bisa menyentuhnya"

Pria itu memandangi wajah Nirwani dengan tatapan penuh cinta bercampur aduk dengan kepedihan.

"Tariklah tusuk konde ini, dan berikan aku kedamaian"

***

Nirwani tak pernah menyangka bahwa kemampuannya melihat makhluk ghaib berhubungan dengan takdirnya sebagai pengantin seorang panglima perang di masa lalu yang dikutuk menjadi gerandong dan tak bisa mati sebelum tusuk konde yang menempel di kepalanya di tarik.

Mahapati Kusumawardhana, itulah nama asli pria yang kini sangat di cintai Nirwani. Pria yang menolongnya ketika Nirwani melarikan diri dari rumah paman dan bibinya yang kejam saat hujan lebat dengan petir menyambar.

"Mau ikut denganku?"

Mungkin terdengar seperti kalimat pria mesum, tapi entah kenapa Nirwani langsung menerimanya tanpa pikir panjang. Pria itu memperkenalkan namanya sebagai Rian dan mengajak Nirwani tinggal di rumahnya bersama 2 pria lain yaitu Rendi, keponakan angkatnya dan Rangga, pemilik rumah sebenarnya karena tanpa sepengetahuan om Rian, Rendi sudah menggadaikan rumah itu kepada Rangga.

Nirwani mulai menjalani hari-hari yang menyenangkan di rumah itu. Merasa memiliki keluarga yang sudah lama hilang. Sebenarnya Nirwani sudah merasakan keanehan sejak hari pertama mengenal 3 pria itu. Seperti kegaptekan mereka dengan teknologi, bahkan playstore saja mereka kira toko yang ada di dunia nyata, hingga tusuk konde yang Nirwani lihat selalu menempel di kepala om Rian.

Pernah suatu kali Nirwani iseng ingin mencabut tusuk konde itu, tapi selalu tembus dan gagal. Belakangan Nirwani baru tahu dari mas Rangga bahwa tusuk konde itu hanya bisa di cabut jika sang pengantin benar-benar jatuh cinta kepada sang mahapati.

Nirwani awalnya sangat bersemangat mencabut tusuk konde itu, agar om Rian tak terus-terusan merasakan sakit yang teramat sangat. Tapi, lagi-lagi Nirwani harus menelan pil pahit kenyataan bahwa sang mahapati akan mati begitu tusuk konde dicabut.

Tentu saja Nirwani tak akan sanggup melakukannya. Dia sangat menyayangi om Rian hingga titik dimana dia tak akan bisa hidup tanpa dia.

***

Seharian ini Nirwani hanya mencoret-coret bukunya, tak mempedulikan tatapan penuh tanya mbak Dhea, bosnya di cafe.

Sebagai mahasiswa yang bekerja sambilan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tak terbiayai oleh beasiswa, Dhea seperti penyelamat tersendiri bagi Nirwani.

Wanita cantik yang sudah memiliki beberapa cafe di usia muda dengan senang hati menerimanya tanpa banyak pertanyaan. Nirwani diam-diam memandang sedih punggung wanita yang kini berdiri membelakanginya.

Siapa sangka di masa lalu Dhea yang ceria dan punya kehidupan bahagia adalah seorang putri mahkota yang harus mati di tangan suaminya sendiri. Dhea ternyata adalah adik dari om Rian yang bernama Diajeng Pramudhita.

Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah sang putra mahkota, Dirawardhana yang tega membunuh istrinya sendiri, kini menjadi seorang dokter sekaligus tunangan Dhea yang sangat Dhea cintai.

"Kau baik-baik saja?"

Dhea menyentuh pundak Nirwani yang langsung membuat lamunan Nirwani terhenti.

Nirwani menggelengkan kepalanya, lagi-lagi menatap Dhea dengan pandangan sedih.

Dalam hati Nirwani bertanya-tanya, bagaimana jika seandainya Dhea tahu bahwa pria yang sangat dia cintai ternyata adalah orang yang sama dengan orang yang membunuhnya di masa lalu?. Apakah Dhea akan menerima dan memaafkan semua kesalahannya?.

"Kenapa? Apa ada yang aneh di wajahku?. Buset, jangan-jangan, ada lipstick yang menempel di gigiku?"

Tanya Dhea panik.

Dhea memang tipe orang yang ceroboh apalagi ketika terburu-buru. Jadi wajar saja jika make upnya terkadang belepotan. Mulai dari lipstick yang menempel di gigi, maskara yang menjalar hingga ke alis dan masih banyak lagi.

"Nggak kok mbak"

Nirwani langsung menggelengkan kepalanya.

Dhea menghela nafas lega

"Syukurlah. Aku pikir make upku berantakan lagi"

"Habisnya aku nggak tega sih ngebiarin Rangga nunggu lama. Bayangkan aja, dia udah di rumahku dari pagi banget sepulang dari shift malamnya di rumah sakit"

Ucap mbak Dhea kesal.

Tentu saja bukan kesal dalam artian sebenarnya karena kenyataannya mbak Dhea justru sangat terharu dengan kebaikan dan perhatian mas Rangga, tunangannya.

Ah, tragis sekali, lagi-lagi Nirwani membatin dalam hati. Dia hanya bisa berharap, di kehidupan ini mbak Dhea bisa menemukan kebahagiaan, begitu pula mas Rangga yang tak lain dan tak bukan adalah teman satu rumah Nirwani sekarang.

***

"Jadi, om Gerandong eh om Rian udah ngasih tahu lo yang sebenarnya?"

Rendi, keponakan angkat om Rian sekaligus teman satu rumah Nirwani menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

Malam ini om Rian dan mas Rangga sedang pergi keluar, ingin mengunjungi mbak Dhea sekaligus membuka ingatan masa lalu mbak Dhea. Hal itu adalah permintaan mas Rangga sendiri karena rasa bersalah yang menyergap dirinya begitu dia mengetahui masa lalu yang sebenarnya.

Saat om Rian pertama kali mengetahui bahwa mas Rangga adalah putra mahkota yang selama ini dia cari, hampir terjadi pertumpahan darah di rumah ini. Mereka bertengkar hebat hingga seluruh perabotan hancur. Tapi, ujung-ujungnya om Rian tak sanggup membunuh mas Rangga yang kini menjadi sahabat dekatnya.

Nirwani menganggukkan kepalanya

"Apa lo juga tau masalah ini, Ren?"

"Tau dong. Keluarga gue kan turun temurun ngelayani om Rian. Ya kali gue nggak tau. Malah dari mulai gue kecil dan ngikut ayah ke rumah ini, gue udah nyadar kalau om Rian aneh. Lah, bapak gue udah keriput, si om Rian masih cakep aja"

Rendi menyantap es krim di tangannya dan mulai mengoceh tentang keanehan om Rian lainnya, seperti harta kekayaan yang tiada habisnya hingga sang kakek yang bersikap seperti sahabat dekat om Rian.

"Lo tau alasan kenapa om Rian dikutuk jadi gerandong dan nggak bisa mati?"

Tanya Rendi lagi.

Nirwani menggelengkan kepalanya.

"Itu karena om Rian yang harusnya mati ngebuat perjanjian dengan iblis agar bisa balas dendam dengan Dirawardhana yang tak lain dan tak bukan adalah om Rangga. Tapi sialnya, dalang sebenarnya di balik kematian seluruh anggota keluarga om Riam bukanlah sang putra mahkota karena begitu istrinya mati, Dirawardhana langsung jatuh sakit dan menyusul sang istri"

"Jadi, dalang di balik semuanya, siapa?"

Tanya Nirwani penasaran.

Rendi tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang perlahan berubah menjadi sangat tajam

"Dalang sebenarnya adalah aku"

Kuku tangan Rendi berubah menjadi sangat panjang dan langsung menyergap wajah ketakutan Nirwani yang mencoba kabur.

Dan.. Semuanya mendadak gelap

***

Nirwani perlahan membuka matanya. Rasa sakit langsung menyergap seluruh tubuhnya.

"Ani"

Teriakan om Rian langsung terdengar di telinganya. Pria itu sedang menatapnya cemas dengan tubuh dan pedang bersimbah darah yang teracung ke arah Rendi.

"Sialan kau Rakryan Ardhiatma!, ini urusan kau dan aku. Jangan libatkan Ani!"

Geram Rian yang justru membuat tawa di mulut Rendi semakin keras.

"Ah, bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa aku licik?"

"Tsk tsk tsk, bahkan sampai sekarang kau masih sangat naif Kusumawhardana"

Rendi perlahan berjalan mendekati Ani yang berusaha keras melepaskan ikatan yang melilit tubuhnya.

Rendi berhenti tepat di depan Ani, menghunuskan pedang ke leher gadis itu

"Kau tak menyangka bukan? bahwa Rakryan i halu Ardhiatma, pangeran lemah yang tak tahu apa-apa ternyata mampu menghancurkan seluruh penghalang hingga ke akar-akarnya"

Rendi menggerakkan pedangnya pelan, membuat pipi Ani tergores sedikit.

"Hentikan! Bergerak sedikit lagi, aku akan membunuhmu!"

Teriak Rian penuh amarah.

Rendi menghernyitkan alis, melemparkan tatapan mengejek,

"Membunuhku? Yang benar saja!. Kau bahkan tak menyadari bahwa Rendi, keponakan angkatmu adalah aku. Kau sudah tertipu 2 kali, Kusumawhardana"

"2 kali"

Teriaknya sinis.

"Aku hanya perlu menyuruh gadis ini untuk menarik tusuk konde yang menempel di kepalamu. Lalu setelah kau mati, aku akan membunuh gadis ini dan juga adik kesayanganmu. Tentu saja Rangga akan menyusul setelahnya karena tak tahan dengan kematian wanita yang dia sayangi kedua kalinya"

Tawa Rendi semakin keras hingga tubuhnya terguncang.

"Kau gila!"

Teriak Rian lagi, sementara tawa Rendi semakin menggila.

"Tentu saja aku gila setelah kalian berdua lengserkan dari posisi putra mahkota hanya karena tubuhku yang lemah. Sekarang kalian lihat kan kemampuanku?"

Rendi tiba-tiba menyentuh dahi Nirwani dengan ujung jarinya, mengucapkan sebuah mantra dengan cepat. Mata gadis itu tiba-tiba menutup sebentar, sebelum akhirnya membuka dengan bola mata berubah warna menjadi merah terang.

"Bunuh Kusumawhardana"

Bisiknya pelan.

Dengan cepat, tubuh Nirwani beringsut maju, menyerang Rian tanpa ampun dengan pedang yang sebelumnya Rendi gunakan. Sedangkan Rian hanya bisa menghindari serangan gadis itu tanpa bisa melakukan apapun, tak tega bila pengantinnya terluka.

"Ani, sadarlah, ingatlah aku"

Ucap Rian sendu, mencoba menggapai kesadaran Nirwani yang kini dipengaruhi mantra milik Rendi.

"Apa kau tak ingat kita pernah makan jagung bakar di dekat stadion bola kesukaanmu?"

"Melihat bunga kertas yang bermekaran di tepi jalan sambil menghitung jumlah kendaraan yang lewat"

"Ani.. Sadarlah"

Saat itu tangan Rian berhasil menangkap pedang Nirwani. Dengan sedikit meringis dia terus maju, hingga tubuhnya memeluk Nirwani erat.

"Sadarlah Ani, sadarlah"

Bisiknya penuh rasa sayang.

Tubuh Nirwani melemas dan jatuh ke lantai. Kesempatan itu tak Rian sia-siakan, dia langsung merampas pedang dari tangan Nirwani dan dengan gerakan cepat menusukkannya tepat di jantung Rendi.

Tak ada satupun pedang di dunia ini yang mampu melukai tubuh Rian selain pedang milik Rendi. Dan begitu pula dengan Rendi, tak ada satupun yang bisa membuatnya mati kecuali pedang miliknya sendiri.

Tubuh Rendi seketika jatuh ke tanah, cairan merah segar mulai mengalir dari mulutnya.

Begitu melihat Rendi yang sudah tak berdaya, Rian langsung berlari menuju Nirwani yang masih terkulai lemas.

"Kau baik-baik saja?"

Tanya Rian khawatir sambil memegang pipi Nirwani yang mulai mendingin.

Nirwani berusaha menganggukkan kepalanya dengan susah payah, rasa sakit semakin menjadi-jadi di dirinya. Tentu saja Rian tak percaya jawaban Nirwani. Wajah pucat dan tubuh gemetaran gadis itu sudah cukup menjelaskan bahwa gadis itu tak baik-baik saja.

"Ha..Ha..Ha, pe..per..percuma Ku..Kusu..ma.. Wardhana.. Ga..dis itu sud..ah kuberi man..tra pembunuh yang tidak akan bisa di hapus oleh siapapun"

Ucap Rendi dengan susah payah, cairan merah segar terus mengalir dari mulutnya.

"Kau.."

Teriak Rian frustasi, ingin rasanya dia menghajar Rendi lagi untuk melepaskan mantra yang dia berikan kepada Nirwani. Tapi, Rendi kini sudah tak bernafas lagi setelah tertawa nyaring, menandakan akhir hidupnya.

"Om.."

Perhatian Rian kini tertuju kembali kepada Nirwani.

"Om tahu.. Aku benar-benar bahagia be..berapa bu..lan ini"

"Te..rima ka..sih untuk keba..hagiaan yang su..dah kalian berikan"

Nirwani mengangkat tangannya dengan susah payah, menyentuh pipi Rian yang sudah dibanjiri air mata.

"Om.. A...A..Aku.. Men..cin..tai... mu"

Tangan Nirwani terkulai lemas bersamaan dengan matanya yang menutup rapat.

Kepanikan langsung melanda diri Rian, dia terus-terusan mencoba menyadarkan Nirwani sambil terus-terusan berteriak menyedihkan, memecah malam yang sunyi senyap.

"Aku mencintaimu Ani"

"Aku mencintaimu"

***

"Njirr, lo nangis, Rel?"

"Ebuset. Dimana-mana mah orang nangis keluar aer mata Marimar, lo malah ingus"

Pras memandangi sahabat sedari kecilnya yang kini menonton televisi sambil mengelap ingusnya dengan tisu.

Layar TV masih menyajikan adegan penuh air mata sang mahapati yang sedang menatap langit dengan jagung bakar di tangannya, menunggu sang pengantin terlahir kembali.

"Nggak nyangka gue bakalan sesedih ini endingnya. Padahal gue pikir bakalan happy ending"

Ucap Farel susah payah di tengah isakannya.

Pras hanya menghela nafas berat, dengan kesal dia melemparkan sebuah buku kecil bertuliskan

'Naskah episode spesial 'Gerandong : Panglima perang menyedihkan''.

"Makanya bambang, naskah dibaca, bukan dijadiin bantal. Berapa kali sih gue harus jelasin ke elo kalau ada episode spesial"

Gerutu Pras panjang lebar sambil mengurut kepalanya yang mendadak berdenyut.

"Oh iya, gue lupa"

Jawab Farel polos sambil nyengir kuda. Tapi, bukannya membaca naskah, Farel justru meletakkan naskah itu dikepalanya dan mulai menutup mata santai.

Lagi-lagi Pras hanya bisa menghela nafas berat menyaksikan sikap santuy pria yang kini tertidur lelap tanpa beban dengan rambut acak-acakan dan bekas iler di mulutnya.

Pras menatap layar TV yang masih menampilkan wajah sendu sang panglima yang tak lain dan tak bukan adalah Farel. Farel Fahrezzy, pria yang sama dengan gerandong alias mahapati Kusumawhardana.

Idol boyband yang terkenal karena ketampanannya dan kini banting setir menjadi aktor. Dan sialnya, Praslah yang ditunjuk menjadi manajer idol aneh bin ajaib seperti Farel.

avataravatar
Next chapter